Tuesday, November 13, 2012

Falsafah Pendidikan Islam


TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FALSAFAH PENDIDIKAN ISLAM
(Telaah Komparatif Terhadap Pasal 3 Bab II UU RI Nomor 20 Tahun 2003)

I.          PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan suatu proses dimana proses tersebut akan berakhir pada tercapainya tujuan akhir pendidikan. Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi dan mewarnai pola kepribadian manusia, sehingga menggejala dalam perilaku lahiriyahnya. Dengan kata lain perilaku lahiriyah adalah cermin yang memproyeksikan nilai-nilai ideal yang telah mengacu di dalam jiwa manusia sebagai produk dari proses kependidikan.
Dengan adanya pendidikan Islam akan terlihat jelas bahwa sesuatu yang diharapkan akan terwujud setelah orang itu mengalami pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang membuatnya menjadi “insan kamil” dengan pola takwa. Insan kamil artinya manusia utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah SWT.  Ini mengandung  arti bahwa pendidikan Islam itu mengharapkan menghasilkan manusia yang berguna bagi dirinya dan masyarakatnya serta senang dan gemar mengamalkan dan mengembangkan ajaran Islam dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama manusia, dapat mengambil manfaat yang semakin meningkat dari alam semesta ini untuk kepentingan hidup di dunia dan akhirat.

