BAB I
PENGERTIAN SEJARAH
DAN METODE SEJARAH PERADABAN ISLAM
1. Pengertian
Sejarah
Kata “sejarah”
berasal dari kata bahasa arab “syajaratun” artinya pohon. Apabila
digambarkan secara sistematik, sejarah hampir sama dengan pohon, memiliki
cabang dan ranting, bermula dari sebuah bibit, kemudian tumbuh dan
berkembang,lalu layu dan tumbang. Seirama dengan kata sejarah adalah silsilah,
kisah, hikayat yang berasal dari bahasa arab.
Sejarah dalam
dunia barat disebut histoire (Perancis), historie (Belanda), dan history
(Inggris), berasal dari bahasa yunani, istoria yang berarti ilmu. Sedangkan dalam bahasa arab
disebut tarikh, berasal dari akar kata ta’rikh dan taurih yang berarti pemberi
tahuan tentang waktu dan kadang kala kata tarikhus syar’i menunjukkan arti pada
tujuan dan masa berakhirnya suatu peristiwa. Secara terminologis sejarah
diartikan sebagi tindakan manusia dalam jangka waktu tertentu pada masa lampau
yang dilakukan ditempat tertentu.
Sedangkan
pengertian sejarah peradapan islam adalah keterangan mengenai pertumbuhan dan
perkembangan peradapan islam dari satu waktu ke waktu lain, sejak zaman
lahirnya islam sampai sekarang.[1]
2. Metode Sejarah
Metode sejarah
adalah proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan
masa lampau.
Metode
penggalian sejarah
Untuk menggali
data yang valid berkaitan dengan sejarah, diperlukan metode penggalian sejarah
yang akurat. Penggalian sejarah pada umumnya menggunakan metode lisan,
observasi, dan dokumenter.
a. Metode lisan
(interview)
Dengan metode ini pelacakan suatu
sejarah dilakukan dengan interview (wawancara).
b. Metode
observasi
Metode
observasi dalah metode penelitian dengan pengamatan yang dicatat secara
sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki.
c. Metode
dokumenter
Metode
dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk mengetahui
data yang dapat dilihat secara langsung.
d. Metode
penulisan sejarah
e. Metode
diskriptif
Dengan metode
ini ditunjukkan untuk menggambarkan adanya peradapan islam
f. Metode
komparatif
Metode ini
merupakan metode yang berusaha membandingakan sebuah perkembangan peradapan
islam dengan peradapan lainnya.
g. Metode analisis
sintetis
Metode ini
dilakukan dengan melihat sosok peradapan islam secara lebih kritis, ada
analisis dan bahasan yang luas serta kesimpulan yang spesifik.[2]
3. Manfaat atau
Urgensi Mempelajari Sejarah Kebudayaan Islam
Sejarah
memiliki nilai dan arti penting yang bermanfaat bagi kehiduapan umat manusia.
Karena sejarah menyimpan atau mengandung kekuatan yang dapat menimbulkan
dinamisme dan melahirkan nilai-niali baru bagi perkembangan kehidupan manusia.
Pentingnya memahami sejarah peradapan islam tidak semata-mata untuk mengetahui
tanggal, bulan, tahun dan abad suatu peristiwa peradaban islam dimasa lampau.
Namun juga memahami realitas muslim untuk mengetahui suatu peristiwa peradaban
islam.
Dengan mengkaji
sejarah, dapat diperoleh informasi tentang aktifitas peradaban islam dari zaman
Rasulullah sampai sekarang mulai dari pertumbuhan, perkembangan, kemajuan,
kemunduran, dan kebangkitan kembali peradaban islam. Dari sejarah dapat
diketahui segala ide, konsep, institusi, sistem, dan operasionalnya yang
terjadi dari waktu ke waktu. Jadi, sejarah pada dasarnya tidak hanya sekedar
memberi romantisme, tetapi lebih dari itu
merupakan refleksi histori. Dengan demikian, mempelajari sejarah
peradaban islam dapat memberikan semangat back projecting theory untuk membuka
lembaran dan mengukir kejayaan atau kemajuan peradaban islam yang baru dan
lebih baik.
Sejarah
peradaban Islam tidak hanya memiliki manfaat yang sangat besar dalam
pembangunan dan pengembangan peradaban islam, namun dapat pula menyelesaikan
probematika peradaban islampada masa kini. Disamping itu, dapat memunculkan
sikap positif terhadap berbagai perubahan sistem peradaban islam.[3]
BAB II
JAZIRAH ARAB DAN TATA SOSIAL
MASYARAKAT JAHILIYAH
1. Letak Jazirah
Arab
Menurut
bahasa,Arab artinya padang pasir, tanah gundul, dan gersang yang tidak ada air
dan tanamannya. Jazirah Arab dibatasi laut
merah dan gurun Sinai di sebelah barat. Di sebalah timur dibatasi Teluk
Arab dan sebagian besar negara Iraq bagian selatan. Disebelah Selatan di batasi
Laut Arab yang bersambung dengan lautan
India. Dan di sebelah Utara dibatasi negeri Syam dan sebagian kecil dari negara
Iraq. Luas Arab membentang antara satu juta mil sampai satu juta tiga ratus
mil.
