Saturday, September 15, 2012


BAB I
PENGERTIAN SEJARAH
DAN METODE SEJARAH PERADABAN ISLAM

1.      Pengertian Sejarah
Kata “sejarah” berasal dari kata bahasa arab “syajaratun” artinya pohon. Apabila digambarkan secara sistematik, sejarah hampir sama dengan pohon, memiliki cabang dan ranting, bermula dari sebuah bibit, kemudian tumbuh dan berkembang,lalu layu dan tumbang. Seirama dengan kata sejarah adalah silsilah, kisah, hikayat yang berasal dari bahasa arab.
Sejarah dalam dunia barat disebut histoire (Perancis), historie (Belanda), dan history (Inggris), berasal dari bahasa yunani, istoria  yang berarti ilmu. Sedangkan dalam bahasa arab disebut tarikh, berasal dari akar kata ta’rikh dan taurih yang berarti pemberi tahuan tentang waktu dan kadang kala kata tarikhus syar’i menunjukkan arti pada tujuan dan masa berakhirnya suatu peristiwa. Secara terminologis sejarah diartikan sebagi tindakan manusia dalam jangka waktu tertentu pada masa lampau yang dilakukan ditempat tertentu.
Sedangkan pengertian sejarah peradapan islam adalah keterangan mengenai pertumbuhan dan perkembangan peradapan islam dari satu waktu ke waktu lain, sejak zaman lahirnya islam sampai sekarang.[1]

2.      Metode Sejarah
Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.
Metode penggalian sejarah
Untuk menggali data yang valid berkaitan dengan sejarah, diperlukan metode penggalian sejarah yang akurat. Penggalian sejarah pada umumnya menggunakan metode lisan, observasi, dan dokumenter.
a.    Metode lisan (interview)
Dengan metode ini pelacakan suatu sejarah dilakukan dengan interview (wawancara).
b.    Metode observasi
Metode observasi dalah metode penelitian dengan pengamatan yang dicatat secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki.
c.    Metode dokumenter
Metode dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui data yang dapat dilihat secara langsung.
d.   Metode penulisan sejarah
e.    Metode diskriptif
Dengan metode ini ditunjukkan untuk menggambarkan adanya peradapan islam
f.     Metode komparatif
Metode ini merupakan metode yang berusaha membandingakan sebuah perkembangan peradapan islam dengan peradapan lainnya.
g.    Metode analisis sintetis
Metode ini dilakukan dengan melihat sosok peradapan islam secara lebih kritis, ada analisis dan bahasan yang luas serta kesimpulan yang spesifik.[2]

3.      Manfaat atau Urgensi Mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam
Sejarah memiliki nilai dan arti penting yang bermanfaat bagi kehiduapan umat manusia. Karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan dinamisme dan melahirkan nilai-niali baru bagi perkembangan kehidupan manusia. Pentingnya memahami sejarah peradapan islam tidak semata-mata untuk mengetahui tanggal, bulan, tahun dan abad suatu peristiwa peradaban islam dimasa lampau. Namun juga memahami realitas muslim untuk mengetahui suatu peristiwa peradaban islam.
Dengan mengkaji sejarah, dapat diperoleh informasi tentang aktifitas peradaban islam dari zaman Rasulullah sampai sekarang mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, kemunduran, dan kebangkitan kembali peradaban islam. Dari sejarah dapat diketahui segala ide, konsep, institusi, sistem, dan operasionalnya yang terjadi dari waktu ke waktu. Jadi, sejarah pada dasarnya tidak hanya sekedar memberi romantisme, tetapi lebih dari itu  merupakan refleksi histori. Dengan demikian, mempelajari sejarah peradaban islam dapat memberikan semangat back projecting theory untuk membuka lembaran dan mengukir kejayaan atau kemajuan peradaban islam yang baru dan lebih baik.
Sejarah peradaban Islam tidak hanya memiliki manfaat yang sangat besar dalam pembangunan dan pengembangan peradaban islam, namun dapat pula menyelesaikan probematika peradaban islampada masa kini. Disamping itu, dapat memunculkan sikap positif terhadap berbagai perubahan sistem peradaban islam.[3]























BAB II
JAZIRAH ARAB DAN TATA SOSIAL
MASYARAKAT JAHILIYAH

1.    Letak Jazirah Arab
Menurut bahasa,Arab artinya padang pasir, tanah gundul, dan gersang yang tidak ada air dan tanamannya. Jazirah Arab dibatasi laut  merah dan gurun Sinai di sebelah barat. Di sebalah timur dibatasi Teluk Arab dan sebagian besar negara Iraq bagian selatan. Disebelah Selatan di batasi Laut Arab  yang bersambung dengan lautan India. Dan di sebelah Utara dibatasi negeri Syam dan sebagian kecil dari negara Iraq. Luas Arab membentang antara satu juta mil sampai satu juta tiga ratus mil.
Jazirah Arab memiliki peranan yang sangat besar karena letak geografis. Sedangkan dilihat dari kondisi internalnya,  jazirah Arab hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala sudutnya. Karena kondisi seperti inilah yang membuat jazirah Arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang tidak memperkenankan bangsa asing untuk menjajah, mencaplok, atau menguasai bangsa Arab.[4] Penduduk daerah ini di namakan suku Badui yang mendiami daerah gurun pasir. Penduduk padang pasir ini mempunyai sifat berani, karena memang banyak mengalami kesulitan yang mengskibstksn keberanian tersebut. Tetapi keberanian ini sering disalahgunakan, diantaranya untuk memerangi penduduk yang menempati daerah subur. Sebab itu, sering terjadi peperangan merebutkan tempat-tempat subur di antara bangsa yang mendiami bangsa tersebut.[5]
Adapun keadaan Jazirah Arab bagian tepi, terdiri dari tanah yang subur karena curah hujan cukup, dan penduduknya bukanlah pengembara seperti suku Badui. Wilayah ini adalah Yaman, Hijaz, Oman, Hadramaut. Karena mereka menetap maka mereka berhasil menciptakan berbagai bentuk dari kebudayaan, mendirikan kerajaan-kerajaan, di antaranya adalah kerajaan Saba’ yang terkenel dengan ratunya yaitu ratu Bulqis, kerajaan Himyar Manadhirah, dan kerajaan Chassniyah. Sebagian besar daerah Arab adalah padang pasir sahara yang terletak di tengah dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena itu ia masih di bagi menjadi tiga bagian:
a.    Sahara Langit, menunjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat, di sebut jugasahara Nufud, Oase, dan mata air sangat jarang. Tiupan angin sering kali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar di tempuh.
b.    Sahara Selatan, yang membentangi, menyambung Sahara Langit ke timur sampai ke selatan Persia. Hampir seluruhnya merupakan daratan yang keras, tandus dan pasir bergelombang. Daerah ini juga disebut dengan ar-Rub al Khali (bgian yang sepi).
c.    Sahara Harrat, suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berdebu hitam bagaikan terbakar gugusan batu-batu hitam yang menyebar di keluasan sahara ini yang jumlahnya mencapai 29 buah.[6]
Hubungan bangsa Arab dengan dunia luar, Jazirah Arab terletak di benua yang mempertautkan daratan dan lautan. Sebelah barat laut merupakan pintu masuk ke benua Afrika, sebelah timur laut merupakan kunci untuk masuk ke benua Eropa dan sebelah timur merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa non-Arab, Timur tengah dan Timur dekat, terus membentang ke India dan Cina. Setiap Benua mempertemukan lautnya dengan Jazirah Arab dan setiap kapal laut berlayar tentu akan bersandar di ujungnya. Karena letak geografisnya seperti itu, sebelah utara dan selatan dari Jazirah Arab menjadi tempet berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar menukar perniagaan, peradaban, agama dan seni.

2.    Tata Sosial Masyarakat Jahiliyah
Di tilik dari silsilah keturunan dan cikal bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum bangsa Arab menjadi tiga bagian yaitu :
a.       Arab Ba’idah
Arab Ba’idah yaitu kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bisa di lacak secara rinci dan komplit, seperti Ad, Tsamud, Thasm, Jadis, Imlaq dan lain-lainnya.
b.      Arab Aribah
Arab Aribah yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub Yasyjub bin Qathan atau disebut Qathaniyah

c.       Arab Musta’rabah
Arab Musta’rabah yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan ismail yang disebut Arab Adhaniyah.
Tempat kelahiran Arab Aribah atau kaum Qathan adalah negeri Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa kabilah & suku yang dikenal dengan dua kabilah :
1)        Kabilah Himyar, yang terdiri dari beberapa suku terkenal yaitu Zaid Al- Jumhur, Qudha’ah & Sakasik.
2)        Kahlan, yang terdiri dari beberapa suku yang terkenal, yaitu Hamdan, Amnar, Thayyi, Madzhji, Kindah, Lakham, Judzam, Udz, Aus, Khazraj, dan anak keturunan Jafnah raja syam.[7]
Di Jazirah Arab, suku yang terkenal adalah suku Badui. Dalam budaya kesukuan Badui, organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu renteng komunikator yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syekh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga kesetiaan atau solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah/suku. Mereka suka berperang, karena itu peperangan antar suku seringkali terjadi. Akibat peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu, bahan-bahan sejarah Arab Pra islam sangat langka didapatkan di Dunia Arab dan Bahasa Arab. Ahmad Syalahi menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat diketahui dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama islam. Pengetahuan itu diperoleh melalui syair-syair yang beredar di kalangan para perawi syair. Dengan begitulah sejarah dan sifat masyarakat Badui Arab dapat diketahui. Antara lain bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam, dan juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan.[8]

3.    Agama Bangsa Arab Pra Islam
Bangsa Arab adalah bangsa pecinta syair. Penyair-penyair mereka sangat berpengaruh terhadap masyarakat. Tetapi karena sudah kemasukan faham kebendaan maka masyarakat mereka itu hanya memuja suku, kenikmatan dan kemegahan. Rakyat bangsa tersebut mempunyai kebiasaan pagelaran puisi yang diselenggarakan di pasar-pasar seperti Ukaz dan Zulmajz. Biasanya syair-syair atau puisi yang baik itu mereka gantungkan di ka’bah-ka’bah dan berhala kebesaran mereka.
Syair dan kultur keagamaan klan masih mempertahankan sebuah elemen kehidupan Badui. Sedikit atau banyak Badui Arab merupakan masyarakat Animis dan politheis, yang mana mereka meyakini bahwa seluruh obyek alam dan peristiwanya merupakan kehidupan roh yang dapat membantu atau menunggu manusia. Masyarakat Badui juga menyembah nenek moyang, bulan dan bintang, dan juga dewa-dewa yang berupa batu atau pohon besar yang menempati tempat-tempat keramat yang dijaga kesuciannya. Agama kerajaan dan konfederasi lainnya juga bersifat politheistik, keyakinan mereka mengekspresikan konsep-konsep yang lebih tinggi mengenai Tuhan, jagad raya dan alam semesta. Tempat tempat suci (Al-haram) dan kuil-kuil kerajaan diperuntukkan untuk penyembahan. Ka’bah misalnya, merupakan tempat suci sejumlah dewa yang memiliki susunan hirarki. Dewa-dewa ini tidak dikenali secara sederhana dengan alam, mereka dipahami sebagai pribadi yang khas yang terlepas dari kekuatan-kekuatan alamiah, sebagai wujud yang maha berkehendak dan berkuasa. Beberapa dewa mestilah dipuja dengan persembahan kurban. Dari sinilah Arab pra islam di namakan jahiliyah. [9]
Jahiliyah berasal dari kata Jahila-Yajhilu yang berarti bodoh atau tidak tahu, kemudian dalam struktur gramatikal bahasa Arab menjadi masdar yaitu jahiliyah berarti kebodohan, keterbelakangan. Kata jahiliyah muncul setelah datangnya islam, kata jahiliyah muncul dikarenakan beberpa tata sosial budaya bangsa Arab tidak sesuai dengan ajaran islam. Ada beberapa hal yang menjadi bukti untuk menjustifikasi bahwa mereka adalah jahiliyah menurut islam maupun etika sosial saat ini yaitu:
Kebiasaan membunuh anak perempuan karena takut lapar dan malu. Alasan mereka bahwa anak perempuan adalah biang dari petaka karena dari segi fisik perempuan lebih lemah daripada laki-laki, ketika lemah secara otomatis akan menjadi batu sandungan bagi sang ayah atau ketua kelompok dan tidak bisa diajak berperang.
Kebiasaan buruk lainnya adalah kebiasaan berperang sesuai karakteristik geografis yang panas, tandus, dan gersang akan membentuk karakter keras dan temperamental sehingga mudah terprovokasi dan terpecah belah.
Dalam hal kepercayaan bangsa Arab jahiliyah juga ditentang islam. Yaitu kebiasaan mereka menyembah sesuatu buatan mereka sendiri seperti patung, atau menyembah matahari dan benda-benda lainnya yang mempunyai kelebihan.[10]
























BAB III
KELAHIRAN ISLAM DAN PERJUANGAN NABI
DI MEKKAH

1.    Kelahiran yang Mulia dan Garis Keturunan yang Suci
Rasulullah Saw. di lahirkan pada hari senin tanggal 12 rabi’ulawwal tahun gajah (570 M). Hari itu adalah hari yanr paling membahagiakan sepanjang matahari terbit. Beliau adalah Muhammad Saw. bin Abdullah bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ayy bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Nasab Adnan berakhir pada Sayyidina Ismail bim Ibrahim alaihissalam.  
Ketika sang ibu telah melahirkan beliau Saw. Ia mengirim utusan kepada sang kakek untuk menyampaikan “ telah lahir seorang cucumu, laki-laki”. Abdul Muthalib datang menengoknya, Ia menggendongnya, membawanya memasuki ka’bah melakukan ibadah dan memanjatkan doa kepada Allah, menghaturkan pujian. Ia menamai cucunya dengan nama Muhammad. Ketika itu nama tersebut tergolong aneh, hingga membuat bangsa Arab merasa takjub. Sejumlah penulis besar tentang sirah dan pakar hadits telah meriwayatkan peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan yang muncul pada saat kelahiran Nabi yang suci. Di antara peristiwa-peristiwa tersebut adalah singgasana Kisra yang bergoyang-goyang hingga menimbulkan bunyi, jatuhnya empat belas balkonnya, surutnya danau Sawa, padamnya api Persia yang di sembah oleh rakyat Persia yang belum pernah padam sejak seribu tahun lalu.[11]
Sudah diketahui dengan pasti bahwa ayah Rasulullah yakni Abdullah bin Abdul Muthalib telah wafat pada waktu mudanya sebelum kelahiran beliau. Saat itu Abdullah sedamng dalam perjalanan bersama rombongan dagang dari Syam. Ia menderita menderita sakit di perjalanan. Ketika sampai di Yatsrib, kota pamannya Bani ‘Ad bin an Najjar, Ia menemui ajalnya. Ketika Muhammad mencapai usia enam tahun, ibunya membawanya pergi ke Yatsrib untuk memperkenalkannya kepada kakek-kakeknya di sana, juga mengunjungi makam suami tercinta Abdullah bin Abdul Muthalib. Dalam perjalanan pulang ke Mekkah, sang ibu menemui ajalnya di suatu tempat antara Mekkah dan Madinah yang bernama Al Abwa’.[12]

2.    Sebelum Masa Kerasulan
Setelah Aminah (ibu rasulullah) dan Abdulah, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya Abu Thalib.[13] Dalam usia muda Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambig penduduk Mekkah. Pada usia 12 tahun Muhammad menemani pamannya pergi berdagang ke Syiria. Dalam perjalanan ke Syiria Ia bertemu dengan seorang pendeta kristen yang bernama Buhaira yang meyakini Muhammad sebagai calon Rasul akhir zaman. Pendeta itu memberi nasehat kepada Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki daerah Syiria, sebab dikhawatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat kepadanya. Pada usia keduapuluhlima, Muhammad berangkat ke Syiria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam perdagangan ini, Muhammad memperolah laba yang besar. Khadijah kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksakan. Ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama yang masuk islam dan banyak membantu Nabi dalam perjaungan menyebarkan islam.[14]
Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35 tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakukan secara gotomg royong. Para penduduk Mekkah membantu pekerjaan itu dengan suka rela. Tetapi pada saat terakhir, ketika pekerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan hajar aswad di tempatnya semula, timbul perselisihan. Setiap suku merasa berhak melakukan tugas terakhir dan terhirmat itu. Perselisihan semakin memuncak, namun akhirnya para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk Ka’bah melalui pintu Syafa, akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini. Ternyata orang yang pertama itu masuk adalah Muhammad. Ia pun dipercaya manjadi hakim.