II.          RUMUSAN MASALAH
A.       Bagaimana Tujuan Pendidikan dalam Falsafah Pendidikan Islam?
B.       Bagaimana Telaah Komparatif Terhadap Tujuan Pendidikan Nasional Pasal 3 Bab II UU RI Nomor 20 Tahun 2003?
III.          PEMBAHASAN
A.       Tujuan Pendidikan dalam Falsafah Pendidikan Islam
Tujuan adalah suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Artinya, tujuan merupakan kehendak seseorang untuk mendapatkan dan memiliki serta memanfaatkannya bagi kebutuhan dirinya sendiri atau orang lain.
Pendidikan adalah upaya komparatif. Upaya komparatif adalah jalan atau strategi untuk mencapai sesuatu tujuan yang bila ditelaah dari segi nilai hidup manusia dapat diterima. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan adalah terjadinya tingkat perkembangan yang normatif lebih baik pada peserta didik. Tingkat perkembangan yang normatif lebih baik, mendiskripsikan kepada kita bahwa tujuan yang hendak dijangkau dilihat dari segi cita sangat jauh. Melalui pendidikan diupayakan agar peseta didik dapat terbantu mendekati tujuan ideal yang dicita-citakan.
Jika kita berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Hal ini mengandung makna bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasi idealitas Islami. Sedang idealitas Islami itu sendiri pada hakekatnya adalah mengandung nilai perilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati.
Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah tujuan tertinggi atau terakhir yaitu tujuan yang tidak ada lagi tujuan di atasnya. Tujuan akhir pendidikan dalam falsafah pendidikan Islam yang di kemukakan oleh Omar mohammad al-Toumy al-Syaibany yaitu: pertama, perwujudan kendiri dimana Islam memandang manusia sebagai roh, akal, dan jasmani. Ia tidak akan mewujudkan kendirinya kecuali jika ia memuaskan kebutuhan-kebutuhan rohani, intelektuil, dan jasmani dan ia melaksanakan pertumbuhan bagi seluruh kekuatannya: spirituil, psikologis, intelektuil dan fisik. Kedua, Pertumbuhan yang menyeluruh dan berpadu bagi pribadi manusia tidak hanya pada aspek-aspek jasmani saja, tetapi meliputi segala aspek dan bersifat terus menerus. Ketiga, kewarganegaraan yang baik dengan kata lain menyiapkan warga negara yang baik yang cinta tanah air. Keempat, persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat. Sekalipun semuanya dapat diterima sebagai tujuan-tujuan pendidikan Islam jika ia difahami dalam bingkai Islam dan bingkai falsafah dan prinsip-prinsipnya yang ‘am, tetapi yang paling dekat dengan roh Islam sebagai tujuan terakhir, yaitu “persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat”.
Disamping tujuan tertinggi atau terakhir bagi pendidikan, ada lagi tujuan-tujuan yang dekat atau langsung bagi pendidikan yang dianggap lebih khusus daripada tujuan tertinggi yang bertahap dibawahnya, yaitu tujuan-tujuan ‘am dan tujuan-tujuan khas. Kalau tujuan tertinggi pelaksanaannya tidak tergantung pada institusi tertentu diantara institusi-institusi pendidikan atau pada tahap tertentu pada tahap-tahap pendidikan atau pada jenis-ienis tertentu dari jenis-jenis pendidikan, atau pada masa tertentu atau umur tertentu, maka tujuan-tujuan ‘am dan khas dapat dikaitkan dari padanya. Tujuan pendidikan Islam tidak lepas kaitannya dengan ekstensi hidup manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi ada empat tujuan umum pendidikan Islam yaitu:
1.        Pendidikan akal dan persiapan pikiran. Pendidikan Islam memandang dengan penuh terhadap pemikiran, renungan, dan meditasi. Allah menyuruh untuk memikirkan langit dan bumi supaya kita bergantung kepada akal untuk sampai kepada keimanan yang sempurna kepada Allah.
2.        Menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada peserta didik. Islam adalah agama fitrah, Islam memandang bahwa tugas pendidikan adalah menguatkan fitrah kanak-kanak, menjauhkan diri dari kesesatan, dan tidak menyelewengkan dari kesucian dan kelurusannya.
3.        Menaruh perhatian pada kekuatan dan potensi generasi muda dan mendidik mereka sebaik-baiknya.
4.        Berusaha untuk menyeimbangkan segala kekuatan dan kesediaan-kesediaan manusia.
Sedangkan M. Athiyah al-Abrasyi menyimpulkan lima tujuan umum pendidikan islam, yakni:
a.    Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia
b.    Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan ahkirat
c.    Persiapan untuk mencari rizki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan
d.   Menumbuhkan roh ilmiah (scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (curiosity) dan memungkinkan ia mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu
e.    Menyiapkan pelajar dari segi profesionalisme, teknis dan perusahaan supaya ia juga dapat menguasai profesi tertentu agar dapat mencari rizki.
Sedangkan tujuan khusus pendidikan Islam yang dimaksudkan adalah penumbuhan dorongan agama dan akhlak yang tujuan-tujuannya antara lain:
1)        Memperkenalkan kepada generasi muda akidah Islam, dasar-dasarnya, asal-usul ibadah, dan tata cara melaksanakannya denga betul, dengan membiasakan mereka berhati-hati dan menghormati syiar-syiar agama
2)        Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri peserta didik terhadap agama termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak yang mulia
3)        Menambahkan keimanan kepada Allah pencipta alam, juga kepada malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, dan hari kemudian berdasarkan paham kesadaran dan keharusan perasaan
4)        Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambahkan pengetahuan dalam adab dan pengetahuan keagamaan agar patut mengikuti hukum-hukum agama dengan kecintaan dan kerelaan
5)        Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada al-Qur’an, membaca dengan baik, memahaminya, dan mengamalkannya
6)        Menumbuhkan krasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam dan pahlawan-pahlawannya dan mengikuti jejak mereka
7)        Menumbuhkan rasa rela, optimisme, kepercayaan diri, tanggung jawab, menghargai kewajiban, tolong menolong atas kebaikan dan takwa, kasih sayang, cinta kebaikan, sabar, perjuangan untuk kebaikan, memegang teguh pada prinsip-prinsip berkorban untuk agama dan tanah air, serta setia untuk membelanya
8)        Mendidik naluri, motivasi, keinginan generasi muda dan membentengi mereka menahan dan mengatur emosinya dan membimbingnya
9)        Menanamkan iman yang kuat kepada Allah pada diri mereka, menguatkan perasaan agama, menyuburkan hati mereka dengan kecintaan, zikir, dan takwa kepada Allah
10)    Membersihkan hati mereka dari dengki, iri hati, benci, kezaliman, egoisme, tipuan, perpecahan dan perselisihan.
Tujuan pendidikan Islam mempunyai cakupan yang sangat luas, baik secara meterial maupun secara spiritual. Tujuan pendidikan adalah melahirkan manusia-manusia yang beriman dan berpengetahuan, dan saling menunjang satu sama lainnya.