Jazirah Arab
memiliki peranan yang sangat besar karena letak geografis. Sedangkan dilihat
dari kondisi internalnya, jazirah Arab
hanya dikelilingi gurun dan pasir di segala sudutnya. Karena kondisi seperti
inilah yang membuat jazirah Arab seperti benteng pertahanan yang kokoh, yang
tidak memperkenankan bangsa asing untuk menjajah, mencaplok, atau menguasai
bangsa Arab.[4] Penduduk daerah ini di namakan suku
Badui yang mendiami daerah gurun pasir. Penduduk padang pasir ini mempunyai
sifat berani, karena memang banyak mengalami kesulitan yang mengskibstksn
keberanian tersebut. Tetapi keberanian ini sering disalahgunakan, diantaranya
untuk memerangi penduduk yang menempati daerah subur. Sebab itu, sering terjadi
peperangan merebutkan tempat-tempat subur di antara bangsa yang mendiami bangsa
tersebut.[5]
Adapun keadaan
Jazirah Arab bagian tepi, terdiri dari tanah yang subur karena curah hujan
cukup, dan penduduknya bukanlah pengembara seperti suku Badui. Wilayah ini
adalah Yaman, Hijaz, Oman, Hadramaut. Karena mereka menetap maka mereka
berhasil menciptakan berbagai bentuk dari kebudayaan, mendirikan
kerajaan-kerajaan, di antaranya adalah kerajaan Saba’ yang terkenel dengan
ratunya yaitu ratu Bulqis, kerajaan Himyar Manadhirah, dan kerajaan Chassniyah.
Sebagian besar daerah Arab adalah padang pasir sahara yang terletak di tengah
dan memiliki keadaan dan sifat yang berbeda-beda, karena itu ia masih di bagi
menjadi tiga bagian:
a. Sahara Langit,
menunjang 140 mil dari utara ke selatan dan 180 mil dari timur ke barat, di
sebut jugasahara Nufud, Oase, dan mata air sangat jarang. Tiupan angin sering
kali menimbulkan kabut debu yang mengakibatkan daerah ini sukar di tempuh.
b. Sahara Selatan,
yang membentangi, menyambung Sahara Langit ke timur sampai ke selatan Persia.
Hampir seluruhnya merupakan daratan yang keras, tandus dan pasir bergelombang.
Daerah ini juga disebut dengan ar-Rub al Khali (bgian yang sepi).
c. Sahara Harrat,
suatu daerah yang terdiri dari tanah liat yang berdebu hitam bagaikan terbakar
gugusan batu-batu hitam yang menyebar di keluasan sahara ini yang jumlahnya
mencapai 29 buah.[6]
Hubungan bangsa
Arab dengan dunia luar, Jazirah Arab terletak di benua yang mempertautkan
daratan dan lautan. Sebelah barat laut merupakan pintu masuk ke benua Afrika,
sebelah timur laut merupakan kunci untuk masuk ke benua Eropa dan sebelah timur
merupakan pintu masuk bagi bangsa-bangsa non-Arab, Timur tengah dan Timur
dekat, terus membentang ke India dan Cina. Setiap Benua mempertemukan lautnya
dengan Jazirah Arab dan setiap kapal laut berlayar tentu akan bersandar di
ujungnya. Karena letak geografisnya seperti itu, sebelah utara dan selatan dari
Jazirah Arab menjadi tempet berlabuh berbagai bangsa untuk saling tukar menukar
perniagaan, peradaban, agama dan seni.
2. Tata Sosial
Masyarakat Jahiliyah
Di tilik dari
silsilah keturunan dan cikal bakalnya, para sejarawan membagi kaum-kaum bangsa
Arab menjadi tiga bagian yaitu :
a. Arab Ba’idah
Arab Ba’idah yaitu
kaum-kaum Arab terdahulu yang sejarahnya tidak bisa di lacak secara rinci dan
komplit, seperti Ad, Tsamud, Thasm, Jadis, Imlaq dan lain-lainnya.
b. Arab Aribah
Arab Aribah yaitu
kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ya’rub Yasyjub bin Qathan atau
disebut Qathaniyah
c. Arab
Musta’rabah
Arab
Musta’rabah yaitu kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan ismail yang
disebut Arab Adhaniyah.
Tempat
kelahiran Arab Aribah atau kaum Qathan adalah negeri Yaman, lalu berkembang
menjadi beberapa kabilah & suku yang dikenal dengan dua kabilah :
1)
Kabilah Himyar, yang terdiri dari beberapa suku
terkenal yaitu Zaid Al- Jumhur, Qudha’ah & Sakasik.