3.    Masa Kerasulan
Menjelang usianya yang keempat puluh, Dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari kegalauan masyarakat, berkontemplasi di gua Hira. Pda tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu yang pertama yaitu QS Al- Alaq 1-5. Dengan turunnya wahyu pertama ini, berarti Muhammad telah dipilih Tuhan sebagai Nabi. Dalam wahyu pertama ini, Dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama. Setelah wahyu pertama datang, kemudian selamg beberapa lama, wahyu yang kedua datang yaitu QS. Al-Muddatsir ayat 1-7 : “Hai orang yang berselimut, bangun dan beri ingatlah. Hendaknya engkau besarkan Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.[15] Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Yang di mulai dari keluarga (secara sembunyi-sembunyi), dan setalah itu secara terang-terangan.
a.     Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Rasul menampakkan Islam pada mulanya kepada orang yang paling dekat dengan beliau, keluarganya dan sahabat-sahabat karib beliau. Assabigunal Awwalun adalah sebutan bagi orang-orang yang terdahulu dan yang pertama masuk Islam. Mereka adalah istri beliau (Khadijah binti Khuwailid), Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar As Syiddiq. Selain itu beberapa orang yang masuk Islam berkat seruan Abu Bakar, yaitu Utsman bin Affan, Az-Zubair bin Al Awwan al Asadi, Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidillah At Taimi. Mereka ini yang disebut   Assabigunal Awwalun. Mereka masuk islam secara sembunyi-sembunyi, Rasulullah menemui mereka dan mengajarkan agama secara kucing-kucingan. Selama 3 tahun dakwah masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Selama waktu itu telah terbentuk sekelompok orang-orang mukmin yang senantiasa menguatkan hubungan persaudaraan dan saling bahu membahu. Penyampaian dakwah terus dilakukan, hingga turun wahyu yang mengharuskan Rasul Saw. berdakwah secara terang-terangan.[16]
b.    Dakwah secara Terang-terangan
Nabi Muhammad melajukan dakwah secara terang-terangan setelah beliau mendapat wahyu dari Allah yaitu QS.Al Hijr : 94 “ Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”.[17] Langkah dakwah seterusnya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Setelah dakwah secara terang-terangan itu, pemimpin quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Semakin bertambahnya jumlah pengikut nabi semakin keras tantangan dilancarkan kaum quraisy.
Menurut Ahmad Syalaby ada lima faktor yang mendorong orang quraisy menentang seruan Islam itu. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
1)      Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.
2)      Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan quraisy.
3)      Para pemimpin quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan dan pembalasan di akhirat.
4)      Taqlid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab.
5)      Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rizqi.
Banyak cara yang ditempuh para pemimpin quraisy untuk mencegah dakwah nabi Muhammad. Pertama-tama mereka mengira bahwa kekuatan nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani. Karena itu mereka menyusun siasat bagaimana melepaskan hubungan nabi dengan Abu Thalib. Merasa gagal dengan cara ini kaum quraisy kemudian mengutus Walid ibn Mughirah dengan membawa Umarah ibn Walid, seorang pemuda gagah dan tampan untuk dipertukarkan dengan nabi Muhammad. Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib. Untuk kali berikutnya mereka langsung kepada nabi Muhammad. Mereka mengutus Utbah ibn Rabiah, seorang ahli terotika, untuk membujuk nabi. Mereka menawarkan tahta, wanita, dan harta asal nabi Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak nabi Muhammad.
Setalah cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum quraisy gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Kekajaman yang dilakukan oleh penduduk Makkah terhadap kaum Muslimin itu, mendorong nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya keluar makkah.[18]





















BAB IV
HIJRAH NABI
ISLAM DI MADINAH DAN PIAGAM MADINAH

1.    Hijrah dan Perjalanan Nabi ke Madinah (Yatsrib)
Setalah peristiwa isra’ mi’raj’ ada suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke Madinah. Yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, suku ‘Aus dan Khazraj yang merindukan perdamaian dan berharap Islam dapat mempersatukan mereka. Kedua, pada tahun kedua belas kenabian delegasi Yatsrib, terdiri dari sepuluh orang suku khazraj dan dua orang suku ‘Aus serta seorang wanita menemui Nabi di suatu tempat bernama Aqabah menyatakan ikrar kesetiaan Aqobah pertama[19]. Adapun isi dari ikrar tersebut adalah:
a.       Tidak akan mempersekutukan Allah dengan apapun
b.      Tidak akan mencuri
c.       Tidak akan berzina
d.      Tidak akan membunuh anak
e.       Tidak akan membuat-buat kedustaan pada Nabi baik di hadapan Beliau atau tidak
f.       Dan tidak akan mendurhakai Beliau dalam perkara yang ma’ruf[20].
Ketiga, pada musim haji berikutnya, jamaah haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang, 62 orang dari Khazraj dan 11 orang dari Aus. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada Nabi agar berkanan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala macam ancaman. Nabipun menyetujui Aqobah kedua. Tatkala gejala-gejala kemenangan di Yatsrib (Madinah) Nabi menyuruh pada sahabatnya untuk pindah kesana. Dalam waktu 2 bulan hampir semua kaum muslim, kurang lebih 150 orang, telah meninggalkan kota Mekkah untuk mencari perlindungan pada kaum muslimin yang baru masuk di Yatsrib. Kaum Quraisy sangat terperajat, mereka mengetahui bahwa Nabi melakukan perjanjian dengan kaum Yatsrib sehingga mereka khawatir kalau Muhammad dapat bergabung dengan pengikut-pengikutnya di Mekkah dan dapat membuat markas yang kuat disana. Permasalahannya bukan hanya menyangkut soal agama saja, tapi juga menyinggung soal ekonomi yang mungkin saja mengakibatkan kehancuran perniagaan dan kerobohan rumah tangga mereka.
Setelah melihat dampak yang sangat besaryang dapat merugikan ekonomi dan perniagaan mereka, naka mereka melakukan sidang untuk menentukan tindakan apa yang harus mereka lakukan. Setelah melakukan persidangan akhirnya jalan satu-satunya adalah dengan membunuh Nabi Muhammad. Pikiran ini mereka anggap paling aman, karena itu mereka siapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Pada suatu malam, waktu mereka mengetahui bahwa Muhammad berada di rumahnya, maka mereka mengirim pemuda-pemuda pilihan untuk mengepung rumahnya dan bersiap untuk menyerbu dan membunuh Muhammad bilamana para penduduk telah tidur nyenyak. Akan tetapi perundingan dan komplotan mereka sudah di sampaikan oleh Allah kepada Nabi, Allah memerintahkan Nabi hijrah ke Yatsrib. Nabi memberi tahukan akan hal ini kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar meminta pada Nabi agar diizinkan menemani beliau dalam perjalanan ke Yatsrib. Nabi setuju, dan kemudian Nabi menyuruh Ali bin Abu Thalib menempati tempat tidur beliau, supaya kaum Musyrikin mengira bahwa beliau masih tidur.         
Dalam perjalanan ke Yatsrib Nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang  jaraknya sekitar 5 km dari Yatsrib, Nabi istirahat beberapa hari lamanya. Beliau menginap di rumah Kalsum ibn Hindun. Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang di bangun Nabi sebagai pusat peribadatan. Setelah masjid berdiri turunlah perintah Allah untuk mendirikan sholat jum’at. Pada saat khutbah jum’at, Rasulullah menyampaikan empat hal yang di hari kemudian menjadi dasar utama Piagam Madinah. Empat hal tersebut adalah :
1)      Al-Adallah al-insaniyah (Perikemanusiaan)
2)      Asy-Syura (Permsyawaratan)
3)      Al- Wahdat al-Islamiyah (Persatuan Islam)
4)      Al-Ukhuwat al-Islamiyah (Persaudaraan Islam)
Semantara itu’ penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangan Nabi. Ketika Nabi memasuki Yatsrib penduduk kota ini mengelu-elukan kedatangan Beliau dengan penuh kegembiraan. Sejak itu sebagai pernghormatan terhadap Nabi nama kota Yatsrib dinubah menjadi Madinatul Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar keseluuhb dunia.

2.    Pendidikan Islam di Madinah
Orang-orang Islam memeluk agama Islam dengan hati yang ikhlas, serta dengan tulus membantu Nabi dalan menyiarkan agama Islam. Matahari Islam pun bersinar di atas langit bersih kota Madinah dan cahayanya mulai memancar luas. Salah satu hasil pertamanya adalah keadaan perang yang telah lama mencekam dua kabilah Aus dan Khazraj berubah menjadi keadaan damai dan persahabatan. Perlahan-lahan kabilah-kabilah di wilayah Madinah pun memeluk agama Islam. Undang-undang Allah pun di wahyukan dan kemudian di wujudkan serta dipraktekkan satu demi satu.
Orang-orang Muslim yang tinggal di Mekkah dan berangsur-angsur pindah ke Madinah di kenal sebagai kaum Muhajirin (mereka yang hijrah) dan orang-orang Muslim di Madinah di kenal sebagai kaum Anshor (penolong). Adapun titik tekan pendidikan Islam pada periode Madinah adalah:
a)      Pembentukan dan Pembinaan masyarakat baru, menuju kesatuan sosial polotik. Dalam hal ini Nabi melaksanakan pendidikan sebagai berikut:
v  Nabi mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertengkaran antar suku, dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka.
v  Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi menganjurkan kepada kaum muhajarin untuk usaha dan bekerja sesuai dengan kemampuannya.
v  Menjalin kerjasam dan tolong menolong dalam membentuk tata kehidupan masyarakat yang adil dan makmur.
v  Shalat jum’at sebai media komunikasi seluruh umat Islam.
b)      Pendidikan sosial dan kewarganegaraan. Pendidikan ini dilaksanakan melalui:
v  Pendidikan Ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin.
v  Pendidikan kesejahteraan sosial dan tolong menolong.
v  Pendidikan dan kesejahteraan keluarga kaum kerabat.
c)      Pendidikan anak dalam Islam antara lain:
v  Agar kita selalu menjaga diri dan anggota keluarga dari api neraka.
v  Agar jangan meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya menghadapi tantangan hidup.
v  Orang yang di muliakan Allah adalah orang yang berdoa agar di karuniai keluarga dan anak keturunan yang menanangkan hati.
Adapun bentuk-bentuk pendidikan anak dalam Islam sebagaimana di gambarkan dalam surat Luqman ayat 13-19 sebagai berikut: 1) Pendidikan tauhid, 2) Pendidikan sholat, 3) Pendidikan sopan santun dalam keluarga, 4) Pendidikan sopan sontun dalam masyarakat, 5) Pendidikan kepribadian.
d)     Pendidikan Hankam Dakwah Islam
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, Beliau segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat sholat juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebaga tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang di hadapi. Masjid pada masa Nabi bahkan juga berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Dasar kedua, adalah ukhuwag Islamiyah, Persaudaraan sesama Muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan Anshor. Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Dalam hijrah Nabi ke Madinah inilah puncak kejayaan Islam pada zaman Rasulullah Saw[21].

3.    Konstitusi Madinah
Langkah politik berikutnya yang beliau lakukan adalah membuat kesepakatan antar berbagai fraksi yang ada di Madinah. Kesepakatan itu dikenal dengan al-Shahifa al Madinah atau piagam Madinah (Madeena Charter). Ini merupakan konstitusi pertama negara muslim. Setelh Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, Beliau memandang pelu untuk mengatur hubungan dengan orang-orang non-muslim. Dalam hal itu bertujuan menciptakan suasana aman, damai dan tentram dengan mengatur wilayah dalam satu arahan. Maka Beliau menyusun undang-undang toleransi yang belum pernah ada di dunia yang penuh dengan fanatisme kesukuan waktu itu.
Latar belakang lahirnya pakta ini adalah kondisi daerah itu sebelum peristiwa hijrah. Sejak lama yatsrib dicekam konflik yang berkepanjangan antar suku. Dua suku yang paling besar, Aus dan Khazraj bermusuhan sejak lama dan sering terjadi konflik berdarah. Penduduk yatsrib meminta Nabi untuk hijrah ke yatsrib antara lain agar beliau dapat menciptakan perdamaian dan ketentraman di Madinah. Oleh karena itulah, kemudian tidak lama setelah sampai di Madinah Nabi Muhammad saw mengumpulkan para pemimpin Madinah untuk merumuskan suatu kesepakatan politik yang belakangan ini dikenal sebagai ”piagam madinah” ini lah dokumen politik yang diletakkan oleh Nabi Muhammad saw di Madinah sejak 14 abad silam. Dokumen tersebut menetapakan prinsip-prinsip konstitusi negara modern, seperti kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, tentang perlindungan harta dan jiwa anggota masyarakat, dan larangan orang melakukan kejahatan. Mereka juga berkewajiban mempertahankan kota ini dan mengusir setiap serangan yang datang dari luar. Mereka harus bekerja sama antara sesama mereka guna menghormati segala hak dan kebebasan yang sudah disepakati bersama.
Suku-suku yahudi turut menandatangani kesepakatan ini dan terikat dengan setiap isi perjanjian itu. Rumusan Piagam Madinah adalah sebagai berikut:
a.       Umat Islam adalah umat yang satu, berdiri sendiri dalam bidang akidah, politik, sosial dan ekonomi, tidak tergantung kepada masyarakat lain.
b.      Semua warga sederajat dalam hak dan kewajiban. Hubungan mereka di dasarkan pada persamaan dan keadilan.
c.       Setiap komunitas diikat dalam kesamaan iman. Antara warga satu komunitas dan komunitas lain tidak diperkenankan saling berperang, tidak boleh membunuh dalam rangka membela orang kafir, atau membela orang kafir dalam memusuhi warga komunitas muslim.
d.      Untuk memperkuat persaudaraan dan hubungan kemanusiaan diantara umat Islam, warga muslim menjadi pelindung bagi warga muslim lainnya.
e.       Orang Yahudi yang menyatakan setia terhadap masyarakat Islam harus dilindungi. Mereka tidak boleh dianiaya dan diperangi.
f.       Apabila ada golongan lain yang bersekutu dengan Islam dalam berperang, maka umat Islam harus saling tolong menolong dengan mereka.
g.      Jika terjadi konflik atau perselisihan yang tidak dapat dipecahkan dalam musyawarah, maka penyelesaiannya diserahkan kepada Nabi Muhammad saw.
h.      Semua kesalahan ditanggung sendiri, seseorang tidak di perkenankan mempertanggung jawabkan kesalahan teman (sekutu)-nya[22].



