B.       Telaah Tujuan Pendidikan Nasional Pasal 3 Bab II UU RI Nomor 20 Tahun 2003
Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 dinyatakan bahwa “Pendidikan Nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.[11]
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003, bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.[12]
Pada dasarnya kedua rumusan tujuan pendidikan tersebut memiliki makna tujuan yang sama yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Yang dimaksud manusia Indonesia seutuhnya seperti yang tertera dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989, meliputi manusia-manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur (berakhlak mulia), memiliki pengetahuan dan keterampilan (berilmu), sehat jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap (cakap dan kreatif) dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Secara garis besar kriteria yang harus dipenuhi kaitannya dengan terciptanya manusia Indonesia seutuhnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, potensi material (jasmaniah) mencakup penguasaan pengetahuan dan keterampilan, jasmani yang sehat, dan tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. kedua, kriteria potensi immaterial (spiritual/ruhaniah) yang di ekspresikan dalam bentuk iman, taqwa, berbudi pekerti luhur, dan rohani yang sehat.[13]
Rumusan tujuan pendidikan tersebut merupakan cita-cita bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan. Cita-cita itu didasarkan atas pancasila sebagai super culture bangsa Indonesia. Di samping itu, pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia mengilhami tujuan pendidikan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai yang ingin diaktualisasikan dalam bidang pendidikan bersumberkan pada pancasila.[14]
Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 ditambah adanya unsur demokratis dimana setiap warga negara berhak untuk memperoleh pendidikan, berkesempatan memperoleh pendidikan, dan mempunyai hak serta kesempatan atas dasar kemampuan mereka.[15]
Rumusan tujuan pendidikan nasional no. 20 tahun 2003 ini sangat relevan ketika dikaitkan dengan tujuan pendidikan menurut falsafah pendidikan Islam, dimana untuk mengembangkan  potensi-potensi, baik jasmaniah maupun rohaniah, emosional maupun intelektual, serta keterampilan agar manusia mampu mengatasi problema hidup secara mandiri serta sadar dapat hidup menjadi manusia yang berfikir bebas untuk persiapan kehidupan dunia dan akhirat.[16] Pada intinya tujuan pendidikan nasional yang hendak dicapai adalah menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada peserta didik untuk persiapan kehidupan dunia dan akhirat, tujuan ini juga merupakan tujuan falsafah pedidikan Islam yang hendak dicapai.

 IV.            KESIMPULAN
Dari uraian yang cukup singkat tentang tujuan pendidikan dalam falsafah pendidikan Islam sebuah telaah kritis terhadap Tujuan Pendidikan Nasional Pasal 3 Bab II UU RI Nomor 20 Tahun 2003, dapat ditarik kesimpulan yang perlu digaris bawahi:
A.       Tujuan fasafah pendidikan Islam adalah memuat tujuan tertinggi, tujuan umum dan tujuan khusus. Tetapi pada dasarnya tujuan tujuannya adalah satu, yaitu menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada peserta didik untuk persiapan kehidupan dunia dan akhirat.
B.       Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003 Pasal 3 Bab II ini mempunyai dua butir utama, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia Indonesia seutuhnya dan adanya unsur demokratis bagi setiap warga untuk memperoleh pendidikan.
C.       Tujuan pendidikan dalam Falsafah Pendidikan Islam dengan tujuan Pendidikan Nasional Pasal 3 Bab II UU RI Nomor 20 Tahun 2003 pada intinya sama yaitu menumbuhkan potensi-potensi dan bakat-bakat asal pada peseta didik untuk persiapan kehidupan dunia dan akhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Hasniyati Gani, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Quantum Teaching, 2008
Al-Syaibany, Omar Mohammad At-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1975
Arifin, Muhamad, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996
Daradjat, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Ihsan, Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan komponen MKDK, Jakarta: Rineka Cipta, 2010
Junaidi, Mahfud, Paradigma Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001
Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: IKAPI, 1996
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011
Usman, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Teras, 2010