2)
Kahlan, yang terdiri dari beberapa suku yang terkenal,
yaitu Hamdan, Amnar, Thayyi, Madzhji, Kindah, Lakham, Judzam, Udz, Aus,
Khazraj, dan anak keturunan Jafnah raja syam.[7]
Di Jazirah
Arab, suku yang terkenal adalah suku Badui. Dalam budaya kesukuan Badui,
organisasi dan identitas sosial berakar pada keanggotaan dalam suatu renteng komunikator
yang luas. Kelompok beberapa keluarga membentuk kabilah (clan). Beberapa
kelompok kabilah membentuk suku (tribe) dan dipimpin oleh seorang syekh. Mereka
sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga kesetiaan atau solidaritas
kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah/suku. Mereka suka
berperang, karena itu peperangan antar suku seringkali terjadi. Akibat
peperangan yang terus menerus, kebudayaan mereka tidak berkembang. Karena itu,
bahan-bahan sejarah Arab Pra islam sangat langka didapatkan di Dunia Arab dan
Bahasa Arab. Ahmad Syalahi menyebutkan, sejarah mereka hanya dapat diketahui
dari masa kira-kira 150 tahun menjelang lahirnya agama islam. Pengetahuan itu
diperoleh melalui syair-syair yang beredar di kalangan para perawi syair. Dengan
begitulah sejarah dan sifat masyarakat Badui Arab dapat diketahui. Antara lain
bersemangat tinggi dalam mencari nafkah, sabar menghadapi kekerasan alam, dan
juga dikenal sebagai masyarakat yang cinta kebebasan.[8]
3. Agama Bangsa
Arab Pra Islam
Bangsa Arab adalah
bangsa pecinta syair. Penyair-penyair mereka sangat berpengaruh terhadap
masyarakat. Tetapi karena sudah kemasukan faham kebendaan maka masyarakat
mereka itu hanya memuja suku, kenikmatan dan kemegahan. Rakyat bangsa tersebut
mempunyai kebiasaan pagelaran puisi yang diselenggarakan di pasar-pasar seperti
Ukaz dan Zulmajz. Biasanya syair-syair atau puisi yang baik itu mereka
gantungkan di ka’bah-ka’bah dan berhala kebesaran mereka.
Syair dan
kultur keagamaan klan masih mempertahankan sebuah elemen kehidupan Badui.
Sedikit atau banyak Badui Arab merupakan masyarakat Animis dan politheis, yang
mana mereka meyakini bahwa seluruh obyek alam dan peristiwanya merupakan
kehidupan roh yang dapat membantu atau menunggu manusia. Masyarakat Badui juga
menyembah nenek moyang, bulan dan bintang, dan juga dewa-dewa yang berupa batu
atau pohon besar yang menempati tempat-tempat keramat yang dijaga kesuciannya.
Agama kerajaan dan konfederasi lainnya juga bersifat politheistik, keyakinan
mereka mengekspresikan konsep-konsep yang lebih tinggi mengenai Tuhan, jagad
raya dan alam semesta. Tempat tempat suci (Al-haram) dan kuil-kuil kerajaan
diperuntukkan untuk penyembahan. Ka’bah misalnya, merupakan tempat suci
sejumlah dewa yang memiliki susunan hirarki. Dewa-dewa ini tidak dikenali
secara sederhana dengan alam, mereka dipahami sebagai pribadi yang khas yang
terlepas dari kekuatan-kekuatan alamiah, sebagai wujud yang maha berkehendak
dan berkuasa. Beberapa dewa mestilah dipuja dengan persembahan kurban. Dari
sinilah Arab pra islam di namakan jahiliyah. [9]
Jahiliyah
berasal dari kata Jahila-Yajhilu yang berarti bodoh atau tidak tahu, kemudian
dalam struktur gramatikal bahasa Arab menjadi masdar yaitu jahiliyah berarti
kebodohan, keterbelakangan. Kata jahiliyah muncul setelah datangnya islam, kata
jahiliyah muncul dikarenakan beberpa tata sosial budaya bangsa Arab tidak
sesuai dengan ajaran islam. Ada beberapa hal yang menjadi bukti untuk
menjustifikasi bahwa mereka adalah jahiliyah menurut islam maupun etika sosial
saat ini yaitu:
Kebiasaan
membunuh anak perempuan karena takut lapar dan malu. Alasan mereka bahwa anak
perempuan adalah biang dari petaka karena dari segi fisik perempuan lebih lemah
daripada laki-laki, ketika lemah secara otomatis akan menjadi batu sandungan
bagi sang ayah atau ketua kelompok dan tidak bisa diajak berperang.
Kebiasaan buruk
lainnya adalah kebiasaan berperang sesuai karakteristik geografis yang panas,
tandus, dan gersang akan membentuk karakter keras dan temperamental sehingga
mudah terprovokasi dan terpecah belah.
Dalam hal
kepercayaan bangsa Arab jahiliyah juga ditentang islam. Yaitu kebiasaan mereka
menyembah sesuatu buatan mereka sendiri seperti patung, atau menyembah matahari
dan benda-benda lainnya yang mempunyai kelebihan.[10]
BAB III
KELAHIRAN ISLAM DAN PERJUANGAN NABI
DI MEKKAH
1. Kelahiran yang
Mulia dan Garis Keturunan yang Suci
Rasulullah Saw.
di lahirkan pada hari senin tanggal 12 rabi’ulawwal tahun gajah (570 M). Hari
itu adalah hari yanr paling membahagiakan sepanjang matahari terbit. Beliau
adalah Muhammad Saw. bin Abdullah bin Abdul Mutholib bin Hasyim bin Abdi Manaf
bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ayy bin Ghalib bin Fihr bin
Malik bin Nadhr bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin
Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Nasab Adnan berakhir pada Sayyidina Ismail bim
Ibrahim alaihissalam.