BAB V
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA
KHULAFAURRASYIDIN

Istilah Al Khulafa’ Ar-rasyidin berasal dari sebuah riwayat yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw. dalam riwayat tersebut dikatakan bahwa nabi Muhammad saw bersabda: “Umatku akan terpecah-pecah menjadi 73 golongan, semuanya akan ditempatkan di neraka, kecuali satu golongan saja. Apa yang satu golongan itu ? Tanya seorang sahabat. Nabi saw menjawab: “kelompok ahlussunah wal jamaah”. Sahabat bertanya lagi:” siapakah mereka ? “nabi saw menjawab:”mereka yang taat pada sunahku dan sunah al-khulafa’ ar rasyidin. “al-khulafa’ ar rasyidin bermakna pengganti-pengganti Rasul yang cendekiawan. Adapun pencetus nama al-khulafa’ ar rasyidin adalah dari orang-orang muslim yang paling dekrat dari Rasul setelah meninggalnya beliau. Mengapa demikian, karena mereka menganggap bahwa empat tokoh sepeninggal Rasul itu orang yang selalu mendampingi rasul ketika beliau menjadi pemimpin dan dalam menjalankan tugas[23]. Khalifah adalah pemimpin yang diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan[24]. Adapun keempat Khulafa’ ar rasyidin tersebut yaitu:
1.      Abu bakar ash shidiq (11-13 H/632-634 M)
Abu bakar adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan tua. Beliau selalu setia menemani rasulullah sejak masuk Islam sampai rasul wafat. Beliau juga selalu terlibat dalam semua peristiwa yang dialami Rasulullah. Pada perang tabuk Abu bakar menyedekahkan semua hartanya untuk bekal pasukan Islam. Sedangkan panji Islam dalam perang ini berada di tangannya. Banyak sahabat yang masuk Islam melaluinya. Diantaranya Utsman bin Affan, Zubair bin awwam, dan Abdur rahman bin Auf. Dan membebaskan sejumlah budak seperti Bilal bin Rabbah, Amir bin Fuhairah, Zanirah dan yang lainnya.
Setelah Rasul meninggal, orang-orang anshor merasa bahwa mereka sangat membutuhkan pemilihan seorang khalifah yang mengatur masalah-masalah dan urusan-urusan mereka di Madinah. Maka mereka segera berkumpul di Saqifah bani saidah dan melakukan musyawarah. Dalam musyawarah itu mereka sepakat untuk memilih Sa’ad bin Ubaidah. Kaum Muhajirin mengetahui apa yang dilakukan oleh kaum Anshor, maka Abu bakar, Umar dan Zubair datang menemui mereka. kemudian Abu Bakar berpidato:”sesungguhnya orang-orang arab tidak mengetahui kekuasaan ini kecuali orang-orang quraisy”. Setelah itu, Umar maju dan membaiat Abu Bakar yang kemudian di baiat oleh semua yang hadir di Saqifah.
Masa pemerintahan Abu Bakar hanya berkisar 2 tahun 3 bulan. Namun masa pemerintahannya penuh dengan aksi-aksi yang agung. Diantaranya:
a.       Pemberangkatan pasukan Usamah bin Zaid dalam Ekspedisi ke Romawi yang tertunda karena wafatnya Nabi saw.
b.      Perang melawan orang-orang murtad.
c.       Perang Yamamah.
d.      Penaklikan Islam, di wilayah timur (Persia) berhasil membuka hirah serta beberapa kota di Irak. Diantaranya, Anbar, Daumatul jandal, faradh dan yang lainnya. Di wilayah barat Abu Bakar mengirim pasukan ke Damaskus, Palestina, Yordania, dan Hims.
e.       Permulaan perang Yarmuk (13 H/634 M).
f.       Penghimpunan Al-Qur’an (12 H/633 M)[25].

Kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar, sama sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral: kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif berpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintah, khalifah juga melaksanakanl. Meski demikian, seperti juga Nabi, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah[26].
2.      Umar bin Khatab (13-23 H/634-644 M)
Umar bin khatab nama lengkapnya adalah Umar bin Khatab bin Nufail keturunan Abdul Uzza al quraisyi dari suku adi, salah satu yang terpandang mulia. Umar di lahirkan di Makkah empat tahun sebelum kelahiran nabi saw. umar masuk Islam pada tahun ke lima setelah kenabian dan menjadi salah satu sahabat terdekat nabi[27]. Umar merupakan salah satu sahabat yang selalu dimintai pertimbangan-pertimbangannya oleh Rasulullah. Bahkan tidak jarang wahyu turun memperkuat pandangan-pandangannya. Umar di anggap sebagai sahabat Rasukl kedua setelah Abu Bakar. Pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash shidiq dia menjadi penasehat dan tangan kanannya.
Tatkala Abu Bakar merasa bahwa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah, beliau memilih Umar bin Khatab sebagai pengganti beliau. Beliau meminta pertimbangan sahabat-sahabat senior, mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar. Kemudian beliu membaiat Umar yang kemudian diikuti oleh kaum muslim[28].
Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasan) pertama terjadi ibu kota Syiria, Damaskus, Mesir, Irak, Iskandaria, Al qodisiyah, Al madain, Masul. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi jazirah arabia, palestina, syiria, sebagian besar wilayah persia, dan mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara. Administrasi pemerintahan di atur menjadi delapan wilayah privinsi, beberapa departement di dirikan. Pada masanya mulai di atur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan di dirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dan eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, Umar juga mendirikan Bait al Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijiriah[29]. Hasil kerja pemerintahan Beliau adalah
a.       Khalifah Umar adalah orang pertama yang menggelari dirinya Amirul Mukminin.
b.      Beliau adalah orang pertama yang membentuk kantor atau kementrian.
c.       Beliau adalah orang pertama yang membuat penanggalan Islam dengan menjadikan awal hijrah Rasul sebagai awalnya.
d.      Umar melakukan perluasan Masjidil Haram[30].


3.      Utsman bin Affan (23-35 H/ 644-656 M)
Utsman bin Affan lahir di Thaif tahun 576 M, yaitu enam tahun sesudah peristiwa gajah (Al Fail), Ia naik menjabat khalifah pada usia 70 tahun dan berkuasa dua belas tahun (23-35 H/ 644-656 M) dan meninggal pada usia 82 tahun. Pemilihan terhadap dirinya berlangsung pada penghujung bulan dzulhijjah tahun 23 H/ 644 M dan di resmikan pada awal Muharram 24 H/644 M[31]. Melalui pemiliham umum yang diketuai Abdurrahman bin Auf.
Perluasan Islam di masa Utsman dapat di simpulkanpada dua bidang:
a.     Menumpas pendurhakaan dan pemberontakan
Setelah Umar berpulang ke rahmatullah ada daerah-daerh yang mendurhaka kepada pemerintahan Islam. Daerah-daerah yang mendurhaka itu terutama ialah Khurasan dan Iskandariah. Pemberontak di Khurasan dicetuskan oleh pendukung-pendukung pemerintahan yang lama. Adapun kota Iskandariah, telah di serang kembali oleh bangsa Romawi.
Pemberontakan-pemberontakan ini dapat di tumpas oleh Utsman. Utsman mengirim ke Khurasan dan Iskandariah tentara yang besar jumlahnya dengan perlengkapan yang cukup. Bala tentara ini dapat menghancurkan kaum pemberontak, serta dapat mengembalikan keamanan dan ketentraman dalam daerah tersebut.

b.    Melanjutkan perluasan Islam ke daerah-daerah yang telah terhenti perluasan Islam pada masa Umar.
Perluasan Islam boleh dikatakan  meliputi semua daerah yang telah dicapai balatentara Islam di masa Umar. Perluasan ini di masa Utsman telah bertambah dengan perluasan ke laut. Kaum Muslimin telahmempunyai angkatan laut. Di masa Utsman, Barqah, Tropoli barat dan bagian selatan negeri Nubah telah masuk dalam wilayah Islam. Kemudian negeri-negeri Armenia dan beberapa bagian Thabaristan, bahkan kemujuan tentera Islam telah melampaui sungai jihun (Amu Daria). Negeri-negeri Balkh (Baktria) Harrah, Kabul dan Ghaznah di Turkistan juga telah diduduki kaum Muslimin[32].

Tapi khalifah Utsman bin Affan tidak seperti khalifah sebelumnya, khalifah Utsman bin Affan tidak mampu memenuhi harapan semua golongan. Kepribadian Utsman tidak sekuat khalifah-khalifah sebelumnya. Utsman tidak mampu menghindar dari kecenderngan nepotisme yang dilakukan oleh kelompok bani Umayah.
Karya-karya yang dapat dipersembahkan Khalifah Utsman bin Affan selama masa baktinya adalah pertama ialah berhasil ditaklukkannya Armenia dan pulau-pulau di Laut Tengah, termasuk Cyiprus. Demikian pula Persepolis, ibu kota Persia berhasil ditaklukkan. Hasil karya besar kedua dari khalifah Utsman adalah keberhasilannya melakukan kodifikasi Qur’an. Dengan kodifikasi itu maka semua naskah atau mushaf Qur’an terdahulu dimusnahkan agar tidak membingungkan umat islam dalam mengkaji Qur’an. Karya besar kodifikasi Qur’an itu diserahkan tanggung jawab penanganannya kepada Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia. Dengan karya itu pula, berhasil dipersatukan jumlah qiroat atau dialek, yaitu cara bacaan, yang semula ada tujuh dialek (qiroat sab’ah). Ketujuh qiroat adalah Quraisy, Yaman, Jurkum, Huwazin, Kudaah, Tamim dan Tajik. Hal ini disebabkan dalam kodifikasi versi utsman digunakan qiroat Quraisysebagai qiroat standar, yang akhirnya dikinal sebagai mushaf Utsmani. Mushaf itu digunakan empat kali, yang masing-masing dikirimkanke Mesir, Damaskus, Bagdad, dan Madinah[33].    
4.      Ali bin Abi Thalib
Sahabat Ali bin Abi Thalib masuk Islam paling dini, sejak masih berusia 6 tahun, di kala wahyu untuk pertama kali diterima Rasul, kini telah berusia 52 tahun. Panitia pemilihan telah memilihnya untuk menjadi khalifah keempat. Namun Thalhah maupun Zubair tidak berpihak padanya karena keduanya menuduh Ali bin Abi Thalib ada belakang pembunuhan terhadap khalifah Utsman[34]. Langkah awal pemeritahan Ali adalah memecat para gubernur yang sewenang-wenang yang di angkat oleh Utsman, termasuk salah satunya adalah Muawiyah di Syam. Ia juga menarik tanah yang oleh Utsman dihadiahkan kepada para pendukung dan hasil tanah tersebut diserahkan ke kas negara. Di sampingkan itu, Ali berusaha kembalikan pemerintahan Islam seperti masa Umar. Selain itu, Aisyah bersama Thalhah dan Zubair meminta Ali segera mencari dan menghukum para pembunuh Utsman. Pada tanggal 9 Desember 656 terjadi peperangan antara Ali dan Aisyah, Ali berperang dan barhasil mengalahkan pasukan Aisyah, dan Aisyah pun tertangkap oleh pasukan Ali. Ali dengan penuh hormat memulangkan Aisyah ke Madinah seperti biasa dilakukan terhadap seorang “ibu negara”. Pertempuran tersebut dikenal dengan perang Jamal. Setelah itu,  akhirnya Ali memindahkan ibu kota dari Madinah ke Kufah (januari 657 M), dikarenakan para pengikut Ali yang paling banyak berada di Kufah.
Pada tanggal 26 juli 657 juga terjadi pertempuran besar antara pendukung Ali melawan pendukung Muawiyah, di Siffin. Dalam literatur Islam peristiwa itu dikenal sebagai fitnatul kubra (bencana besar), yang tidak lain adalah perang saudara besar. Pada saat perang Siffin, terjadi adu taktik dan kelicikan.Atas usulan Amr ibn al-Ash, Muawiyah menawarkan perdamaian dengan mengangkat Al Qur’an, akhirnya perang berhenti, peristiwa ini disebut dengan peristiwa tahkim. Kelompok Ali yang menentang kebijakannya untuk berhenti perang disebut Khawarij di bawah pimpinan Abdullah ibn Wahab al-Rasyibi. Sedangkanorang yang mengikuti Ali yang kemudian mengagungkan khalifah Ali disebut sebagai Syi’atu Ali (pengikut Ali) yang kemudian di kemudian hari di kenal dengan kelompok Syi’ah. Tahkim tersebut gagal total akibat tipu muslihat dari Amr yang di catat Muir kutip sabda Nabi “what is war but a game of deception[35].
Di tahun 661 M khalifah Ali tewas terbunuh dengan pedang beracun. Pelakunya bernama Abdul Rahman bin Muliam, seorang pengikut fanatik kelompok khawarij, yang menganggap Ali bersikap lemah menghadapi lawan. Segera setelah itu kelompok Syiah membaiet Hasan, putra tertua Ali menjadi khalifah.Ternyata Hasan menolak jabatan itu dengan maksud untuk mencegah berkecamuknya lagi perang saudara. Untuk itu Dia mengajukan sejumlah persyaratan. Ada lima butir persyaratan yang harus di setujui Muawiyah untuk menduduki jabatan itu sebagai berikut:
a.     Muawiyah tidak akan membenci bangsa Irak yang merupakan pendukung Ali.
b.    Muawiyah akan menjamin keamanan pengikut Ali dan memaafkan semua kesalahan mereka.
c.     Pajak negeri Ahwaz di kawasan Persia diserahkan kepada pihak Ali.
d.    Pihak Umayah harus memberi uang kompensasi kepada Husen, adik Hasan sebesar dua juta dirham.
e.     Hak Bani Hasyim dalam penghasilan negara lebih besar dibanding untuk Bani Syam[36].


























BAB VI
PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH DAN KEMAJUAN
YANG DI CAPAI