[1] Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), Cet. IX, hlm. 29-30
[2] Usman, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2010), hlm.123
[3] Muhamad Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. V, hlm. 119
[4] Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 406-407

[6] Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, hlm.412-413
[7] Hasniyati Gani ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Quantum Teaching, 2008), hlm. 28-29
[8] Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, hlm. 416-417
[9] Omar Mohammad At-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Terj. Hasan Langgulung, hlm. 422-424
[10] Hasniyati Gani ali, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 34
[11] Mahfud Junaidi, Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 202
[12] Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), Cet. IV, hlm. 8
[13] Mahfud Junaidi, Paradigma Pendidikan Islam,hlm. 205
[14] Mahfud Junaidi, Paradigma Pendidikan Islam, hlm. 202
[15] Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan komponen MKDK, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 165
[16] Chabib thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: IKAPI, 1996), hlm.101

Penciptaan Langit dan Bumi Perspektif Al Qur'an dan Sains


PENCIPTAAN LANGIT DAN BUMI PERSPEKTIF AL QUR’AN DAN SAINS
I.         PENDAHULUAN
Dalam berbagai ayat, Al Qur’an banyak memberikan indikasi tentang jagat raya dengan segala bagian-bagiannya (langit, bumi, segala benda lainnya yang muldimensional). Isyarat-isyarat itu menunjukkan bukti (istidlal) atas kekuasaan Allah yang tidak terbatas, ilmu dan hikmah (kemahabijaksanaan)Nya yang sangat sempurna dalam menciptakan jagat raya ini. Itu semua sebagai hujjah (argumentasi) terhadap orang-orang kafir, musyrik dan kaum skeptis, dan sekaligus mengukuhkan hakikat uluhiyah Allah, Rabb alam semesta.
Berangkat dari permasalahan di atas, makalah ini akan mengulas serta menyajikan pembahasan  langit dan bumi yang menjadi bukti atas kekuasaan Allah SWT yang merujuk pada ayat-ayat Al-Qur’an.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.       Bagaimana Penjelasan Q.S Al Baqarah ayat 117 dan Q.S At Thalaq Ayat 12 tentang Penciptaan Langit dan Bumi ?
B.       Bagaimana Penjelasan Q.S Al Imran Ayat 190 tentang Pergantian Siang dan Malam ?
C.       Bagaimana Penjelasan Q.S Al Anbiya’ Ayat 16 dan Q.S Shaad ayat 27 tentang Tujuan dan Hikmah Penciptaan Langit dan Bumi ?