Ketika sang ibu
telah melahirkan beliau Saw. Ia mengirim utusan kepada sang kakek untuk
menyampaikan “ telah lahir seorang cucumu, laki-laki”. Abdul Muthalib datang
menengoknya, Ia menggendongnya, membawanya memasuki ka’bah melakukan ibadah dan
memanjatkan doa kepada Allah, menghaturkan pujian. Ia menamai cucunya dengan
nama Muhammad. Ketika itu nama tersebut tergolong aneh, hingga membuat bangsa
Arab merasa takjub. Sejumlah penulis besar tentang sirah dan pakar hadits telah
meriwayatkan peristiwa-peristiwa di luar kebiasaan yang muncul pada saat
kelahiran Nabi yang suci. Di antara peristiwa-peristiwa tersebut adalah
singgasana Kisra yang bergoyang-goyang hingga menimbulkan bunyi, jatuhnya empat
belas balkonnya, surutnya danau Sawa, padamnya api Persia yang di sembah oleh
rakyat Persia yang belum pernah padam sejak seribu tahun lalu.[11]
Sudah diketahui
dengan pasti bahwa ayah Rasulullah yakni Abdullah bin Abdul Muthalib telah
wafat pada waktu mudanya sebelum kelahiran beliau. Saat itu Abdullah sedamng
dalam perjalanan bersama rombongan dagang dari Syam. Ia menderita menderita
sakit di perjalanan. Ketika sampai di Yatsrib, kota pamannya Bani ‘Ad bin an
Najjar, Ia menemui ajalnya. Ketika Muhammad mencapai usia enam tahun, ibunya
membawanya pergi ke Yatsrib untuk memperkenalkannya kepada kakek-kakeknya di
sana, juga mengunjungi makam suami tercinta Abdullah bin Abdul Muthalib. Dalam
perjalanan pulang ke Mekkah, sang ibu menemui ajalnya di suatu tempat antara
Mekkah dan Madinah yang bernama Al Abwa’.[12]
2. Sebelum Masa
Kerasulan
Setelah Aminah
(ibu rasulullah) dan Abdulah, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab
merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia
karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya Abu Thalib.[13] Dalam usia muda Muhammad hidup
sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambig penduduk Mekkah. Pada usia 12
tahun Muhammad menemani pamannya pergi berdagang ke Syiria. Dalam perjalanan ke
Syiria Ia bertemu dengan seorang pendeta kristen yang bernama Buhaira yang
meyakini Muhammad sebagai calon Rasul akhir zaman. Pendeta itu memberi nasehat
kepada Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki daerah Syiria, sebab
dikhawatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat
jahat kepadanya. Pada usia keduapuluhlima, Muhammad berangkat ke Syiria membawa
barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah.
Dalam perdagangan ini, Muhammad memperolah laba yang besar. Khadijah kemudian
melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksakan. Ketika itu
Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan
selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama yang masuk islam dan banyak
membantu Nabi dalam perjaungan menyebarkan islam.[14]
Peristiwa
penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35
tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakukan secara
gotomg royong. Para penduduk Mekkah membantu pekerjaan itu dengan suka rela.
Tetapi pada saat terakhir, ketika pekerjaan tinggal mengangkat dan meletakkan
hajar aswad di tempatnya semula, timbul perselisihan. Setiap suku merasa berhak
melakukan tugas terakhir dan terhirmat itu. Perselisihan semakin memuncak,
namun akhirnya para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk
Ka’bah melalui pintu Syafa, akan dijadikan hakim untuk memutuskan perkara ini.
Ternyata orang yang pertama itu masuk adalah Muhammad. Ia pun dipercaya manjadi
hakim.
3. Masa Kerasulan
Menjelang
usianya yang keempat puluh, Dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dari
kegalauan masyarakat, berkontemplasi di gua Hira. Pda tanggal 17 Ramadhan tahun
611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu yang pertama
yaitu QS Al- Alaq 1-5. Dengan turunnya wahyu pertama ini, berarti Muhammad
telah dipilih Tuhan sebagai Nabi. Dalam wahyu pertama ini, Dia belum diperintahkan
untuk menyeru manusia kepada suatu agama. Setelah wahyu pertama datang,
kemudian selamg beberapa lama, wahyu yang kedua datang yaitu QS. Al-Muddatsir
ayat 1-7 : “Hai orang yang berselimut, bangun dan beri ingatlah. Hendaknya
engkau besarkan Tuhanmu, dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan
dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang
lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah.[15] Dengan turunnya perintah itu,
mulailah Rasulullah berdakwah. Yang di mulai dari keluarga (secara
sembunyi-sembunyi), dan setalah itu secara terang-terangan.
a.
Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Rasul
menampakkan Islam pada mulanya kepada orang yang paling dekat dengan beliau,
keluarganya dan sahabat-sahabat karib beliau. Assabigunal Awwalun adalah
sebutan bagi orang-orang yang terdahulu dan yang pertama masuk Islam. Mereka
adalah istri beliau (Khadijah binti Khuwailid), Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi
Thalib, dan Abu Bakar As Syiddiq. Selain itu beberapa orang yang masuk Islam
berkat seruan Abu Bakar, yaitu Utsman bin Affan, Az-Zubair bin Al Awwan al
Asadi, Abdurrahman bin Auf, Sa’d bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidillah At
Taimi. Mereka ini yang disebut
Assabigunal Awwalun. Mereka masuk islam secara sembunyi-sembunyi,
Rasulullah menemui mereka dan mengajarkan agama secara kucing-kucingan. Selama
3 tahun dakwah masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Selama waktu itu telah
terbentuk sekelompok orang-orang mukmin yang senantiasa menguatkan hubungan
persaudaraan dan saling bahu membahu. Penyampaian dakwah terus dilakukan,
hingga turun wahyu yang mengharuskan Rasul Saw. berdakwah secara
terang-terangan.[16]
b.
Dakwah secara Terang-terangan
Nabi Muhammad
melajukan dakwah secara terang-terangan setelah beliau mendapat wahyu dari
Allah yaitu QS.Al Hijr : 94 “ Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan
segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang
musyrik”.[17] Langkah dakwah seterusnya yang
diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap
lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan
maupun hamba sahaya. Setelah dakwah secara terang-terangan itu, pemimpin
quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasul. Semakin bertambahnya jumlah
pengikut nabi semakin keras tantangan dilancarkan kaum quraisy.
Menurut Ahmad
Syalaby ada lima faktor yang mendorong orang quraisy menentang
seruan Islam itu. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.
1) Mereka mengira
bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani
Abdul Muthalib.
2) Nabi Muhammad
menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak
disetujui oleh kelas bangsawan quraisy.
3) Para pemimpin
quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan dan pembalasan di
akhirat.
4) Taqlid kepada
nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab.
5) Pemahat dan
penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rizqi.
Banyak cara
yang ditempuh para pemimpin quraisy untuk mencegah dakwah nabi Muhammad.
Pertama-tama mereka mengira bahwa kekuatan nabi terletak pada perlindungan dan
pembelaan Abu Thalib yang amat disegani. Karena itu mereka menyusun siasat
bagaimana melepaskan hubungan nabi dengan Abu Thalib. Merasa gagal dengan cara
ini kaum quraisy kemudian mengutus Walid ibn Mughirah dengan membawa Umarah ibn
Walid, seorang pemuda gagah dan tampan untuk dipertukarkan dengan nabi
Muhammad. Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib. Untuk kali
berikutnya mereka langsung kepada nabi Muhammad. Mereka mengutus Utbah ibn
Rabiah, seorang ahli terotika, untuk membujuk nabi. Mereka menawarkan tahta,
wanita, dan harta asal nabi Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua
tawaran itu ditolak nabi Muhammad.
Setalah cara-cara
diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum quraisy gagal,
tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan
semakin ditingkatkan. Kekajaman yang dilakukan oleh penduduk Makkah terhadap
kaum Muslimin itu, mendorong nabi Muhammad untuk mengungsikan
sahabat-sahabatnya keluar makkah.[18]
BAB IV
HIJRAH NABI
ISLAM DI MADINAH DAN PIAGAM MADINAH
1. Hijrah dan
Perjalanan Nabi ke Madinah (Yatsrib)
Setalah
peristiwa isra’ mi’raj’ ada suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah
Islam. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke
Madinah. Yang terdiri dari suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga
gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, suku ‘Aus dan Khazraj
yang merindukan perdamaian dan berharap Islam dapat mempersatukan mereka. Kedua,
pada tahun kedua belas kenabian delegasi Yatsrib, terdiri dari sepuluh orang
suku khazraj dan dua orang suku ‘Aus serta seorang wanita menemui Nabi di suatu
tempat bernama Aqabah menyatakan ikrar kesetiaan Aqobah pertama[19]. Adapun isi dari ikrar tersebut
adalah:
a.
Tidak akan mempersekutukan Allah dengan apapun
b. Tidak akan
mencuri
c. Tidak akan
berzina
d. Tidak akan
membunuh anak
e. Tidak akan membuat-buat
kedustaan pada Nabi baik di hadapan Beliau atau tidak
Ketiga, pada musim haji berikutnya, jamaah
haji yang datang dari Yatsrib berjumlah 73 orang, 62 orang dari Khazraj dan 11
orang dari Aus. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada Nabi agar
berkanan pindah ke Yatsrib. Mereka berjanji akan membela Nabi dari segala macam
ancaman. Nabipun menyetujui Aqobah kedua. Tatkala gejala-gejala kemenangan di
Yatsrib (Madinah) Nabi menyuruh pada sahabatnya untuk pindah kesana. Dalam
waktu 2 bulan hampir semua kaum muslim, kurang lebih 150 orang, telah
meninggalkan kota Mekkah untuk mencari perlindungan pada kaum muslimin yang
baru masuk di Yatsrib. Kaum Quraisy sangat terperajat, mereka mengetahui bahwa
Nabi melakukan perjanjian dengan kaum Yatsrib sehingga mereka khawatir kalau
Muhammad dapat bergabung dengan pengikut-pengikutnya di Mekkah dan dapat
membuat markas yang kuat disana. Permasalahannya bukan hanya menyangkut soal
agama saja, tapi juga menyinggung soal ekonomi yang mungkin saja mengakibatkan
kehancuran perniagaan dan kerobohan rumah tangga mereka.
