Tradisi kejawen memang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan
masyarakat jawa. Hal-hal yang bersifat klenik masih saja dipercaya oleh hampir
seluruh lapisan masyarakat di Jawa. Misalnya tradisi membuang bayi ke tempat
sampah bila hari kelahiran/neptu bayi tersebut sama dengan ibunya. Hal ini juga
dialami oleh salah satu dosen fakultas Tarbiyah, M. Rikza Chamami. Dosen
pengampu mata kuliah pendidikan jurnalistik ini, saat masih bayi pernah dibuang
oleh orang tuanya di ekrak/tempat sampah karena neptunya sama dengan ibunya.
Kemudian ia ditemukan oleh simbahnya (Saudah) dan selanjutnya hak asuh dipegang
oleh simbahnya. Tradisi membuang bayi yang neptunya sama dengan ibunya ini
dipercaya agar kelak si anak tidak selalu bertengkar dengan ibunya.
Lelaki kelahiran 20 maret 1980 ini saat kecilnya suka dengan
permainan-permainan tradisional, seperti setinan, gobak sodor, petak umpet dan
lain-lain. Ia sejak kecil juga senang dengan ilmu, ia sering diajak orang
tuanya mengaji ilmu agama, ziarah dan sowan ketempat para kiyai. Orang tuanya
adalah pembuat sandal imitasi yang kemudian dijual ke Purwodadi dan sekitarnya.
Hal yang tidak bisa dilupakan oleh lelaki kelahiran kamis kliwon ini adalah
bagaimana orang tuanya mengajarkan hidup tirakat. Tepo sliro merupakan prinsip
hidup dari Lelaki yang berpostur tidak tinggi dan tidak pendek alias sedang ini.
Dia mempunyai prinsip yang patut kita contoh. Baginya, miskin boleh tapi sukses
harus, karena kemiskinan tidak akan menghambat kesuksesan. Kiat usaha, tidak
gengsi dan harus betul-betul bermanfaat, tambah lelaki kelahiran Krandon, Kudus
ini.