III.   PEMBAHASAN
A.       Penciptaan Langit dan Bumi
ßìƒÏt/ ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ( #sŒÎ)ur #Ó|Ós% #XöDr& $yJ¯RÎ*sù ãAqà)tƒ ¼ã&s! `ä. ãbqä3uŠsù ÇÊÊÐÈ
“Allah pencipta langit dan bumi, dan bila dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya “jadilah” lalu jadilah ia”. (Q.S Al Baqarah:117).
Pada ayat sebelumnya (QS. Al Baqarah ayat 116), Allah SWT menafikan tuduhan orang-orang kafir dan musyrikin yang meragukan Kemahakuasaan-Nya hingga Allah dituduh memerlukan kehadiran seorang anak, maka pada awal ayat 117 ini Allah SWT menegaskan perihal Kemahakuasaan-Nya dengan menyatakan: “Badii’us samaawaati wal ardhi” (Pencipta langit dan bumi). Kata “badii‘ dalam bahasa Arab bermakna bukan hanya menciptakan tapi menciptakan sesuatu “tanpa” berpegang pada contoh yang ada sebelumnya. Ayat ini menegaskan bahwa tatkala Allah menciptakan langit dan bumi serta makhluk-makhluk Allah lainnya tidak terikat oleh ciptaan sebelumnya, dalam arti ciptaan tersebut “benar-benar baru” hanya dengan “Kun fa yakuun” Allah dalam menciptakan sesuatu dari yang semula tidak ada menjadi ada.
Kata badi’ juga menunjukkan penekanan artinya pada keindahan yang luar biasa dan sangat mengagumkan. Keindahannya ini mengandung keunikan tersendiri yang sangat menakjubkan dan belum pernah ada sebelumnya. Dengan demikian, arti yang terkandung di dalam ayat yang menggunakan kata badi’ (tak terkecuali dengan ayat ini), ialah keindahan alam semesta yang merupakan bentuk ciptaan Allah yang luar biasa sekali dan amat sangat mengagumkan. Keindahannya tidak mungkin tertandingi oleh ciptaan siapapun. Ia mengandung keunikan tersendiri yang belum pernah ada sebelumnya. Di samping itu ia juga dilengkapi dengan  dan keteraturan susunannya, yang semuanya berjalan menurut aturan yang telah ditetapkanNya. Sungguh, suatu anugerah yang tiada duanya.
Langit mulai diciptakan setelah terciptanya singgasana Tuhan (‘arsy). Langit dan bumi sangat kecil jika dibandingkan singgasanaNya, laksana sebuah titik di padang pasir. Kita tidak tahu bagaimana persisnya proses penciptaan langit itu. Namun, dengan jelas Al-Qur’an menjelaskan bahwasanya langit yang Dia ciptakan terdiri dari tujuh lapisan begitu pula dengan bumi. Sebagaimana Q.S At-Thalaq: 12 berikut ini:  
ª!$# Ï%©!$# t,n=y{ yìö6y ;Nºuq»oÿxœ z`ÏBur ÇÚöF{$# £`ßgn=÷WÏB ãA¨t\tGtƒ âöDF{$# £`åks]÷t/ (#þqçHs>÷ètFÏ9 ¨br& ©!$# 4n?tã Èe@ä. &äóÓx« ֍ƒÏs% ¨br&ur ©!$# ôs% xÞ%tnr& Èe@ä3Î/ >äóÓx« $RHø>Ïã ÇÊËÈ    
“Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya agar kamu mengetahui bahwasanya Allah maha Kuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah, ilmunya benar-benar meliputi segala sesuatu”. (Q.S At Thalaq: 12).
Pada ayat di atas,  hanya memastikan bahwa bumi menyerupai langit. Bila jumlah tingkatan langit ada 7, maka begitu pula dengan jumlah tingkatan bumipun juga ada 7.
Setelah para ilmuan menemukan bahwa bumi itu berbentuk bulat (menyerupai bola), mereka pun berpendapat bahwa isi dari perut bumi terdiri dari biji-bijian. Permukaan bumi juga diibaratkan kulit yang menutupi bumi dengan lapisan yang sangat tipis dibandingkan dengan bumi itu sendiri. Diantara dua tingkatan itu terdapat tingkatan ke-3 yaitu hiasan. Demikianlah para ilmuan abad 20 berkesimpulan bahwa bumi hanya terdiri dari tiga tingkatan.
Namun, teori tentang tiga tingkatan bumi di atas tidaklah bertahan lama disebabkan munculnya temuan-temuan baru tentang Ilmu Bumi. Setelah mengadakan uji coba baru-baru ini, tersingkaplah bahwa zat atau satuan yang ada di bumi merupakan suatu zat yang berkapasitas tinggi hingga mencapai 3.000.000 sekali tekanan terhadap permukaan bumi.
Kemudian berkembanglah berbagai pendapat. Para ilmuan dapat menjelaskan dengan baik dan jelas bagian-bagian dalam bumi. Jika melihat di bawah kulit bumi, kita akan mendapatkan tingkatan lain terdiri dari bebatuan yang terbakar yang merupakan penutup atau pelindung bebatuan kemudian, ada lagi tiga tingkatan lain yang berbeda, dilihat dari segi ketebalannya dan tekanan suhunya yang tinggi. Oleh sebab itu, para ilmuan mengklasifikasikan bumi terdiri dari 7 tingkatan, dan tidak mungkin lebih dari 7 tingkatan.
Dari 3 tingkatan bumi, kita mendapati kulit yang tipis kemudian dikelilingi oleh 4 hiasan yang bertingkat seperti jaring. Lalu terbentuklah semuanya menjadi 7 tingkatan. Tujuh tingkatan bumi memiliki perbedaan yang sangat jauh antara masing-masing tingkatan, baik dari segi susunannya, ketebalannya, suhu yang terdapat di sana, maupun satuan (zat) yang ada. Oleh sebab itu, tidak mungkin bisa dikatakan bahwa globe (bola bumi) hanya ada satu tingkat, seperti apa yang dipercayai pada zaman dahulu. Fakta sains juga telah menjelaskan bahwa lapisan dalam planet bumi memang terdiri atas tujuh lapis. Demikian pula dengan langit yang memiliki tujuh lapis atmosfer. Tepat seperti yang telah diungkapkanNya dalam ayat diatas.
Tujuh lapisan interior planet bumi itu ialah:
a.       Lithosphere/crust (0-60 km)
b.      Upper/shallow mantle/astenosfer (60-400 km)
c.       Transition region (400-650 km)
d.      Lower mantle (650-2890 km)
e.       Discontinuity (gutenberg) (2700-2890 km)
f.       Outer core (2890-5150 km)
g.      Inner core (5150-6378 km)
Sehingga dari keterangan di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa perkembangan terakhir para ilmuan yang menemukan bahwa bumi terdiri dari tujuh tingkatan tidaklah bertentangan dengan wahyu Allah SWT. Semua usaha yang diupayakan oleh para ilmuan dalam rangka menyelaraskan hasil penelitian mereka dengan fakta yang terungkap dalam Al-qur’an yang sudah ada sebelumnya.
Selain itu, ayat di atas juga menunjukkan tentang kebesaran Allah yang sungguh tidak ada yang bisa menandingiNya. Karena ternyata ayat ini sudah lebih dulu menyingkap fakta mengenai langit dan bumi. Tidak ada satu orang pun yang mampu mengalahkan ilmuNya, sebab ilmuNya mencakup segala sesuatu yang ada di bumi maupun di langit.     