Setelah melihat
dampak yang sangat besaryang dapat merugikan ekonomi dan perniagaan mereka,
naka mereka melakukan sidang untuk menentukan tindakan apa yang harus mereka
lakukan. Setelah melakukan persidangan akhirnya jalan satu-satunya adalah
dengan membunuh Nabi Muhammad. Pikiran ini mereka anggap paling aman, karena
itu mereka siapkan segala sesuatu yang dibutuhkan. Pada suatu malam, waktu
mereka mengetahui bahwa Muhammad berada di rumahnya, maka mereka mengirim
pemuda-pemuda pilihan untuk mengepung rumahnya dan bersiap untuk menyerbu dan
membunuh Muhammad bilamana para penduduk telah tidur nyenyak. Akan tetapi
perundingan dan komplotan mereka sudah di sampaikan oleh Allah kepada Nabi,
Allah memerintahkan Nabi hijrah ke Yatsrib. Nabi memberi tahukan akan hal ini
kepada Abu Bakar, dan Abu Bakar meminta pada Nabi agar diizinkan menemani
beliau dalam perjalanan ke Yatsrib. Nabi setuju, dan kemudian Nabi menyuruh Ali
bin Abu Thalib menempati tempat tidur beliau, supaya kaum Musyrikin mengira
bahwa beliau masih tidur.
Dalam
perjalanan ke Yatsrib Nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah
desa yang jaraknya sekitar 5 km dari
Yatsrib, Nabi istirahat beberapa hari lamanya. Beliau menginap di rumah Kalsum
ibn Hindun. Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid
pertama yang di bangun Nabi sebagai pusat peribadatan. Setelah masjid berdiri
turunlah perintah Allah untuk mendirikan sholat jum’at. Pada saat khutbah
jum’at, Rasulullah menyampaikan empat hal yang di hari kemudian menjadi dasar
utama Piagam Madinah. Empat hal tersebut adalah :
1)
Al-Adallah al-insaniyah (Perikemanusiaan)
2) Asy-Syura
(Permsyawaratan)
3) Al- Wahdat
al-Islamiyah (Persatuan Islam)
4)
Al-Ukhuwat al-Islamiyah (Persaudaraan Islam)
Semantara itu’
penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangan Nabi. Ketika Nabi memasuki Yatsrib
penduduk kota ini mengelu-elukan kedatangan Beliau dengan penuh kegembiraan.
Sejak itu sebagai pernghormatan terhadap Nabi nama kota Yatsrib dinubah menjadi
Madinatul Munawwarah (kota yang bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam
memancar keseluuhb dunia.
2. Pendidikan
Islam di Madinah
Orang-orang
Islam memeluk agama Islam dengan hati yang ikhlas, serta dengan tulus membantu
Nabi dalan menyiarkan agama Islam. Matahari Islam pun bersinar di atas langit
bersih kota Madinah dan cahayanya mulai memancar luas. Salah satu hasil
pertamanya adalah keadaan perang yang telah lama mencekam dua kabilah Aus dan
Khazraj berubah menjadi keadaan damai dan persahabatan. Perlahan-lahan
kabilah-kabilah di wilayah Madinah pun memeluk agama Islam. Undang-undang Allah
pun di wahyukan dan kemudian di wujudkan serta dipraktekkan satu demi satu.
Orang-orang
Muslim yang tinggal di Mekkah dan berangsur-angsur pindah ke Madinah di kenal
sebagai kaum Muhajirin (mereka yang hijrah) dan orang-orang Muslim di Madinah
di kenal sebagai kaum Anshor (penolong). Adapun titik tekan pendidikan Islam
pada periode Madinah adalah:
a)
Pembentukan dan Pembinaan masyarakat baru, menuju
kesatuan sosial polotik. Dalam hal ini Nabi melaksanakan pendidikan sebagai
berikut:
v Nabi mengikis
habis sisa-sisa permusuhan dan pertengkaran antar suku, dengan jalan mengikat
tali persaudaraan di antara mereka.
v Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, Nabi menganjurkan kepada kaum muhajarin untuk usaha dan
bekerja sesuai dengan kemampuannya.
v Menjalin
kerjasam dan tolong menolong dalam membentuk tata kehidupan masyarakat yang
adil dan makmur.
v Shalat jum’at
sebai media komunikasi seluruh umat Islam.
b) Pendidikan
sosial dan kewarganegaraan. Pendidikan ini dilaksanakan melalui:
v Pendidikan
Ukhuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin.
v Pendidikan
kesejahteraan sosial dan tolong menolong.
v Pendidikan dan
kesejahteraan keluarga kaum kerabat.
c) Pendidikan anak
dalam Islam antara lain:
v Agar kita selalu
menjaga diri dan anggota keluarga dari api neraka.
v Agar jangan
meninggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya
menghadapi tantangan hidup.
v Orang yang di
muliakan Allah adalah orang yang berdoa agar di karuniai keluarga dan anak keturunan
yang menanangkan hati.