Sebelum menduduki jabatan khalifah, Muawiyah bin Abu Sufyan telah menjabat sebagai Gubernur di Syiria, menggantikan saudaranya Yazid bin Abi Sufyan pada masa khalifah Umar bin Khattab. Setelah terjadi tragedi pembunuhan atas khalifah Utsma bin Affan, Ali bin Abi Thalib dibaiat oleh masyarakat Madinah sebagai khalifah menggantikan Utsman. Muawiyah menolak pembaiatan ini dengan alasan Ali terlibat dalam tragedi pembunuhan Utsman dan menuntut balas darahnya. Setelah jabatan di peroleh dengan rekayasa politik dan pedang, dan situasi negara di nilai stabil, Muawiyah mulai menyusun rencana besar mengadakan ekspansi keluar wilayah Syiria. Kemudian ekspansi tersebut dilanjutkan oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul Malik dan Hisyam bin Abdul Malik.
1.      Muawiyyah bin Abi Sufyan, Khalifah 1 (40- 60 H/ 660- 680 M)
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa tindakan pertama yang diambil Muawiyyah pada awal kekhalifahannya adalah berkonsentrasi penuh untuk memulihkan keamanan dan stabilitas dalam negeri. Delapan tahun kemudian,  awal tahun  48 H/ 668 M, Muawiyah mulai menyiapkan ekspansinya. Sasaran pertama dalam ekspansi ini adalah Ibukota  imperium Romawi, Konstantinopel, yang dikenal juga dengan Imperium Bizantium. Ini merupakan eskpansi kedua umat Islam. Ekspansi pertama keibukota konstantinopel dilakukan oleh khalifah Utsman bin Affan.
Ekspansi pertama dan kedua di atas gagal. Padatahun  50 H / 670 M di bawah komando Panglima Uqbah bin Nafi’,  Tripoli dapat dikuasai.  Kemudian kota  Tangier, tepian Pantai Atlantik dan kota Carthagina,  sekarang wilayah Tunis.Pada tahun 52 H / 672 M, Muawiyah memerintahkan penyerbuan terhadap pulau Rhodes, sebuah kota pelabuhan makmur terletak sebelah selatan Tanjung Mount Phoenix, di bawah komando Laksamana Junaidah bin Abi Umayyah al- Azdi. Meskipun sebelumnya kota pulau ini telah ditaklukkan oleh khalifah Utsman bin Affan yang meloloskan diri sewaktu khalifah Ali bin Abi Thalib berkuasa.
Padatahun 664  M,  kota Kabul dan wilayah bagian Timur Afganistan ditaklukkan.  Sehingga empat tahun sebelum Muawiyah mengakhiri kekuasaannya, 676 M, wilayah Iran,  kota Bukhara dan Samarkhan telah dikuasai.  Termasuk juga lalulintas dagang sepanjang jalur Sutera, Silk Road, sebuah jalur dagang  yang strategis antara Imperium  Tiongkok dan dunia Barat[37].
2.      Yazid bin Muawiyah ( 60- 64 H / 679- 683 M)
Yazid  bin Muawiyah adalah putra dari Muawiyah bin Abi Sufyan. Dia menjadi Khalifah setelah ayahnya meninggal. Seluruh Negeri membaiatnya pada masa pemerintahan ayahnya kecuali sejumlah kecil orang Madinah . Yazid berusaha memaksa mareka. Maka, Ibnu Umar, Abu Bakar, dan Ibnu  Abbas  mambaiatnya. Sedangkan Husein dan  Abdullah  Ibnuz Zubair pergi ke Makkah dan tidak membaiatnya. Peristiwa inilah yang melatarbelakangi terjadinya peristiwa Karbela.
Pada masa pemarintahannya hanya terjadi penaklukkan di Afrika saja dan tidak malancarkan ekspansi ketempat lain karena adanya gejolak di dalam negeri seperti:
a.       Pemberontakan Syi’ah
Pemberontakan Syi’ah adalah pemberontakan yang terus menerus terjadi sepanjang Bani Umayyah, karena mareka tidak senang terhadap anak- anak Umayah dan bertujuan untuk meruntuhkan Umayyah.
b.      Tragedi Karbela
Husein bin Ali tidak membaiat Yazid.  Penduduk Irak meminta padanya dengan keras untuk membaiatnya. Maka Husein pun bersama dengan keluarga dan kerabat serta jama’ahnya berangkat menemui mereka. Di tengah jalan dia di cegat oleh pasukan berkuda Ubaidillah bin Ziyad, gubernur Bashrah dan Kuffah.  Dia mengalihkan jalan ke Karbela. Di  tempat itulah terjadi perang sengit Husein dan sahabat- sahabatnya berperang mati- matian hingga akhirnya terbunuh beserta sahabat dan pengikutnya serta sebagian keluarganya di bawa kepada Yazid.
c.       Peristiwa Hurrah dan Penghalalan Madinah
Kabar  tragedy  Karbela sampai ke Madinah. Maka, saat itulah Abdullah  Ibn Zubair mengumumkan pencopotan Yazid dari kekhalifahan,  dan membaiat dirinya sebagai khalifah. Mendengar berita itu, Yazid segera mengirim pasukan ke Madinah. Dia menghalalkan pertumpahan darah di  Madinah dengan membunuh ratusan sahabat dan anak- anak mereka hingga akhirnya Madinah takluk.
Pasukan Yazid melanjutkan serangannya ke Mekkah tempat  Abdullah  Ibn  Zubair melarikan diri.  Maka Mekkah dikepung dan Baitullah di lempar dengan  manjanjiq dan dibakar dengan api.  Yazid meninggal saat terjadi pengepungan kota Mekkah sehingga pasukan Yazid menarik diri ke Syam. Dia meninggal pada bulan Rabiul Awal  64 H/ 683 M).
3.      Muawiyah bin Yazid (64 H / 683 M)
Dia menjadi khalifah setelah Ayahnya meninggal. Sedangkan masa pemerintahannyasangatlah pendek. Dia mengundurkan diri karena sakit dan fisiknya lemah. Dia menyendiri di rumahnya hingga Dia meninggalkan setelah tiga bulan.
4.      Abdullah Ibnuz Zubair (64- 73 H / 683- 692 M)
Pada masa pemerintahannya, Ibnuz bin zubair mampu memegang kendali  kekhalifahannya dan di baiat oleh semua penduduk negeri. Tetapi terjadi pemberontakan dari Marwan bin Hakam, setelah meninggalnya Yazid bin Muawiyah. Dia berhasil menguasai Syam dan Mesir. Begitu juga dengan Irak yang berhasil di kuasai oleh Abdul Malikbin Marwan. Pada tahun 73 H/792 M, Abdul Malik memberangkatkan pasukan dalam jumlah besar ke Mekkah yang di komandani oleh paglma perangnya yang sangat terkenal, Hajjaj bin Yusuf  ats Tsaqafi. Abdullah Ibnuz Zubair berlindung di dalam kota Mekkah. Hajjaj mengepung kota Mekkah dan menghujani Ka’bah dengan Manjaniq.
Banyak pasukan Abdullah bin Zubair yang membelot. Namun, Zubair dengan orang-orang terdekatnya bertempur dengan gagah berani di dekat Ka’bah, hingga salah satu dinding Ka’bah jatuh menimpa dirinya dan Dia meninggal dunia. Dengan demikian, Mekkah berada di bawah kekuasaan Abdul Malik. Sejak itulah Abdul Malik secara legal menjadi khalifah kaum Muslim. Abdullah ibnuz Zubair memerintah selama kurang lebih sembilan tahun[38].
5.      Abdul Malik bin Marwan, Khalifah V (65- 86 H / 683- 705 M).
Ketika Khalifah Abdul Malik berkuasa, di Mekkah telah berkuasa pula khalifah Abdullah bin Zubair yang wilayah kekuasaannya meliputi Makkah,  Irak, Iran, Khurasan, sampai Bukhara, termasuk jalur Sutera.  Oleh karena itu khalifah Abdul Malik berusaha merebut kembali wilayah- wilayah tersebut yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Khlifah Muawiyah bin Abi Sufyan. Usaha Abdul Malik tidak sia-sia, karena pada tahun 72 H  wilayah yang dikuasai Khalifah Abdullah bin Zubair dapat direbut kembali.  Pada periode ini bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi yang  berlaku bagi seluruh wilayah kekuasaan Khalifah Abdul Malik.
6.      Walid bin Abdul Malik, Khalifah VI (86- 96 H / 705- 715 M)
Masa pemerintahan Walid ini di tandai dengan dua kemajuan luar biasa. Pertama, perluasan wilayah kekuasaan dengan terlebih dahulu menaklukkan kembali wilayah-wilayah yang pernah dikuasai oleh Khalifah Muawiyah. Setelah pemulihan wilayah kekuasaan berhasil, penaklukan berikutnya dilakukan. Turkistan Timur, Turkistan Barat, semua di bawah kekuasaan Tiongkok Afrika, semenanjung Liberia yang menghadap ke Lautan Atlantik, termasuk Cordofa, Granada sampai ke Valancia, sebelah utara pesisir Spanyol berhasil dikuasai.
Kedua, pembangunan masjid bersejarah “Masjid Jami’ Al-Umawi” yang melibatkan 120.000 arsitek Yunani dan Arab serta tenaga ahli pembangunan, perluasan masjid Nabawi, penyempurnaan bangunan “Dome of the Rock” yaitu bekas kuil Nabi Sulaiman yang kini terkenal dengan nama Masjid al-Aqsho. Selain itu, juga di adakan pemugaran dan pembangunan masjid-masjid disetiap wilayah yang baru di duduki, pembangunan rumah-rumah sakit umum, pembangunan rumah penampungn para jompo dan fakir miskin, pembangunan pos-pos persinggahan bagi para musyafir yang kehabisan bekal, penyediaan dana bagi para hafidz al-Qur’an, perbaikan jalan umum untuk memperlancar pembangunan,perbaikan waduk di lembah Efrat dan Nil dan pembangunan irigasi.
7.      Hisyam bin Abdul Mali, Khalifah X (105- 125 H / 724- 743 M)
Selama sepuluh tahun Khalifah Hisyan berkuasa, Bani Umayyah mengalami kemajuan dan perluasan yang cukup berarti. Pada tahun 724 M, panglima Sammah bin Maloik menyerbu kota benteng Toulouse, Perancis Selatan. Namun gagal dan Sammah gugur. Setahun kemudian, 725 M panglima besar Anbasah dapat menguasai Narbonne, Marseille, Avignon dan kota benteng Lyon, Perancis. Penyerangan dilanjutkan ke Utara memasuki wilayah Burgundy, menaklukkan Macon, Clalons, Dijon sampai ke Langres, perbatasan Swiss. Tidak ketinggalan kota Benteng Sens yang berada di tepian sungai Saine, ekspensi ini cukup berhasil. Meskipun pada akhirnya dapat di pukul mundur oleh pasukan musuh sampai kewilayah Perancis bagian selatan. Dalam serangan balasan ini panglima Ambasah gugur.
Dengan demikian, eksoansi imperiam Umayyah selamaberkuasa dapat dibagi ke dalam tiga wilayah operasi yang masing-masing wilayah dimulai dari titik akhir wilayah ekspansi khalifah Utsman bin Affan. Wilayah operasi pertama, pertempuran melawan pasukan Romawi di Asia kecil meluas sampai pengepungan terhadap kota Konstantinopel dan penyerangan terhadap beberapa pulau di Laut Tengah. Wilayah operasi kedua, meliputi Afrika Utara meluas sampai pantai Atlantik kemudian menyeberangi selat Jabal Thariq dan memasuki Spanyol. Wilayah operasi ketiga, meluas menuju utara memasuki daerah-daerah di seberang sungai Juhun (Abu Dariah) dan kearah selatan meliputi daerah Sind, India.
Sejumlah analisis dimajukan mengenai motivasi Imperium Umayyah di atas. Pertama, melihat adanya keinginan bangsa lain untuk menguasai wilayah-wilayah Dinasti Umayyah. Kedua, menyerang musuh berarti jihad. Gugur dalam jihad berarti mati syahid dan dijamin masuk surga. Ketiga, munculnya ambisi untuk merajai dan berkuasa di kalangan khalifah Umayyah[39].
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.     Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
b.    Sisa-sisa Syiah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi baik secara terbuka maupun secara tersembunyi.
c.     Pada masa kekuasaan bani Umayah, pertentngan etnis antara suku Arabia utara (Bani Qays) dan Arabiyah selatan (Bani Kalb) makin meruncing.
d.    Sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.
e.     Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayah adalah munculnya kekuatan baru yang di pelopori oleh keturunan Al-Abbas  ibn Abdul Muthalib[40].

BAB VII
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH

Kekuasaan Dinasti Bani Abbas, atau khalifah Abbasiyah adalah dinasti yang melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khalifah Abbasiyah karena pada pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H/750 M s.d 656 H/1258 M.[41]
Abu Abbas as-Saffah merupakan khalifah pertama pemerintahan Bani Abbasiyah. Beliau di baiat sebagai khalifah pada tahun 132 H/749 M. Setelah itu beliau mengalahkan Marwan bin Muhammad dan menghancurkan pemerintahan Bani Umayyah pada tahun yang sama. Pemerintahan yang al-Abbas pimpin bersandar pada tiga hal utama. Pertama, pada keluarga. Dalam hal kepemimpinan dan pemerintahan al-Abbas menyerahkan pada keluarganya. Demikian juga dalam masalah nasihat dan musyawarah. Kedua, Abu Muslim Khurasan. Dia adalah panglima perang yang jempolan. Ketiga, fanatisme golongan. Dia muncul pada akhir-akhir dan melemahnya pemerintahan Umayyah. Kufah merupakan pusat pergerakan Bani Abbasiyah dan ditempat ini pula Saffah dibaiat sebagai khalifah. Kemudian dia tinggalkan dan menuju Anbar yang kemudian dia jadikan sebagai ibokota negerinya. Al-Abbas banyak disibukkan dengan upaya konsolidasi internal. Oleh sebab itu, dia tidak banyak fokus terhadap masalah-masalah penaklukan karena pertempuran di kawasan Turki dan Asia Tengah ters bergolak. Al-Abbas meninggal pada tahun 136 H/753 M, dan memerintah dalam jangka waktu empat tahun.
Setelah al-Abbas wafat, kekuasaan selanjutnya dipegang oleh Abdullah bin Muhammad Ali bin Abdullah al-Abbas (Abu Ja’far al-Manshur) sesuai dengan wasiat yang diberikan al-Abbas. Pada masa pemerintahannya, al-Manshur harus menghadapi pemberontakan-pemberontakan yang berbahaya, yang bisa mengguncangkan kursi kedudukan dan mengguncang jiwa. Diantara gerakan pemberontak yang penting adalah sebagai berikut:
1.    Pemberontakan Ali bin Abdullah bin Ali (pamannya)
2.    Pembunuhan Abu Muslim Khurasani
3.    Pemberontakan Muhammad Ibrahim.
4.    Khawarij bergerak kembali dengan mendirikan sebuah negeri yang bernama Shafariyah dan Sajalmasah.[42]
Pada masa al-Mansur, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata “Innawa ana Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-Nya)”. Dengan demikian konsep khilafah dalam pandangannya dan berkelanjutan ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa khulafa’ al-Rasyidin. Al –Mansur selama 21 tahun.
Dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas dan Abu Ja’fat al-Manshur, tetapi puncak keemasan dari dinasti ini pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (774-785 M), al-Hadi (785-786 M), Harun ar-Rasyid (786-808 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wasiq (842-847 M), dan al-Muttawakil (847-861 M).[43]
1.    Al-Mahdi (774-785 M)
Dia bernama Muhammad al-Mahdi Ibnul Manshur. Dilantik sebagai khalifah setelah ayahnya dan sesuai dengan wasiat ayahnya pada tahun 158 H/774 M. Dia dikenal sebagai seorang yang sangat dermawan dan pemurah serta banyak memberikan hadiah. Selain itu, dia juga mengembalikan harta-harta yang dirampas secara tidak benar. Al-Mahdi juga memperluas Majidil Haram. Kondisi dalam negeri saat itu sangat stabil dan tidak ada satu gerakan penting dan signifikan dimasanya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dimasa pemerintahannya adalah:
a.       Gerakan-gerakan Zindiq
Ini adalah sebutan untuk siapa saja yang menganut agama Manawiyah Paganistik (yang menyembah nur dan kegelapan). Sebutan Zindiq dikatakan pada siapa saja yang mulhid atau ahli bid’ah. Al-Mahdi adalah orang yang paling keras sikapnya terhadap orang-orang Zindiq ini dan dalam menjatuhkan sanksi kepada mereka.
b.      Kaum Khawarij
Pada tahun 160 H/ 776 M berdiri pemerintahan Rustumiyah di Tahart al-Jazair oleh kaum Khawarij Ahadhiyah.
Dalam penaklukan wilayah, al-Mahdi berhasil mencapai kemenangan-kemenangan atas orang-orang Romawi. Anaknya Harun ar-Rasyid adalah penglima perang dalam penaklukan ini. Dia sampai di pantai Marmamah dan berhasil melakukan perjanjian damai dengan Kaisar Agustine yang bersedia untuk membayar Jizyah pada tahun 166 H/782 M. Dia meninggal pada tahun 169 H/785 M dan memerintah selama 10 tahun beberapa bulan.

2.    Musa al-Hadi (785-786 M)
Dia adalah Musa al-Hadi bin Muhammad al-Mahdi yang dilantik sebagai khalifah setelah ayahnya. Dia selalu mengincar orang-orang Zindiq dan melakukan tindakan yang tegas atas mereka sebagaimana yang dilakukan ayahnya. Dia berusaha mencopot status putra mahkota dari saudaranya Harun ar-Rasyid dan memberikannya kepada anaknya, namun tidak berhasil.
Dimasa pemerintahannya terjadi pemberontakan oleh Husain bin Ali bin Ibnul Husen Ibnul Hasan bin Ali di Makkah dan Madinah, yang menginginkan agar pemerintahan berada ditangannya. Namun, al-adi mampu menaklukannya beserta pengikutnya dalam perang Fakh (dekat Makkah) pada tahun 169 H (785 M). Pada saat yang sama saudaranya yang bernama Yahya bin Abdullah melkukan pemberontakan di dalam. Jumlah mereka semakin banyak dan memiliki pengaruh yang besar. Maka, al-Hadi memberangkatkan ar-Rasyid dengan membawa pasukan dalam jumlah besar sehingga pemberontak berhasil ditaklukan. Al-Hadi meninggal pada tahun 170 H/786 M. Dan memerintah selama setahun tiga bulan.

