Friday, May 10, 2013

TRADISI BUANG BAYI



 
         Tradisi kejawen memang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat jawa. Hal-hal yang bersifat klenik masih saja dipercaya oleh hampir seluruh lapisan masyarakat di Jawa. Misalnya tradisi membuang bayi ke tempat sampah bila hari kelahiran/neptu bayi tersebut sama dengan ibunya. Hal ini juga dialami oleh salah satu dosen fakultas Tarbiyah, M. Rikza Chamami. Dosen pengampu mata kuliah pendidikan jurnalistik ini, saat masih bayi pernah dibuang oleh orang tuanya di ekrak/tempat sampah karena neptunya sama dengan ibunya. Kemudian ia ditemukan oleh simbahnya (Saudah) dan selanjutnya hak asuh dipegang oleh simbahnya. Tradisi membuang bayi yang neptunya sama dengan ibunya ini dipercaya agar kelak si anak tidak selalu bertengkar dengan ibunya.
Lelaki kelahiran 20 maret 1980 ini saat kecilnya suka dengan permainan-permainan tradisional, seperti setinan, gobak sodor, petak umpet dan lain-lain. Ia sejak kecil juga senang dengan ilmu, ia sering diajak orang tuanya mengaji ilmu agama, ziarah dan sowan ketempat para kiyai. Orang tuanya adalah pembuat sandal imitasi yang kemudian dijual ke Purwodadi dan sekitarnya. Hal yang tidak bisa dilupakan oleh lelaki kelahiran kamis kliwon ini adalah bagaimana orang tuanya mengajarkan hidup tirakat. Tepo sliro merupakan prinsip hidup dari Lelaki yang berpostur tidak tinggi dan tidak pendek alias sedang ini. Dia mempunyai prinsip yang patut kita contoh. Baginya, miskin boleh tapi sukses harus, karena kemiskinan tidak akan menghambat kesuksesan. Kiat usaha, tidak gengsi dan harus betul-betul bermanfaat, tambah lelaki kelahiran Krandon, Kudus ini.