Adapun
bentuk-bentuk pendidikan anak dalam Islam sebagaimana di gambarkan dalam surat
Luqman ayat 13-19 sebagai berikut: 1) Pendidikan tauhid, 2) Pendidikan sholat,
3) Pendidikan sopan santun dalam keluarga, 4) Pendidikan sopan sontun dalam
masyarakat, 5) Pendidikan kepribadian.
d)
Pendidikan Hankam Dakwah Islam
Dalam rangka
memperkokoh masyarakat dan negara baru itu, Beliau segera meletakkan
dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Dasar pertama, pembangunan masjid, selain
untuk tempat sholat juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum
muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, di samping sebaga tempat bermusyawarah
merundingkan masalah-masalah yang di hadapi. Masjid pada masa Nabi bahkan juga
berfungsi sebagai pusat pemerintahan. Dasar kedua, adalah ukhuwag Islamiyah,
Persaudaraan sesama Muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan
Anshor. Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam. Dalam hijrah Nabi ke Madinah inilah puncak kejayaan Islam pada
zaman Rasulullah Saw[21].
3. Konstitusi
Madinah
Langkah politik
berikutnya yang beliau lakukan adalah membuat kesepakatan antar berbagai fraksi
yang ada di Madinah. Kesepakatan itu dikenal dengan al-Shahifa al Madinah atau
piagam Madinah (Madeena Charter). Ini merupakan konstitusi pertama negara
muslim. Setelh Muhammad Saw. hijrah ke Madinah, Beliau memandang pelu untuk
mengatur hubungan dengan orang-orang non-muslim. Dalam hal itu bertujuan
menciptakan suasana aman, damai dan tentram dengan mengatur wilayah dalam satu
arahan. Maka Beliau menyusun undang-undang toleransi yang belum pernah ada di
dunia yang penuh dengan fanatisme kesukuan waktu itu.
Latar belakang
lahirnya pakta ini adalah kondisi daerah itu sebelum peristiwa hijrah. Sejak lama
yatsrib dicekam konflik yang berkepanjangan antar suku. Dua suku yang paling
besar, Aus dan Khazraj bermusuhan sejak lama dan sering terjadi konflik
berdarah. Penduduk yatsrib meminta Nabi untuk hijrah ke yatsrib antara lain
agar beliau dapat menciptakan perdamaian dan ketentraman di Madinah. Oleh
karena itulah, kemudian tidak lama setelah sampai di Madinah Nabi Muhammad saw
mengumpulkan para pemimpin Madinah untuk merumuskan suatu kesepakatan politik
yang belakangan ini dikenal sebagai ”piagam madinah” ini lah dokumen politik
yang diletakkan oleh Nabi Muhammad saw di Madinah sejak 14 abad silam. Dokumen
tersebut menetapakan prinsip-prinsip konstitusi negara modern, seperti
kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, tentang perlindungan harta dan
jiwa anggota masyarakat, dan larangan orang melakukan kejahatan. Mereka juga
berkewajiban mempertahankan kota ini dan mengusir setiap serangan yang datang
dari luar. Mereka harus bekerja sama antara sesama mereka guna menghormati
segala hak dan kebebasan yang sudah disepakati bersama.
Suku-suku
yahudi turut menandatangani kesepakatan ini dan terikat dengan setiap isi
perjanjian itu. Rumusan Piagam Madinah adalah sebagai berikut:
a.
Umat Islam adalah umat yang satu, berdiri sendiri
dalam bidang akidah, politik, sosial dan ekonomi, tidak tergantung kepada
masyarakat lain.
b. Semua warga
sederajat dalam hak dan kewajiban. Hubungan mereka di dasarkan pada persamaan
dan keadilan.
c. Setiap
komunitas diikat dalam kesamaan iman. Antara warga satu komunitas dan komunitas
lain tidak diperkenankan saling berperang, tidak boleh membunuh dalam rangka
membela orang kafir, atau membela orang kafir dalam memusuhi warga komunitas
muslim.
d. Untuk
memperkuat persaudaraan dan hubungan kemanusiaan diantara umat Islam, warga
muslim menjadi pelindung bagi warga muslim lainnya.
e. Orang Yahudi
yang menyatakan setia terhadap masyarakat Islam harus dilindungi. Mereka tidak
boleh dianiaya dan diperangi.
f. Apabila ada
golongan lain yang bersekutu dengan Islam dalam berperang, maka umat Islam
harus saling tolong menolong dengan mereka.
g. Jika terjadi
konflik atau perselisihan yang tidak dapat dipecahkan dalam musyawarah, maka
penyelesaiannya diserahkan kepada Nabi Muhammad saw.
h.
Semua kesalahan ditanggung sendiri, seseorang tidak di
perkenankan mempertanggung jawabkan kesalahan teman (sekutu)-nya[22].
BAB V
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA
KHULAFAURRASYIDIN
Istilah
Al Khulafa’ Ar-rasyidin berasal dari sebuah riwayat yang disandarkan kepada
nabi Muhammad saw. dalam riwayat tersebut dikatakan bahwa nabi Muhammad saw
bersabda: “Umatku akan terpecah-pecah menjadi 73 golongan, semuanya akan
ditempatkan di neraka, kecuali satu golongan saja. Apa yang satu golongan itu ?