3.    Harun ar-Rasyid (786-808 M)
Harun al-Rasyid Ibnul Hadi merupakan mutiara sejarah Bani Abbasiyah. Dia adalah salah seorang raja paling agung dalam sejarah. Pada masa pemerintahannya Islam mengalami puncak kemegahan dan kesejahteraan yang belum pernah dicapai sebelumnya. Bahkan, pada masanya, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasan dan keagungannya sehingga dia sangat terpandang dengan kekuatan dan kemajuan, ilmu pengetahuannya. Diantara kerja mulia yang dia lakukan untuk ilmu pengetahuan adalah pendirian Baitul Hikmah, sebuah akademi yang menjadi mercusuar ilmu dan peradaban dunia pada masa itu.
Masa pemerintahannya adalah masa yang sangat tenang dan stabil, tidak ada pemberontakan yang menonjol dan signifikan. Hanya ada beberapa pemberontakan kecil yang tidak berarti apa-apa. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Pemberontahan Yahya bin Abdullah di negeri Dailam, namun berhasil dihancurkan oleh ar-Rasyid.
b.      Terjadi sebuah golongan besar gerakan kaum Khawarij di Jazirah Arab. Akan tetapi pasukan Harun berhasil menaklukannya setelah melalui upaya yang hebat.
c.       Orang-orang Zindiq berhasil menguasai Jurjan dan hidup ditempat itu dengan melakukan kerusakan-kerusakan. Pemberontakan ini juga berhasil dipatahkan pada tahun 181 H/797 M.
d.      Tragedi Baramikah. Mereka berasal berasal dari Persia Majusi. Mereka mempunyai pengaruh yang sangat besar dan kekuasaan yang luas pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid. Mereka bisa mengendalikan negara dan sumber-sumber kekuatannya. Setelah itu Harun menghancurkannya dan memusnahkan eksistensi mereka.
e.       Pemberontakan di Khurasan yang merupakan sebuah pemberontakan yang sangat sengit di Khurasan yang dipimpin oleh Rafi’ bin Laits bin Nashir bin Sayyar. Pemberontakan ini masih saja berlanjut dan Rafi’ terus berkuasa. Sehingga akhirnya dia menyerah pada masa pemerintahan al-Makmun.
Dimasa pemerintahan ar-Rasyid, peperangan di negeri Romawi terus berlanjut dan tidak pernah terputus. Bahkan tak jarang ar-Rasyid memimpin langsung pertempuran. Orang-orang Romawi mengingkari janji tatkala yang berkuasa atas mereka adalah Nagfur. Ar-Rasyid menjadi murka dan segera berangkat dengan pasukan yang sangat besar dan mewajibkan bagi musuhnya untuk membayar Jizyah. Harun berhasil memasuki kota Heraclee dan menguasainya. Dia juga berhasil merampas harta rampasan perang dalam jumlah yang sangat besar. Pada masanya juga orang-orang Siprus mengingkari janji sehingga mereka pun ditaklukkan.
Sebelum meninggal, beliau mewariskan kekuasaan kepada kedua anaknya, al-Amien dan al-Makmun. Harun al-Rasyid meninggal pada tahun 193 H/808 M, dan memerintah selama 23 tahun.

4.    Muhammad al-Amien (193-198 H/808-813 M)
Muhammad al-Mien merupakan putra dari Harun ar-Rasyid. Ayahnya telah membaiatnya sebagai khalifah, lalu saudaranya al-Makmun, kemudian untuk Qosim. Dia diberi kekuasaan di Irak, sedangkan al-Makmun di Khurasan. Ar-Rasyid telah membaiat keduanya di Makkah dan mengambil janji setia dari mereka untuk tidak berselisih. Namun, al-Fadhl Ibnur Rabi’ salah seorang menteri al-Amien termakan tipuan ini dan dia merobek surat baiat. Maka, al-Makmun segera memberontak.
Pada tahun 195 H/810 M, al-Amien mengirimkan dua pasukan untuk memerangi saudaranya. Namun, kedua pasukan ini berhasil dihancurkan oleh Thahir bin Husein, panglima perang al-Makmun. Kemudian pasukan al-Makmun mengepung Baghdad. Maka, terjadilah perang sengit antara kedua pasukan. Pasukan al-Amien mengalami kekalahan, sedangkan al-Amien melarikan diri yang kemudia dibunuh pada tahun 198 H/813 M. Al-Amien sendiri dikenal seorang yang suka berburu dan suka berfoya-foya dan banyak melalaikan urusan negara.[44]

5.    Abdullah al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M)
Setelah melalui pertarungan darah dan melalui tipu daya al-Fadhl bin Sahl, al-Makmun berhasil menaklukannya dan berhasil memegang kekhalifahan pada tahun 198 H/812 M. Al-Makmun merupakan salah seorang tokoh khalifah Abbasiyah yang paling terkemuka. Al-Makmun dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan untuk menerjemahkan buku-buku Yunani. Ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.[45]
Pada masa pemerintahannya, terjadi fitnah bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Fitnah ini terjadi karena munculnya pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk dan bukan wahyu yang diturunkan. Akibatnya, sejumlah ulama harus menghadapi penyiksaan akibat menentang pendapat ini, salah satunya adalah Ahwad bin Hanbal. Al-Makmud meninggal pada tahun 210 H/833 M setelah berkuasa selama 20 tahun.
6.    Abu Ishaq al-Mu’tashim (218-227 H/833-841 M)
Al-Muqtashim menjabat menjadi khalifah pada tahun 218 H/83 M. Pada masa pemerintahannya, dia banyak mengangkat pasukan dari orang-orang Turki sehingga jumlah mereka semakin banyak di Baghdad. Maka al-Mu’tashim membangun sebuah kota untuk mereka yang dikenal dengan sebutan samura. Tampaknya al-Mu’tashim kehilangan kepercayaan pada orang-orang Arab dan Persia. Sehingga, dia mengambil orang-orang Turki sebagai orang-orang terdekatnya. Dimasanya, ia berhasil menumpas babik al-Khurroni yang telah berkali-kali diperangi. Kemenangan atas Babik ini merupakan sebuah kemenangan yang paling spektakuler. Akhir kekuasaan al-Mu’tashim pada tahun 227 H/833 M setelah memerintah selama sembilan tahun.

7.    Harun al-Watsiq (227-232 H/841-846 M)
Harun adalah putra dari al-Mu’tashim. Pada masa pemerintahannya, panglima-panglima asal Turki mencapai posisi-posisi yang sangat terhormat. Bahkan al-Wastiq telah menjadi gelar “sultan” pada seorang panglima asal Turki yang bernama Asynas. Sehingga, membuat panglima Turki itu memiliki kewenangan yang sangat luas. Al-Wastiq memegang kekhalifahan selama lima tahun dan meninggal pada tahun 232 H/846 M.

8.    Ja’far al-Muttawakil  (232-247 H/846-861 M)
Al-Muttawakil diangkat sebagai khalifah setelah saudaranya, al-Wastiq. Dia didudukkan oleh orang-orang Turki di mana saat itu kunci kekuasaan telah berada ditangan mereka. Dia berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman pengaruh orang-orang Turki ini, namun gagal. Dimasanya al-Muttawakil melarang dengan keras pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Dia menghapus bid’ah ini dan sangat menaruh hormat kepada imam Ahmad bin Hanbal. Al-Muttawakil dibunuh oleh seorang prajurit Turki pada tanggal 11 Desember 861 M. Konon, pembunuhan ini merupakan bagian dari rencana putranya yaitu al-Muntashir. Pemerintahan al-Muttawakil dikenal dengan reformasi-reformasinya dan dipandang sebagai masa keemasan Bani Abbasiyah. Ia adalah khalifah terbesar terakhir Abbasiyah, setelah kematiannya khalifah mulai mundur.[46]
BAB VIII
MASA KEEMASAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH, FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN LAHIRNYA TOKOH-TOKOH INTELEKTUAL MUSLIM

1.     Masa Keemasan Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsilidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah.Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbdeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode:
a.       Periode Pertama (132-232 H/ 750-847 M) disebut periode pengaruh Arah dan Persia Pertama.
b.      Periode Kedua (232-334 H/847-954 M) disebut periode pengaruh Turki pertama.
c.       Periode Ketiga (334-447 H/945-1055 M) periode ini disebut sebagai masa pengaruh Persia Kedua.
d.      Periode keempat (447-590 H/1055-1194 M) Masa Pengaruh Turki kedua (dibawah kendali) kesultanana Bani Seljuk
e.       Periode kelima (590-656 H/ 1194-1258 M) masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota baghdad (invasi dari Tar-Tar, dan eskpansi bani Utsman secara besar-besaran)[47].
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan, politik dan agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pada periode pertama ini, pemerintah Bani Abbasiyah mencapai keemasan di bawah pimpinan Al-Mahdi, Al-Hadi, Harun Ar-Rasyid, Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim, Al-Wasiq, dan Al-Muttawakil.
Pada masa pemerintahan Al-Mahdi, beliau telah memerintahkan supaya menambah bangunan Masjidil Haram dan Masjid Rasulullah SAW. Beliau juga memerintahkan untuk membangun beberapa bangunan besar di sepanjang jalan yang menuju ke Mekkah sebagai tempat persinggahan para musafir, memerintahkan dibuat kolam-kolam air untuk kepentingan kelompok kafilan dan hewan-hewan mereka, memperbanyak jumlah telaga dan juga memperbaiki yang sudah ada, mengadakan hubungan pos di antara kota Baghdad dan wilayah-wilayah Islam yang termuka, dan membatalkan pemungutan pajak.
Di masa Harun Ar-Rasyid, beliau mendirikan Baitul Hikmah yang merupakan sebuah ilustrasi kebudayaan dan pikiran yang cemerlang ketika itu, dan merintis jalan ke arah kebangkitan. Beliau juga membuat buku seribu satu malam yang menduduki tempat paling atas di bidang kesusastraan dunia, dan telah diterjemahkan ke sebagian besar bahasa-bahasa dunia.
Di masa Al-Ma’mun, Bani Abbasiyah spirit of power itu dimiliki oleh seorang khalifah yang bernama Al-Ma’mun dengan membuat Baitul Hikmah yaitu rumah pustaka. Para cendekiawan dan intelektual Muslim yang menerjemahkan tulisan-tulisan filsuf Yunani, Romawi ke dalam bahasa Arab mendapat penghargaan yang sangat tinggi dari Al-Ma’mun. Perkembangan dunia Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat dengan melalui ilmu pengetahuan. Baitul Hikmah telah mendorong perubahan yang sangat luar biasa di dunia Islam seperti ilmu mantiq, kedokteran, fisika, ilmu masyarakat menjadi area diskusi publik umat Islam.
Begitu juga di masa pemerintahan Al-Mu’tashim, perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pesat, bukan hanya ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Bahkan di masa khalifah Al-Watsiq, beliau merupakan pelindung besar bagi pemikiran bebas, beliau banyak memberikan uang untuk darma dan menolong ilmu pengetahuan sepenuhnya. Beliau mempunyai keahlian dalam musik, dan dikabarkan telah menciptakan seratus buah lagu dan nyanyian selama pemerintahannya, industri tumbuh subur, perdagangan antara Timur dan Barat yang diperlancar oleh Bani Abbas meningkat sampai pada puncaknya.
Al-Muttawakil adalah khalifah terbesar yang terakhir dikenal dengan reformasi-reformasinya dan dipandang sebagai masa keemasan Bani Abbasiyah.


2.    Faktor-faktor Keberhasilan Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasannya karena terdapat beberapa faktor, diantaranya:
a.       Islam makin meluas, tidak di Damaskus tetapi di Baghdad.
b.      Orang-orang di luar Islam dipakai untuk menduduki istana pemerintahan.
c.       Pemerintahan Abbasiyah membentuk tim penerjemah bahasa Yunani ke bahasa Arab.
d.      Sebagian penerjemah memberikan pendapatnya.
e.       Rakyat bebas berfikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang.
f.       Adanya perkembangan ilmu pengetahuan.
g.      Dalam penyelenggaraan negara pada masa Bani Abbasiyah ada jabatan wazir.
h.      Ketentuan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah.

3.    Lahirnya Tokoh Intelektual Muslim
Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, Baghdad menjadi pusat kegiatan intelektual, musik, puisi, kesusastraan, dan filsafat mulai berkembang. Sinar ilmu pengetahuan tambah bercahaya karena negara-negara bagian dari kerajaan Islam raya berlomba-lomba dalam memberi kedudukan terhormat kepada para ulama dan para pujangga.
Adapun zaman keemasan khusus dalam bidang ilmu pengetahuan adalah periode daulat Bani Abbasiyah ke IV, karena dalam masa tersebut berbagai ilmu pengetahuan telah matang, pertumbuhannya telah sempurna dan berbagai kitab yang bermutu telah cukup banyak dikarang terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab, dan filsafat. Pada awal sejarahnya, ilmu-ilmu Islam berkembang dalam bidang qira’ah tafsir dan hadits, kemudian menyusul ilmu fiqih. Ilmu-ilmu ini bertambah subur berkembang, sesuai dengan evolusi kemajuan masyarakat. Ilmu fiqih telah matang dan berkembang kaidah-kaidahnya pada masa daulat Bani Abbasiyah II. Dari ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama, berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan keahlian bidang-bidang ilmu pengetahuan.[48] 
a.       Para ilmuan bidang ilmu filsafat
1)      Al-Kindi (185 – 260 H/801 – 873 M)
Al-Kindi adalah filosof Muslim pertama. Sebagai Muslim Arab pertama yang mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat, Al-Kindi patut disebut “Ahli Filsafat Arab”. Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail Al-Ash’ats bin Qais Al-Kindi. Kindah adalah salah satu suku Arab besar pra Islam.[49]
Sebagian besar karya Al-Kindi (berjumlah sekitar 270 buah) hilang. Ibn Al-Nadim dan Al-Qifti mengelompokkan tulisan-tulisan Al-Kindi yang kebanyakan berupa risalah-risalah pendek menjadi 17 kelompok:
Filsafat                                          Medis
Logika                                           Ostrologi
Ilmu hitung                                   Dialektika
Globular                                        Psikologi
Musik                                            Politik
Astronomi                                     Meteorologi
Geometri                                       Dimensi
Sperikal                                         Benda-benda pertama
                                                      Spesies tertentu, logam dan kimia, dan lain-lain[50]