B.       Pergantian Siang dan Malam
žcÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@øŠ©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tƒUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ  
“Sesungguhnya dalam menciptakan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”. (Q.S Al Imran:190).
Apabila merenungkan ayat diatas kita akan menemukan hubungan antara malam dan siang, langit dan bumi. Allah SWT mengajak orang-orang yang berakal dan para ilmuan untuk memikirkan ayat tersebut agar menemukan keagungan sang khalik, karena alam ini pasti ada yang mengatur yaitu Allah.
Peristiwa malam dan siang dengan gelap dan terangnya dianggap hal yang biasa dan wajar oleh kebanyakan manusia. Namun, segelintir orang tertentu terusik dan mencurahkan perhatian serta mendedikasikan hidupnya untuk menyibak rahasia malam dan siang, mereka itu adalah para astronom, astrifisikawan atau kosmolog. Bumi dapat saja selalu dalam keadaan malam tanpa siang. Bumi akan selalu ada dalam keadaan malam dan gelap jika posisi bumi cukup jauh dari matahari. Misalnya bumi nemempati posisi saturnus yang jaraknya terhadap matahari sekitar sepuluhkali jarak bumi matahari apalagi menempati posisi neptunus planet terluar dalam tata surya kita yang jaraknya sekitar tiga puluh kali jarak bumi sampai matahari.
Jika posisi bumi dari matahari cukup jauh, maka intensitas sinar matahari pada permukaan yang menghadap matahari tidak cukup besar untuk menjadikannya terang benerang. Jika posisi bumi dari matahari cukup dekat seperti venus dan merkurius maka intensitas sinar matahari cukup besar dan mengakibatkan bumi dalam selalu keadaan siang tanpa malam.
Dari uraian di atas, malam dan siang serta berlangsungnya kehidupan dimuka bumi menunjukkan bahwa jarak antara bumi sampai matahari adalah jarak ideal, tidak terlalu dekat juga tidak terlalu jauh.
Allah menjadikan salah satu dari sifat malam yaitu gelap, dan sifat siang yaitu terang. Allah menghapus tanda malam dan menetapkan tanda siang dengan terang. Saling bergantian antara siang dan malam pada separuh bumi adalah sangat penting. Pasalnya, semua gambaran kehidupan bumi tidak akan dapat ditanggung atau dilakukan dengan terus bekerja tanpa istirahat. Jika tidak demikian, niscaya akan hancur. Manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan membutuhkan waktu istirahat pada malam hari untuk mengembalikan kekuatan untuk beraktivitas pada siang hari. Sebaliknya, mereka mengambil aktivitas pada malam hari membutuhkan istirahat pada siang hari. Ini adalah penyusutan yang dapat dilihat pada atap dari lapisan-lapisan khusus berkaitan dengan memelihara bumi. Yaitu, yang dinamakan lapisan gas bumi. Lapisan ini menyusut pada malam hari dan membesar pada siang hari. Lapisan-lapisan meninggi pada malam hari untuk membiarkan sinar-sinar alam menembus kelapisan-lapisan bawah dari cover gas. Cahaya-cahaya sangat mematikan, tetapi takdir dan nikmat Allah kepada penduduk bumi menghapus cahayanya pada malam hari dan menetapkannya pada siang hari. Andai kata tidak karena itu, kehidupan ini tidak akan tegak dan tidaklah manusia dapat merasakan waktu dan hari. Sebagaimana firman Allah:
$uZù=yèy_ur Ÿ@ø©9$# u$pk¨]9$#ur Èû÷ütGtƒ#uä ( !$tRöqysyJsù sptƒ#uä È@ø©9$# !$uZù=yèy_ur sptƒ#uä Í$pk¨]9$# ZouŽÅÇö7ãB (#qäótGö;tGÏj9 WxôÒsù `ÏiB óOä3În/§
“kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari karunia dari Tuhanmu”. (Q.S Al Isra’: 12).