Dalam risalah al-Kindi, filsafat merupakan pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia dalam menyifati Allah dengan istilah kebenaran yang merupakan tujuan filsafat. Filsafat dibagi menjadi dua bagian utama, Pertama, studi-studi teoritis, yakni fisika, matematika, dan metafisika. Kedua, studi-studi praktis yaitu etika, ekonomi, dan politik.[51]
2)      Al-Farabi
Karya-karya al-Farabi dapat dibagi menjadi dua, satu diantaranya mengenai logika dan yang lainnya menyangkut berbagai cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika, metafisika, etika dan politik.[52] Filsafat al-Farabi mengambil ajaran-ajaran filosof terdahulu, membangun kembali dalam bentuk yang sesuai dengan lingkup kebudayaan dan menyusunnya sedemikian sistematik dan selaras. Filsafatnya mungkin tertumpu pada beberapa perkiraan yang keliru dan mungkin juga berisi beberapa perkiraan yang telah ditolak oleh ilmu pengetahuan modern, tetapi ia mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar dibidang pemikiran masa-masa sesudahnya. Unsur-unsur penting filsafat al-Farabi adalah logika, kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan, dan teori tentang kenabian.[53]
3)      Ibnu Bajjah
Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Sha’igh dikenal sebagai Ibnu Bajjah atau Avempace. Karya-karyanya adalah risalah-risalah mengenai ilmu pengetahuan dan Risalah al-Wada’, Tardiyah, Kitab al-Nabat al-Andalus, Risalah Ittisala al-‘Aql bi al-Insan al-Andalus, Tadhir al-Mutawahhid, kitab Nafs, Majallah al-Majna, al-‘Ilm al-Arabi, Risalah al-Ghayyah al-Insaniyah. Ibnu Bajjah ahli dalam teori maupun praktek ilmu-ilmu matematika, terutama astronomi dan musik, mahir dalam ilmu pengobatan dan tekun dalam studi-studi spekulatif seperti logika, filsafat alam, dan metafisika.
Ibnu Bajjah menyadarkan filsafat dan logikanya pada karya-karya al-Farabi, tetapi penelitian filsafatnya lain. Dia menggunakan filsafatnya Ariestoteles, yaitu mendasarkan metafisika dan psikologi pada fisika.[54]
4)      Ibnu Thufail
Abu Bakr Muhammad Ibn ‘Abd al-Malik Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Thufail (latin Abubacer), pemuka besar pertama pemikiran filosofis Muwahid dari Spanyol. Ibn Thufail adalah seorang dokter, filosof, ahli matematika dan penyair yang sangat terkenal dari Muwahid Spanyol, tapi sayang hanya sedikit sekali karya-karyanya yang dikenal orang. Ibn Khatib menganggap dua risalah mengenai ilmu pengobatan sebagai karyanya. Dan dua karya yang masih ada yaitu Risalah Hayy Ibn Yaqzan dan Asrar al-Hikmah al-Mashriqiyyah.[55]
5)      Ibnu Shina
Orang Eropa menyebutnya Avicena. Disamping seorang filosof ia juga seorang doktor dan ahli musik. Karangannya yang terkenal adalah: Shafa, 18 Jilid, Najat, Qonun, Sadidiya, 5 Jilid, Danas Nameh, Majmul Hikmah, 10 Jilid, al-Qonun fi ‘Ath-Thib.
6)      Al-Ghazali
Dia digelari sebagai hujjatul Islam, buku karangannya berjumlah 70 judul. Karangannya adalah : Al-Munqiz min Adh-Dhalal, Tuhfatul Falsafiyah, Mizanul Amal, Tafsir Urjuza, Al-Wajiz, Mahkun Nazar, Miyazul Ilmi, Maqasidul Falasafiyah.
7)      Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd di Barat namanya dikenal dengan Oveoes. Di antara buku karangannya yang dikenal adalah : Mabadul Falsafiyah, Kulliyat, Tafisr Urjuja, Kaiful Afillah, kitab dogma-dogma lain.

b.      Bidang kedokteran
Ada beberapa perguruan tinggi kedokteran yang terkenal, antara lain adalah :
1)      Sekolah tinggi kedokteran di Yunda Shapus
2)      Sekolah tinggi kedokteran di Hirran, Syeria
3)      Sekolah tinggi kedokteran di Baghdad
Para dokter dan ahli kedokteran Islam yang terkenal antara lain:
1)      Jabir ibn Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia
2)      Hunain ibn Ishaq, ahli mata yang terkenal
3)      Tabib ibn Qurra
4)      Ar-Raji

c.       Bidang Matematika
Para ahli ilmu tersebut salah satunya adalah Al-Khawarizmi, penemu angka nol. Muhammad ibn Musa Al-Khawarizmi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Persia. Hampir sepanjang hidupnya ia bekerja sebagai dosen di sekolah kehormatan di Baghdad. Buku pertamanya adalah Al Jabar yang membahas solusi sistematika dari linier dan notasi kuadrat, sehingga ia disebut sebagai Bapak Aljabar. Translasi bahasa latin dari aritmatika beliau, yang memperkenalkan angka India, kemudian diperkenalkan sebagai sistem penawaran posisi desimal dari dunia Barat pada abad ke-21. Ia merevisi dan menyesuaikan geografi Ptolomeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan tentang astronomi dan astrologi.[56]
Tokoh yang lain adalah Al Kindi yang karyanya Risalah fi Masail Suila Anha Ahwal Kawakih, di samping seorang ahli filsafat, beliau juga ahli dalam bidang matematika.[57]

d.      Bidang Seni Ukir
Dalam bidang ini, ummat Islam cukup terkenal dengan hasil seninya pada botol tinta, papan catur, payung, vas, burung-burungan, pohon-pohonnan. Beberapa seniman ukir terkenal antara lain Badr dan Tariff.[58]












BAB IX
MASA DISINTEGRASI MUNCULNYA DINASTI DALAM ISLAM DAN KONDISI PERKEMBANGAN INTELEKTUAL DALAM ISLAM

Bani Abbas mencapai masa keemasannya hanya pada periode pertama. Dinasti ini mulai menurun terutama pada bidang politik. Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah mulai terjadi diakhir zaman Bani Umayyah. Dengan adanya kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari persoalan politik, propinsi-propinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Abbas.
Faktor lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan Bani Abbasiyah juga menggali kemunduran dibidang politik. Kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah.
1.    Masa Disintegrasi
Semenjak pemerintahan Harun ar-Rasyid dikatakan bahwa pada saat itu terjadi masa keemasan Bani Abbasiyah. Tetapi pada waktu inilah terjadi benih-benih disintegrasi tepatnya pada saat penurunan tahta. Harun ar-Rasyid telah mewariskan tahta kekhalifahan pada putera mertuanya yaitu al-Amin, dan kepada putranya yang lebih muda yaitu al-Makmun. Setelah wafatnya Harun ar-Rasyid, al-Amin berusaha menghianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai penggantinya kelak. Akhirnya pecah perang sipil. Pada masa kekhalifahan al-Ma’mun terjadi disintegrasi yang menyebabkan munculnya dinasti Thahiriyah yang didirkkan oleh Thahir, dia adalah mantan Gubernur Khurasan dan menjadi Jendral Militer Abbasiyah, yang diangkat Al-Ma’mun. Al-Ma’mun berjanji jabatan-jabatan tersebut dapat diwariskan kepada keturunannya.[59]

2.    Dinasti Lain di Dunia Islam
Dalam dunia Islam, para penguasa sebagaimana telah dijelaskan dalam bab-bab sebelum ini, setalah masa kekuasaan Khulafaurrasyidin, digantikan oleh para penguasa yang membetuk kekuasaan sesuai sistem kekuasaan kekeluargaan atau dinasti. Di mulai dari kekuasaan Mu’awiyah yang membentuk Dinasti Umayah, maka sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi berubah menjadi Monarchi Herditis (kerjaan turun temurun). Kekhalifahan Umayah diperoleh melalui kekrasan dan diplomasi, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.
Dinasti-dinasti yang berkuasa setelah Khulafaurrasyidin adalah Dinasti Umayah, Dinasti Abbasiyah, Dinasti Umayah di Andaulisa, Dinasti Safawiyah, Dinasti Usmani di Turki, Dinasti Mongol di India, dan beberapa dinasti lain yang berkuasa di beberapa belahan dunia Islam. Selain dinasti-dinasti tersebut, juga terdapat dinasti lain yang juga memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban dunia Islam.[60]
a.       Dinasti Buwaihi (333 H/945 M – 447 H/1055 M)
Wilayah kekuasaan dinasti Buwaihi meliputi Irak dan Iran. Dinastin ini dibangun oleh tiga bersaudara, yaitu Ali bin Buwaihi, Hasan bin Buwaihi, dan Ahmad bin Buwaihi. Perjalanan Dinasti Buwaihi dapat dibagi dalam dua periode. Periode pertama merupakan periode petumbuhan dan konsolidasi, sedangkan periode kedua adalah peridoe defensif, khususnya di wilayah Irak dan Iran Tengah. Dinasti Buwaihi mengalami perkembangan pesat ketika Dinasti Abbasiyah di Baghdad mulai melemah. Dinasti Buwaihi mengalami kemunduran dengan adanya pengaruh Tugril Beg dari Dinasti Saljuk. Peninggalan dinasti ini antara lain berupa observatorium di Baghdad dan sejumlah perpustakaan di Syiraz, Ar-Rayy, dan Isfahan (Iran).
b.      Dinasti Hamdaniyah (292 H – 394 H / 905 M – 1004 M)
Dinasti Hamdaniyah melalui kekuasaannya meliputi Aleppo (Syuriah)  dan Mosul (Irak). Nama dinasti ini dinisbatkan kepada pendirinya Hamdan bin Hamdun yang bergelar Abu al-Haija’. Dinasti Hamdaniyah di Mosul dipimpin oleh Hasan yang menggantikan ayahnya, Abu al-Haija’. Kepemimpinan Hasan mendapat pengakuan dari pemerintahan Baghdad. Dinasti Hamdaniyah di Aleppo dari Dinasti Ikhsyidiyah. Dinasti Hamdaniyah di Mausul maupun di Aleppo nerakhir ketika para pemimpinanya meninggal.
c.       Dinasti Saljuk (469 – 706 H / 1077 – 1307 M)
Saljuk adalah nama keluarga keturunan Saljuk bin Nuqoq (Tuqoq) dari bangsa suku Guzz dari Turki yang menguasai Asia Barat Daya pada abad ke-11 dan akhirnya mendirikan sebuah kekaisaran yang meliputi kawasan Mesopotamia, Suriah, Palestina, dan sebagian besar Iran. Wilyah kekuasaan mereka yang demikian luas menanndai awal kekuasaan suku bangsa Turki di kawasan Timur Tengah hingga abad ke-13.
Dinasti Saljuk dibagi menjadi lima cabang, yaitu Saljuk Iran, Saljuk Irak, Saljuk Kirman, Saljuk Asia Kecil, dan Saljuk Suriah. Dinasti Saljuk didirikan oleh Saljuk bin Nuqoq adari suku bangsa Guzz. Akan tetapi, tokoh yang dipandang sebagai pendiri Dinasti Saljuk yang sebenarnya adalah Tugril Beg. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk dan mendapat pengakuan dari Dinasti Abbasiyah. Dinasti Saljuk melemah setelah para pemimpinannya meinggal, atau ditaklukan oleh bangsa lain. Peninggalan dinasti ini adalah Kizil Kule (menara merah) di Alanya, Turki Selatan dan Masjid Jumar di Isfahan, Iran.[61] Di antara jasa-jasa Dinasti Saljuk adalah:
1)      Memperluas  Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi.
2)      Membangun rumah sakit di Naisabur.
3)      Membangun gedung peneropong bintang.
4)      Membangun sarana pendidikan.[62]
d.      Dinasti Fatimiyah (909 M – 1171 M)
Pada 945 M bani Fatimiyah sudah berhasil memantapkan diri di Tunisiadan menguasai beberapa daerah sekeliling dan Sisilia. Kemajuan-kemjuan yang penting terjadi selama pemerintahan al-Muizz (953–975) yang mempunyai seorang jendral yang cemerlang Jauhar. Dalam bagian awal pemerintahan Jauhar memimpin sutau pasukan penaklukan ke Atlantik dan keunggulan Fatimiyah ditegakkan atas seluruh Afrika Utara. Kemudian al-Muizz mengalihkan perhatiannya ke Timur. Jelas tersirat dalam pendirian bani Fatimiyah bahwa mereka harus mencoba untuk menguasai pusat dunia Islam dan dua pendahulunya telah melakukan perjalanan penaklukan yang tidak berhasil terhadap Mesir. Sekarang, setelah persiapan-persiapan cermat, termasuk propaganda politis (yang dibantu oleh rencana kelaporan hebat di Mesir), Jauhar menerobos Kairo Lama (al Fustat) tanpa kesulitan dan menaklukan negara itu. Jauhar segera mulai membangun sebuah kota baru bagi tentaranya, yang diberi nama al-Qahirah “Kota Kenangan” atau Kairo. Tahun 973 Kairo menjadi kediaman Imam atau Khalifah Fatimiyah dan pusat pemerintahan. Dari antara daerah-daerah yang semula menguasai kekuasaan Ikhshidiyah, Mesir dan Madinah dengan cepat mengakui Fatimiyah, tatapi terdapat kesulitan-kesulitan di Suriah, maka para gubernur di Sisilia dan Afrika Utara makin menjadi independen sampai Kairo boleh dikatakan kehilangan semua pengaruhnya di propinsi-propinsi Barat.   Di Mesir sendiri era Fatimiyah berlangsung selama kurang lebih dua abad dan merupakan zaman kemakmuran. Mesir tidak mengalami kerusuhan yang mendorong kehidupan sehari-hari seperti di Irak dan Suriah. Perdagangan berkembang didorong oleh pemerintah. Karena sikap rezim yang toleran, maka zaman itu adalah zaman vitalitas intelektual yang tinggi. Toleransi itu terlibat antara lain, dalam kenyataan bahwa di antara wazir-wazir yang banyak itu terdapat yang bergama Kristen, satu atau dua bekas pemeluk judaisme dan bahkan seorang Imamiyah, sementara orang Yahudi memegang  jabatan-jabatan tinggi.[63]
e.       Dinasti Ghaznawiyah
Peletakan dasar “Kerjaan Ghaznawi” oleh sebuah tinggi. Pada bagian awal pemerintahannya dia beberapa kali menyerbu punjah dan merebut beberapa perbentengan di perbatasan India. Penerus selanjutnya adalah putranya yaitu Mahmud. Mula-mula dia memperkokoh kekuasaannya atas Khurasan dan propinsi-propinsi sekeliling yang tidak begitu kuat dipegang oleh Bani Samaniyah. Di Khurasan dia memilihkan penyebutan nama khalifah Abbasiyah dalam sembahyang Jumat, dan sebagai imbalannya dia ditunjuk sebagai Gubernur Khalifah di Khurasan dengan gelar Wali Amir Al-Mukminin dan Yamin ad-Daulah. Penaklukan Khurasan bisa dikatakan selesai dengan kekalahan Bani Qarakhani di dekat Balkh.
Pentingnya Khurasan bagi Amhmud adalah karena kemakmuran dan kekayaannya, karena pajak-pajak yang dipungut membantu membiayai penaklukan-penaklukan di India. Sekitar tahun 1001 dia menaklukan Kabul, multan, dan Kasmir. Tahun 1025 sebuah ekspedisi besar berhasil merebut Gujarat, selain menjarah sebuah kuil Hindu yang sangat kaya di Somnath. Saat kematian Mahmud tahun 1030, kerjaaannya meliputi Punjab dan Lembah Indus di India, seluruh Afganistan dan Persia Timur, sementara serangkaian negara-negara kecil di sisi perbatasannya sevelah barat mengakui keunggulannya.
Kekuasaannya selanjutnya dipegang oleh putranya yaitu Muhammad. Tetapi meuhammad agak kurang pengalaman dan kurang begitu kompeten sehingga ditolak oleh pihak militer yang menghendaki putranya yang lain, yaitu Mas’ud, yang telah berjaya memimpin beberapa ekspedisi dan menjabat sebagai gubernur di propinsi-propinsi barat. Setelah Saljuk mulai menyerbu beberap propinsi di Persia. Mas’ud mengalami kekalahan besar terhadap orang-orang Saljuk, yang berarti berakhirnya Kerajaan Ghaznawi di Persia. Mas’ud sendiri dibunuh oleh militer yang kecewa dalam perjalanan ke ibu kotanya di India, Lahore.[64]
f.       Samaniyyah
Tetangga Buhiwiyah di sebelah barat. Hamdaniyah adalah Syi’ah dari bangsa Arab. Sedangkan tetangga mereka di sebelah timur.samaniyyah adalah Sunni dari bangsa Iran. Pendiri Dinasti Samaniyyah adalah Saman-Khuda, yang masuk Islam pada abad ke-2 H/8 M. Samaniyyah mengklaim dirinya sebagai keturunan bangsa raja yaitu Raja Sasaniyah, Bahrom Chubin. Dengan keberhasilan mereka yang pertama membangun basis kekuasaan di Transoxania, mereka mendapatkan pengakuan pada 261 H / 875 M ketika Khalifah Al-Mu’tamid mengangkat Nashr bin Ahmad (250-279 H / 864-892 M)sebagai Gubernur di Transoxania guna melawan klaim-klaim yang menentangnya dari Amir Shafariyah, Ya’qub bin Laits. Setelah kemenangan Ismail bin Ahmad (279-295 H / 892-907 M) atas Amr bin Abu al-Laits khalifah mengangkatnya sebagai gubernur untuk seluruh wilayah Khurasan, Transoxania, Royy, dan Isfahan. Ismail bin Ahmad adalah pendiri dinasti Samaniyah sebenarnya. Kerajaan Samaniyah menggabungkan Khurasan dan Transoxania. Kota-kotanya yang penting adalah ibu kota Bukara di Transoxania. Samar Kond juga merupakan pusat yang penting dan Nisyapur (Nisabur) di Khurasan.
Putra Ismail dan sekaligus penggantinya, Ahmad bin Ismail (295-301 H / 907-914 M) berhasil menaklukan Siston, tetapi Thoharistan dipisahkan dari kekuasaan Samaniyah oleh al-Nashr al-kabir dari Zaidiyah. Ketika ahmad bin Ismail terbunuh, ia digantikan putranya yaitu Nashr bin Ahmad, yang kemudian dikenal dengan al-Sa’id (orang yang beruntung). Ketika ia masih berusia 8 tahun, dia dipaksa harus menumpas pemberontakan –pemberontakan yang dilakukan oleh paman dan saudara-saudaranya sendiri. Meskipun tidak berhasil mengembalikan Thabaristan ke dalam kekuasaan Samaniyah, masa jabatannya cukup panjang (301-331 H / 914-943 M) dan mencapai kemakmuran puncak tinggi dari zaman keemasan pemerintahan Samainyah. Istana Nashr bin Ahmad di Bukhara disamarkan oleh kaum agamawan yang terpelajar, penyair, sejarawan, dan ilmuwan. Nashr mendapatkan dua orang wazir yang sangat terkenal. Pertama, Abu Abdullah al-Jaihari, seorang ahli geografi dan sarjana terkemuka. Ttepai al-Jauhari diturunkan dari jabatannya karena dicurigai mendukung penadangan Syi’ah (dan bahkan manichacan). Menteri yang kedua, Abu al-Fadl al-Bal’ami adalah seorang sarjana dan pelindung pengetahuan. Kesusastraan Arab dan terutama Persia, dikembangkan di istana Nashr bin Ahmad. Namun, wilayah kekuasaan Samaniyah dihancurkan oleh berbagai pemberontakan, dan Khurasan terlepas dari kontrol ibu kota Bukhara. Menjelang akhir abad ini, Qarakhaniyahdan Ghaznawiyah berhasil menaklukan negara bagian Samaniyah dengan membagi wilayah-wilayahnya di antara mereka.[65]

3.    Perang Salib
Persitiwa penting dalam gerakan ekspedisi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah perisitwa Manzikart, tahun 464 H (1071 M). Tentara Alp Arselan yang hanya berkekuatan 15.000 prajurit dalam persitiwa ini berhasil mengalahkan tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis, dan Armneia. Persitiwa besar ini menanamkan beih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk dapat merebut Bait al-Maqdis pada atahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah, penguasaan menetapkan beberapa peraturan bagi orang Kristen yang ingin berziarah ke sana. Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk memperoleh kembali keleluasaan kembali berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada atahun 1095 M, Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib yang terjadi dalam tiga periode.

a.       Periode Pertama
Pada musim semi tahun 1095 M, tentara salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond berhasil menaklukan Nicea dan menguasai Raha. Mereka juga berhasil menduduki Bait al-Maqdis, Akka, dan kota Tyre.
b.      Periode Kedua
Imaduddin Zanki penguasa Mashul dan Irak, berhasil menaklukan kembali Aleppo, Hanimah, dan Edessa pada atahun 1144 M. Namun, ia wafat tahun 1446 M. Tugasnya dilanjutkan oleh putranya, Naruddin Zanki. Naruddin berhasil merebut kembali Antiochea pada tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessadapat direbut kembali. Kejatuhan Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan perang salib kedua.
c.       Periode Ketiga
Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh Raja Jerman, Frederick II. Kali ini mereka berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi.

4.    Sebab-Sebab Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas
Berakhirnya kekuasaan dinasti Saljuk atas Baghdad ataua Khalifah Abbasiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu.walaupun banyak sekali dinasti Islam berdiri. Namun, demikian faktor-faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama karenakhalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala sipil. Tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Di samping kelemahan khalifah, banyak faktor lain menyebabkan khalifah Abbasiyah menjadi mundur, yaitu:    a.  Persaingan antar bangsa
b. Kemerosotan sosial
c. Konflik agama
d. Ancaman luar negeri.[66]
5.    Perkembangan Intelektual dalam Masa Disintegrasi
Pada masa disintegrasi yang menyebabkan kehancuran dalam kekhalifahan Abbasiyah, tetapi tidak menghambat perkembangan intelektual. Pada saat disintegrasi yang dimulai dengan berdirinya dinasti Thahiriyah, perkembangan intelektual mengalami kemajuan yang cukup berarti. Ini terbukti dengan munculnya tokoh-tokoh intelektual pada bidangnya, baik itu dalam bidang ilmu sastra, ilmu filsafat, dan kedokteran maupun dalam bidang hukum dan politik.
a.       Ilmu sastra
Muncul tokoh-tokoh seperti:
1)      Abu ‘Alla al-Ma’arry (363-449 H/973-1057 M)
Seorang penyair filosof yang banyak karangannya, di antaranya diterjemahkan ke bahasa Latih dan Inggris oleh Thomas Carlyle dan ke bahasa Jerman oleh Von Kremen.
2)      Pujangga Prota Shabi (313-383 H/925-994 M), bekerja di beberapa administrasi pemerintahan.
3)      Shahib Ibnu Ubbad (326-385 H/938-985 M), pujangga yang pernah menjabat menteri di masa Fakhrud Daulah. Dia terkenal seorang Syi’ah yang sangat fanatik.
4)      Ulama penyair, Abu Bakar Khuwarizmi (389 H/993 M).
5)      Penyair pengarang Badie’uz Zaman Hamdani (358-398 H/1007 M)
6)      Pengarang penyair Ibnu ‘Ahmed (337-336 H/948-977M)

b.      Ilmu filsafat dan kedokteran
Muncul tokoh-tokoh seperti:
1)      Muhammad Ibn Zakaria ar-Razi, seorang filosof dari dokter yang terkenal
2)      Ali Ibn Abbas al-Majusi, dokter pribadi dari Adhudud Daulah dan sekaligus pengarang dari buku “Kamil as-Shina’at”.

c.       Hukum dan politik
Seorang ahli hukum yang telah menjabat kedudukan tertinggi dalam negara yaitu Hakim Mahkamah Agung dan juga pengarang politik terbesar yaitu Imam Mawardi (368-450 H/974-1058 M). Seorang pengamat ilmu politik yang sangat aktif, penulis dari “Al Ahkam as-Sulthaniyah” tentang hukum pemerintahan. Selain dalam bidang ilmu sastra, kedokteran dan hukum serta politik, perkembangan intelektual pada masa disintegrasi dalam bidang zoology dan antropologi yang tokohnya adalah Abu Utsman Amir Ibn Bahr al-Jahiz (simata besar), menghasilkan karya kitab al Hayawan (buku tentang hewan).



























BAB X
MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL, MASA KEEMASAN ISLAM
DAN KONTRIBUSI DUNIA INTELEKTUAL MUSLIM KE BARAT

1.      Masuknya Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki Islam pada zaman khalifah al-Walid (705-715 M). Dalam proses penaklukkan Spanyol, terdapat tiga pahlawan Islam yang berjasa memimpin pasukan ke sana. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nusair. Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyidik, ia menyeberangi selat yang berada di antara Maroko dan Benua Eropa. Dalam penyerbuan itu, Tharif  tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam tubuh Kerajaan Visigothle yang berkuasa pada saat itu, serta dorongan yang besar untuk memperoleh harta rampasan perang, maka Musa bin Nusair pada tahun 711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7.000 orang di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad.
Thariq bin Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih besar dan hasilnya telah nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian suku Barbar dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah al-Walid. Dalam pertempuran di suatu tempat bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova, Granada, dan Toledo.
Kemenangan pertama yang dicapai Thariq bin Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah yang lebih luas. Setelah Musa berhasil menaklukkan Idenia, Karimana, Seville, dan Merida serta mengalahkan Kerajaan Gothic, Theodomir, di Orihuela, ia bergabung dengan Thariq di Toledo. Kemudian keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol.[67]
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi umat Islam dapat mencapai kemenangannya adalah:
a.       Faktor Eksteral
1)      Pada masa penaklukan, kondisi sosial, politik, dan ekonomi di Spanyol berada dalam keadaan yang menyedihkan.
2)      Secara politik wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negara kecil.
3)      Gothic bersikap tidak toleran kepada aliran agama yang dianut oleh penguasa.
4)      Penganut Yahudi di Spanyol di paksa dibaptis menurut agama Kristen.
5)      Rakyat dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum tertindas menanti juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang Islam.[68]
b.      Faktor Internal
1)      Para pemimpin umat Islam adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu dan penuh percaya diri.
2)      Umat Islam cakap, berani dan tabah dalam menghadapi persoalan.
3)      Ajaran Islam yang ditunjukkan para tentara Islam yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong menolong sehingga menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam dengan baik.[69]

2.      Masa Keemasan Islam
Sejak pertama kali berkembangnya kekuasaan dan kepemimpinan Islam di Spanyol, Islam berperan sangat besar dalam membangun citra budaya dan peradaban di wilayah ini. Setelah menjadi bagian dari wilayah Islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali gubernur yang diangkat langsung oleh pemerintah pusat (Bani Umayyah) di Damaskus.
Puncak kejayaan Islam di Spanyol terjadi pada periode ketiga (912-1013 M) dimulai dari pemerintahan Abd ar-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M). Pada periode ini, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi Kerajaan Daulat Abbasiyah di Baghdad. Abd ar-Rahman an-Nasir mendirikan Universitas Cordova, perpustakaannya memikili koleksi ratusan ribu buku. Faktor-faktor yang mendukung terwujudnya kemajuan itu adalah:
a.       Ketika Islam datang ke Spanyol, komposisi masyarakat yang ada di negeri itu cukup heterogen, sehingga mereka memberikan saham intelektual dalam kebudayaan yan cukup hebat.
b.      Heterogenitas komposisi masyarakat diikuti dengan heterogenitas agama, yang mampu mengakhiri kezaliman keagamaan yang sudah berlangsung.
c.       Adanya semangat kesatuan budaya Islam yang timbul pada pemikiran para ulama dalam arti luas.
d.      Persaingan antar Muluk at-Tawaif ternyata menyebabkan perkembangan peradaban kerajaan kecil di sekitar Cordova. Semuanya bersaing menandingi Cordova dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan, sastra, seni, dan kebudayaan.
e.       Adanya dorongan dari para penguasa yang mempelajari kegiatan-kegiatan ilmiah.[70]

3.      Kontribusi Dunia Intelektual Muslim ke Barat
Dalam masa lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks. Di antara kemajuan yang dicapai Islam Spanyol di bidang intelektual adalah:[71] 
a.       Filsafat
Dalam bidang filsafat, jenius muslim terkemuka adalah cendekiawan filosuf al-Farabi yang menantang karya pendahulunya al-Kindi dalam pemaduan gagasan Henelis terutama Aristotelianisme dengan filsafat dan teologi muslim. Ibnu Ya’qub dan Nadim yang tidak diragukan lagi sebagai orang terbesar pada zamannya. Ia menulis Al-Fihrist (index of the sciences). Pemikir ensiklopedis-filosofis muslim lainnya, abad ini adalah al-Masudi, the “pliny of Islam”.[72] 
Tokoh utama pertama dalam sejarah filsafat Arab Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad Ibn as-Sayigh yang dikenal dengan Ibn Bajah. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakar Ibn Tuffail. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya filsafatnya yang terkenal adalah hay Ibn Yaqzhan. 
b.      Sains
Ilmu-ilmu kedokteran, musik, astronomi, kimia, dan lain-lain juga berkembang dengan baik, Abbas Ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi, Ibrahim Ibn Yahya an Naqash terkenal dalam ilmu astronomi, Ahmad Ibn Ibbas dari Coedova adalah ahli dalam bidang obat-obatan, Ummu al Hasan binti Ja’far dan saudara perempuannya al Hafidz adalah ahli kedokteran. Para dokter ahli kedokteran yang terkenal antara lain: Tabib Ibn Qurra’, Ar Razi, Ibn Sina. Dalam bidang sejarah dan geografi adalah Ibnu Jubair dari Valensia.
c.       Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut madzhab Maliki yang dikenalkan oleh Ziyah Ibn Abd ar-Rahman. Ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakar Ibn al Quthiyah, Munzir Ibn Said al Baluthi dan Hazm.
d.      Musik dan Kesenian
Dalam bidang musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecermelangan dengan tokohnya al Hasan Ibn Nafi’ yang dijuluki Zaryah.
e.       Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Di sana banyak orang yang ahli dan mahir dalam berbahasa Arab, baik keterampilan berbicara, maupun tata bahasanya. Seperti Abu Ali al-Isybili, Abu al Hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghormathi. Karya-karya sastra banyak bermunculan seperti al-Iqd al-Farid karya Ibnu abd Rabbih, al-Dzakiroh fi Mahasin Ahl al Jazirah oleh Ibnu Barsam dan kitab al Qolaid karya al Fath Ibn Khaqan.[73] 







BAB XI
PERADABAN ISLAM PADA MASA TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM:
TURKI UTSMANI, SAFAWI, DAN MUGHAL

Setelah Khalifah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Kemunduran umat Islam dalam dunia politik mulai bangkit kembali dan mengalami kemajuan ketika muncul dan berkembang tiga kerajaan besar Islam, yaitu Kerajaan Utsmani di Turki, Mughal di India, dan Safawi di Persia.[74] 
Kekuasaan Usmaniyah meliputi Asia Kecil, Eropa Timur, sampai ke Benteng Wina, Afrika Utara termasuk negeri Sudan dan Somalia, Jazirah Arab, negeri Syam, termasuk Armenia dan Azerbayen, ibu kota kekuasaannya adalah Konstantinopel (Istanbul).
Kekuasaan Safawi di sebelah barat berbatasan dengan daerah kekuasaan Usmaniyah, menguasai daerah Irak, Iran, Afghanistan, dan Khurasan, di tenggara berbatasan dengan daerah kekuasaan Mughal India.
Kekuasaan Mughal di India meliputi Pakistan, India dan Bangladesh zaman sekarang.[75]
1.    Kerajaan Utsmani
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dan kahilah Ohguz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu sekitar tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian ke Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9 atau ke-10 di bawah pimpinan Ortoghol. Mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka Sultan Alaudin memperoleh kemenangan. Atas jasa baik mereka itu, Alaudin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukut sebagai ibu kota. Ortoghol meninggal dunia tahun 1289 M. Kepemimpinannya dilanjutkan putranya Utsman. Putra Ortoghol inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Utsmani.[76] Kerajaan Utsmani berkuasa sekitar 625 tahun (1299-1924). Tidak kurang dari 38-40 sultan yang memerintah di antarantya:
a.       Sultan Urkhan (726-761 H / 1326-1359 M)
Utsman wafat tahun 1326 M, digantikan oleh putranya bernama Urkhan yang melanjutkan siasat dari perjuangan ayahnya.
1)      Usaha Dalam Negeri
v  Urkhan mencurahkan perhatiannya untuk mengatur pemerintahan
v  Mendirikan pabrik mata uang
v  Membangun  pasukan tentara yang teratur yang bernama Yanijrag (Yanissories).
2)      Usaha Luar Negeri
Ia mengirimkan pesan ke Bizantium, sehingga menaklukan Azmir, Thawasanli, Iskandar, Ankara, dan Gallipoli.
b.      Sultan Bayazid I (1389-1403 M)
1)      Usahanya dalam negeri
v  Mendidik kader-kader militan yang akan diserahi jabatan-jabatan tinggi.
v  Menaklukan Saloniki dan Semenanjung Morea.
2)      Usahanya luar negeri
Bayazid berhasil membawa kemenangan dalam pertempuran Nivopolis.
c.       Sultan Muhammad II (1451-1484 M)
Turki Utsmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II, beliau disebut Muhammad al-Fatih. Beliau dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukan Konstantinopel pada tahun 1453 M. Kemenangan ini telah menggairahkan kembali seluruh dunia muslim dan membangkitkan kembali semangatnya.[77]
d.      Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M)
Di masa pemerintahannya, Sulaiman melakukan penyempurnaan dan memperbaiki ibu kota, serta kota-kota lain dengan mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, istana, museum, jembatan, terowongan, jalur kereta api, dan pemandian umum. Disebutkan bahwa 235 di antaranya dibangun oleh arsitek kepercayaannya, yaitu Sinan (arsitek paling tenar dan istimewa di Turki). Karya agungnya adalah Masjid Agung “Sulaymaniyah”.