C.       Tujuan dan Hikmah Penciptaan Langit dan Bumi
$tBur $oYø)n=yz uä!$yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tBur $yJåks]÷t/ tûüÎ7Ïè»s9 ÇÊÏÈ  
“Dan tidaklah kami ciptakan langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya dengan bermain-main”. (Q.S Al Anbiya’: 16)
Dalam surat tersebut mengatakan bahwa Allah SWT menciptakan langit dan bumi juga segala yang ada di antara keduanya dengan tata aturan yang demikian rapi, indah, serta harmonis. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak bermain-main, yakni tidak menciptakannya secara sia-sia tanpa arah dan tujuan yang benar.
Seandainya penciptaan alam ini tanpa tujuan yang hak, itu berarti apa yang dilakukan Allah SWT menyangkut kehidupan dan kematian makhluk, serta penciptaan serta pemusnahannya, semua dilakukanNya tanpa tujuan. Tetapi, karena itu bukan permainan, bukan juga tanpa tujuan, pasti yang Maha Kuasa itu membedakan antara yang berbuat baik dan buruk, lalu memberi ganjaran balasan sesuai amal perbuatan masing-masing. Dan Allah SWT dalam  menciptakan langit dan bumi sudah barang tentu terdapat hikmah yang Allah sisipkan di dalamnya, sebagaimana firman Allah di bawah ini: 
$tBur $uZø)n=yz uä!$yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tBur $yJåks]÷t/ WxÏÜ»t/ 4 y7Ï9ºsŒ `sß tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. 4 ×@÷ƒuqsù tûïÏ%©#Ïj9 (#rãxÿx. z`ÏB Í$¨Z9$# ÇËÐÈ  
“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya tanpa hikmah yang demikian itu adalah anggapan-anggapan orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka”. (Q.S Shaad: 27).
Dr. Zaglul An Najjar mengatakan bahwa ada beberapa hal penting dari proses terbentuknya alam, di antaranya:
1.    Langit sangat luas dan lebar, penciptaannya sangat spektakuler, penuh rahasia, setiap bagian berhubungan dengan bagian yang lain. Di antara jarak yang jauh itu di penuhi gas hydrogen. Pada kumpulan gas tersebut berterbangan benda-benda kecil seperti debu dan bahkan sangat halus, yang merupakan zat kalsium, yodium, magnesium, besi dan uap serta zat-zat kimia lainnya. Begitu juga dengan bintang-bintang, planet dan lain-lain.
2.    Langit yang kita lihat sekarang ini memiliki bagian-bagian yang tidak terhitung banyaknya, berjalan pada peredarannya masing-masing, dan tidak pernah terjadi tabrakan antara yang satu dengan yang lainnya, padahal ada sekitar dua ratus liliar tempat peredaran.