Keseluruhan kebudayaan Turki merupakan campuran dari beraneka ragam elemen yang berbeda-beda. Tetapi di atas semua itu, bangsa Arab merupakan guru bagi bangsa Turki. Dari bangsa Arablah orang Turki mendapatkan pengetahuan mereka, agama mereka disertai perintis sosial, ekonomi, dan hukum sucinya dan sistem penulisan alfabet. Kerajaan Turki Utsmani sebagaimana kerajaan Romawi dan kekhalifahan Abbasiyah yang berkembang sebelumnya, pada umumnya telah menekankan aspek militer dan mengembangkan prinsip dinasti dalam organisasinya.[78] Adapun faktor yang menyebabkan kemunduran kerajaan Utsmani:
1)      Wilayah kekuasaan yang luas, sehingga menyebabkan administrasi pemerintah mengalami kesulitan.
2)      Heterogenitas penduduk.
3)      Kelemahan para penguasa.
4)      Budaya pungli (sogokan untuk mendapatkan kekuasaan).
5)      Pemberontakan tentara Jenissari.
6)      Merosotnya ekonomi.
7)      Terjadinya stagnasi dalam lapangan ilmu dan teknologi.[79]

2.    Kerajaan Safawi di Persia
Kerajaan Safawi berdiri di saat kerajaan Utsmani di Turki mencapai puncak kejayaannya. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya Safi al-Din (1252-1334 M). Kerajaan Safawi ini berasal dari geraka tarekat di Ardabil (wilayah Rusia) dan menganut aliran Syi’ah serta ditetapkan sebagai mazhab negaranya. Fanatisme pengikut tarekat Safawiyah mendorong gerakan ini memasuki gerakan politik. Kecenderungan terhadap politik terwujud pada kepemimpinan Junaid, di mana sang imam menambahkan gerakan politik selain gerakan keagamaan. Hal ini menimbulkan konflik antara tarekat Safawiyah dengan penguasa karya Koyunlu yang akhirnya berhasil mengusir sang imam.
Sepeninggal Imam Junaid, pimpinan tarekat Safawiyah digantikan oleh anaknya yang bernama Haidar. Haidar berhasil mengalahkan al-Koyunlu dalam pertempuran (1476 M). Tapi akhirnya Haidar terbunuh oleh Ak Koyunlu dalam pertempuran.
Kekuatan Safawiyah bangkit kembali dalam kepemimpinan Ismail. Selama 5 tahun, ia mempersiapkan kekuatan dengan membentuk pasukan Qizilbash. Pada tahun 1501 M, pasukan Qizilbash berhasil mengalahkan Ak Koyunlun dan berhasil menaklukkan Tibriz, pusat kekuasaan Ak Koyunlu. Di kota ini Ismail memproklamirkan berdirinya Kerajaan Safawiyah dan menobatkan dirinya sebagai raja pertamanya. Ismail berkuasa selama 23 tahun, yang akhirnya terbentur oleh musuh yang jahat dan membenci golongan Syi’ah, yaitu Turki Utsmani.[80] Kerajaan Safawi mengalami kejayaan pada masa Abbas I. Secara politik, ia mampu mengatasi kemelut dalam negeri dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya. Selain di bidang politik, kemajuan-kemajuan lain di antaranya adalah:
a.       Bidang ekonomi
Dikuasainya Hurmuz dan pelabuhan Gumrun yang diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan demikian, maka salah satu jalur dagang laut timur dan barat menjadi milik kerajaan Safawi. Di samping sektor perdagangan, terjadi kemajuan di sektor pertanian terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fortile Crescant). 
b.      Bidang ilmu pengetahuan
Adanya beberapa ilmuan, yaitu Baha al Din al Syaerazi, Sadar al Din al Syaerazi, Muhammad Baqir Ibn Muhammad Damad.
c.       Bidang pembangunan fisik dan seni
Berdirinya bangunan-bangunan besar lagi indah seperti masjid-masjid rumah-rumah, sekolah-sekolah jembatan raksasa, dan istana Chihil Sutun. Dan berhasil menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan yang dipindah dengan taman wisata.[81]
Sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi:
a.       Konflik berkepanjangan dengan kerajaan Utsmani.
b.      Dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi.
c.       Pasukan Ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash.[82]
3.    Kerajaan Mughal di India
Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahiruddin babur, seorang keturunan Timur Lenk. Kerajaan Mongol dan Mughal di India memiliki keterkaitan, karena sama-sama didirikan oleh bangsa Mongol dan keturunannya. Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah dari nama kebesaran bangsa Mongol. Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh Zahiruddin Babur adalah:
a.       Menaklukkan Kota Samarkand.
b.      Menaklukkan Kabul, ibu kota Afghanistan.
c.       Melakukan penyerangan ke India.
Sepeninggal Babur, pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anaknya, Humayun. Selama roda kepemimpinannya, kondisi pemerintahan tidak pernah stabil. Selain banyak menghadapi peperangan, ia harus menghadapi gerakan Bahadur Syah, penguasa Gujarat dan pertempuran besar dengan Sher Khan di Kanauj.
Di saat pemerintahan Akbar, budaya hindu-astrologi, kasta dan sihir sudah mendarah daging. Dalam pemerintahan militeristik, Akbar adalah penguasa yang diktator. Akbar juga menerapkan politik sulakhul (toleransi universal). Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara etnis dan agama. Kemajuan yang dicapai kerajaan Mughal meliputi kemajuan bidang ekonomi ditandai dengan kemajuan sektor pertanian dan perindustrian. Pada masa ini dikembangkan penanganan pertanian secara berstruktur. Ilmu pengetahuan tidak banyak mengalami kemajuan, yang lebih menonjol adalah kemajuan dalam bidang seni syair dan seni arsitektur. Karya seni yang masih dapat dinikmati sampai sekarang adalah karya seni arsitektur yang indah dan mengagumkan, seperti Istana Fatpur Sikri di Sikri dan Taj Mahal pada masa Syekh Jihan di Agra.[83]
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kekuatan dinasti Mughal mundur sehingga membawanya pada kehancuran adalah:
1)      Terjadinya stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer.
2)      Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik.
3)      Pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan kecenderungan asketismenya.
4)      Semua pewaris kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[84]
DAFTAR PUSTAKA
Al Khudlari, Syeikh Muhammad, Nurul Yaqien Siirah Sayyidil Mursalin, terj. Achmad Sunarto, Semarang: CV Asy Syifa, 1992
al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman, Sirah Nabawiyyah, Jakarta Timur: Pustaka Alkautsar.
al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX, terj. Samson Rahman, Jakarta: Akbar, 2008, cet. 4.
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradapan Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
An Nadwi, Abul hasan Ali Al-hasani, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, terj. Muhammad Halabi Hamdi, Yogyakarta: Mardhiyah press, 2007, Cet. 3.
Antonio, Muhammad Syafii, Muhammad Saw The Super Leader Super Manager, Jakarta: Tazkia Multimedia, 2007), cet.3.
Asnawi, Muh., Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2009.
Haekal, Muhammad Husaen, Sejarah Hidup Muhammad ,terj. Ali Audah Jakarta: Litera Antarnusa, 1990, Cet. 12.
Hitti, Philip K, History of The Arabs, terj. R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006, cet. II.
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron A. Masadi, Jakarta:PT Rajagrafindo, 2000), cet.2,bag.1&2.
Karim, Muhammad Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Kraemer, Joel L, Reneisans Islam, terj. Asep Saefullah, Bandung: Mizan, 1986.         
Montgomery, Watt. W., Kejayaan Islam: Kajian Kasus dari Tokoh Orientalis, terj. Hartono Hadikusuma, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1990.
Nakostelen, Mehdi, Kontribusi Islam atas Dunia Barat, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010, cet. 2.
Sholikhin, Muhammad, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2004.
Suud, Abu, Islamologi Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Umat Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta Timur: Prenada Mediah, 2003.
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al Husna, 1994
Syarif, M.M., Para Filosof Muslim, Bandung: Mizan, 1997, cet.8
Syukur, Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang:PT Rizki Putra, 2010, cet.2
Yatim, Badri, Sejarah Peadaban Islam, Jakarta:PT Rajagrafindo Persada,2003, cet.15


[1]  Samsul Munir Amin, Sejarah Peradapan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm.1
[2]  Ibid, hlm.1-6
[3]  Ibid, hlm.14-15
[4] Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyyah, (Jakarta Timur: Pustaka Alkautsar),hlm.1
[5]  Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang:PT Rizki Putra, 2010), cet.2, hlm.14
[6]  Ibid, hlm.14-15
[7]  Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, op.cit, hlm.1-2
[8]  Badri Yatim, Sejarah Peadaban Islam, (Jakarta:PT Rajagrafindo Persada,2003),cet.15, hlm.11
[9] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta:PT Rajagrafindo, 2000), cet.2,bag.1&2,hlm.24-25
[10]  Fatah Syukur, op.cit, hlm.20-22
[11] Abul hasan ‘Ali Al-hasani An Nadwi, Sirah Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, terj. Muhammad Halabi Hamdi, (Yogyakarta: Mardhiyah press, 2007), Cet. 3, hlm. 97-99
[12]  Ibid, hlm. 102-103.
[13]  Badri yatim, op. cit. Hlm. 16
[14]  Muhammad Husaen Haekal, Sejarah Hidup Muhammad ,terj. Ali Audah (Jakarta: Litera Antarnusa, 1990), Cet. 12, hlm. 49. 
[15]  Badri Yatim, op.cit, hlm.17-19.
[16]  Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, op.cit, hlm. 71-74.
[17]  Ibid, hlm. 78.
[18]  Badri Yatim, op.cit, hlm. 20-22.
[19]  Fatah Syukur, op.cit, hlm. 35-36.
[20]   Syeikh Muhammad Al Khudlari, Nurul Yaqien Siirah Sayyidil Mursalin, terj. Achmad Sunarto, (Semarang: CV Asy Syifa’, 1992), hlm. 101.
[21]   Fatah Syukur, op. cit, hlm. 36-41
[22]Muhammad Syafi’i Antonio, Muhammad Saw The Super Leader Super Manager, (Jakarta: Tazkia Multimedia, 2007), cet.3, hlm. 154-155
[23]   Fatah Syukur, op. cit, hlm. 47.
[24]   Badri Yatim, op. cit, hlm. 35-36
[25]    Ahmad al- Usairy, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX, terj. Samson Rahman, (Jakarta: Akbar, 2008), cet. 4, hlm. 142-150.
[26]   Badri Yatim, op. cit, hlm. 36.
[27]   Samsul Munir Amin, op. cit, hlm. 98.
[28]   Ahmad al- Usairy, op. cit, hlm. 154-156.
[29]   Badri Yatim, op. cit, hlm. 37-38.
[30]   Ahmad al- Usairy, op. cit, hlm. 164.
[31]   Muhammad Husein Haekal, op. cit, hlm. 59.
[32]   Ahmad Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka al Husna, 1994), hlm. 270-271.
[33]   Abu Su’ud, Islamologi Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Umat Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hlm. 61-62.
[34]   Ibid, hlm. 62-63.
[35]   Muhammad Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 106-107.
[36]   Abu Su’ud, op. cit, hlm. 64.
[37]   Muhammad Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Rasail, 2004), hlm. 35-36.
[38]   Ahmad al-Usairy, op. cit, hlm192-196.
[39]   Muhammad Sholikhin, op. cit, hlm. 38-41.
[40]   Badri Yatim, op. cit, hlm. 48-49.
[41]  Ibid., hlm. 49.
[42]  Ahmad al-Usairy, op.cit., hlm. 220-224.
[43]  Badri Yatim, op.cit., hlm. 52.
[44]  Ahmad al-Usairy, op.cit., hlm. 225-231.
[45]  Fatah Syukur, op.cit., hlm. 96.
[46]  Ahmad al-Qusairy, op.cit., hlm. 232-237.
[47]  Fatah Syukur, op.cit., hlm. 92-94.
[48]  Ibid., hlm. 97-103.
[49]  M.M. Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1997), cet.8, hlm. 13.
[50]  Ibid., hlm. 11.
[51]  Ibid., hlm. 15.
[52]  Ibid., hlm. 58-59.
[53]  Ibid., hlm 61-62.
[54]  Ibid., hlm 149-150.
[55]  Ibid., hlm 173-174.
[56]  Fatah Syukur, op.cit., hlm. 104-105.
[57]  Muh. Asnawi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2009), hlm.31.
[58]  Fatah Syukur, log.cit., hlm.105.
[59]  Fatah Syukur, op. cit, hlm. 111-112.
[60]  Samsul Munir Amin, op. cit, hlm. 253-254.
[61]  Ibid, hlm. 277-278.
[62]  Fatah Syukur, op. cit, hln. 6.
[63]  Watt. W. Montgomery, Kejayaan Islam: Kajian Kasus dari Tokoh Orientalis, terj. Hartono Hadikusuma, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1990), hlm. 215-217.
[64]  Ibid, hlm. 212-213.
[65]  Joel L Kraemer, Reneisans Islam, terj. Asep Saefullah, (Bandung: Mizan, 1986), hlm. 135-138.
[66]  Badri Yatim, op.cit., hlm. 76-85.
[67]  Fatah Syukur, op.cit., hlm. 121-123.
[68]  Badri Yatim, op.cit., hlm. 91.
[69]  Ibid., hlm. 93.
[70]  Fatah Syukur, op.cit., hlm. 124-125.
[71]  Ibid., hlm. 125.
[72]  Mehdi Nakostelen, Kontribusi Islam atas Dunia Barat, terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 216-217.
[73]  Fatah Syukur, op.cit., hlm. 126-128.
[74]  Badri Yatim, op.cit., hlm. 129.
[75]  Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta Timur: Prenada Mediah, 2003), hlm, 243-244.
[76]  Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010), cet. 2, hlm. 272.
[77]  Fatah Syukur, Op. Cit, hlm. 134-137.
[78]  Philip K Hitti, History of The Arabs, terj. R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), cet. II, hlm. 912-913.
[79]  Badri Yatim, Op. Cit, hlm. 167-168.
[80]  Fatah Syukur, op.cit., hlm. 139-140.
[81]  Badri Yatim, op.cit., hlm. 143-144.
[82]  Ibid., hlm. 158.
[83]  Fatah Syukur, op.cit., hlm. 142-143.
[84]  Ibid., hlm. 150.