IV.   KESIMPULAN
Dalil tentang penciptaan langit dan bumi terdapat QS. Al Baqarah ayat 117, yang menjelaskan tentang kekuasaan Allah yang dengan kebesaranNya telah menciptakan langit dan bumi dengan penuh keindahan dan keunikan yang sungguh luar biasa dan tiada ada yang menandinginya. Dalam surat At-Talaq ayat 12 menjelaskan bahwasanya langit yang Allah  ciptakan terdiri dari tujuh lapisan begitu pula dengan bumi, dan keterangan pada surat tersebut juga dibuktikan oleh para ilmuan pada abad 21.
Kemudian, dalam Surat Al-Maidah ayat  190 dan Al-Isra’ ayat 12 menjelaskan agar kita dapat menemukan hubungan antara malam dan siang, langit dan bumi. Allah SWT mengajak orang-orang yang berakal dan para ilmuan untuk memikirkan ayat tersebut agar menemukan keagungan sang khalik, karena alam ini pasti ada yang mengatur yaitu Allah.
Allah SWT dalam penciptakan langit dan bumi juga segala yang ada di antara keduanya dengan tata aturan yang demikian rapi, indah, serta harmonis. Ini menunjukkan bahwa Allah tidak bermain-main, yakni tidak menciptakannya secara sia-sia tanpa arah dan tujuan yang benar. Hal yang demikian, tertuang dalam Q.S Al-Anbiya’ ayat 16 dan Q.S Shad ayat 27.







DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahnya
Allam, Ahmad Khalid, Al Qur’an dalam Keseimbangan Alam dan Kehidupan, Jakarta: Gema Insani, 2005
Al-Math, Muhammad Faiz,  Keistimewaan-keistimewaan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, cet.3
Purwanto, Agus, Ayat-ayat Semesta Sisi-sisi Al Qur’an yang Terlupakan, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2008
Shehab, Magdy, Ensiklopedia Mukjizat Al Qur’an dan Hadits, Kairo: Sapta Sentosa, 2010, Jilid 8
......................., Ensiklopedia Mukjizat Al Qur’an dan Hadits, Kairo: Sapta Sentosa, 2010, Jilid 9
Shihab, M.Quraish, Tafsir Al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Sudarmojo, Agus Haryo, Menyibak Rahasia Sains Bumi dalam Al-Qur’an, Bandung: P.T Mizan Pustaka, 2008
Zar, Sirajuddin, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam Sains dan Al Qur’an, Jakarta: PT. Rajagravindo Persada, 1997