Tanya seorang sahabat. Nabi saw menjawab: “kelompok ahlussunah wal jamaah”.
Sahabat bertanya lagi:” siapakah mereka ? “nabi saw menjawab:”mereka yang taat
pada sunahku dan sunah al-khulafa’ ar rasyidin. “al-khulafa’ ar rasyidin
bermakna pengganti-pengganti Rasul yang cendekiawan. Adapun pencetus nama
al-khulafa’ ar rasyidin adalah dari orang-orang muslim yang paling dekrat dari
Rasul setelah meninggalnya beliau. Mengapa demikian, karena mereka menganggap
bahwa empat tokoh sepeninggal Rasul itu orang yang selalu mendampingi rasul
ketika beliau menjadi pemimpin dan dalam menjalankan tugas[23]. Khalifah adalah pemimpin yang
diangkat sesudah nabi wafat untuk menggantikan beliau melanjutkan tugas-tugas
sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan[24]. Adapun keempat Khulafa’ ar
rasyidin tersebut yaitu:
1. Abu bakar ash
shidiq (11-13 H/632-634 M)
Abu bakar
adalah orang pertama yang masuk Islam dari kalangan tua. Beliau selalu setia
menemani rasulullah sejak masuk Islam sampai rasul wafat. Beliau juga selalu
terlibat dalam semua peristiwa yang dialami Rasulullah. Pada perang tabuk Abu bakar
menyedekahkan semua hartanya untuk bekal pasukan Islam. Sedangkan panji Islam
dalam perang ini berada di tangannya. Banyak sahabat yang masuk Islam
melaluinya. Diantaranya Utsman bin Affan, Zubair bin awwam, dan Abdur rahman
bin Auf. Dan membebaskan sejumlah budak seperti Bilal bin Rabbah, Amir bin
Fuhairah, Zanirah dan yang lainnya.
Setelah Rasul
meninggal, orang-orang anshor merasa bahwa mereka sangat membutuhkan pemilihan
seorang khalifah yang mengatur masalah-masalah dan urusan-urusan mereka di Madinah.
Maka mereka segera berkumpul di Saqifah bani saidah dan melakukan musyawarah.
Dalam musyawarah itu mereka sepakat untuk memilih Sa’ad bin Ubaidah. Kaum
Muhajirin mengetahui apa yang dilakukan oleh kaum Anshor, maka Abu bakar, Umar
dan Zubair datang menemui mereka. kemudian Abu Bakar berpidato:”sesungguhnya
orang-orang arab tidak mengetahui kekuasaan ini kecuali orang-orang quraisy”.
Setelah itu, Umar maju dan membaiat Abu Bakar yang kemudian di baiat oleh semua
yang hadir di Saqifah.
Masa
pemerintahan Abu Bakar hanya berkisar 2 tahun 3 bulan. Namun masa
pemerintahannya penuh dengan aksi-aksi yang agung. Diantaranya:
a.
Pemberangkatan pasukan Usamah bin Zaid dalam Ekspedisi
ke Romawi yang tertunda karena wafatnya Nabi saw.
b. Perang melawan
orang-orang murtad.
c. Perang Yamamah.
d. Penaklikan
Islam, di wilayah timur (Persia) berhasil membuka hirah serta beberapa kota di
Irak. Diantaranya, Anbar, Daumatul jandal, faradh dan yang lainnya. Di wilayah
barat Abu Bakar mengirim pasukan ke Damaskus, Palestina, Yordania, dan Hims.
e. Permulaan
perang Yarmuk (13 H/634 M).
Kekuasaan yang
dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar, sama sebagaimana pada masa Rasulullah,
bersifat sentral: kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif berpusat di tangan
khalifah. Selain menjalankan roda pemerintah, khalifah juga melaksanakanl.
Meski demikian, seperti juga Nabi, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat
besarnya bermusyawarah[26].
2. Umar bin Khatab
(13-23 H/634-644 M)
Umar bin khatab
nama lengkapnya adalah Umar bin Khatab bin Nufail keturunan Abdul Uzza al
quraisyi dari suku adi, salah satu yang terpandang mulia. Umar di lahirkan di
Makkah empat tahun sebelum kelahiran nabi saw. umar masuk Islam pada tahun ke
lima setelah kenabian dan menjadi salah satu sahabat terdekat nabi[27]. Umar merupakan salah satu sahabat yang selalu dimintai
pertimbangan-pertimbangannya oleh Rasulullah. Bahkan tidak jarang wahyu turun
memperkuat pandangan-pandangannya. Umar di anggap sebagai sahabat Rasukl kedua
setelah Abu Bakar. Pada masa pemerintahan Abu Bakar Ash shidiq dia menjadi
penasehat dan tangan kanannya.
Tatkala Abu
Bakar merasa bahwa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin parah, beliau
memilih Umar bin Khatab sebagai pengganti beliau. Beliau meminta pertimbangan sahabat-sahabat
senior, mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar. Kemudian beliu membaiat Umar
yang kemudian diikuti oleh kaum muslim[28].
Di zaman Umar
gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasan) pertama terjadi ibu kota Syiria,
Damaskus, Mesir, Irak, Iskandaria, Al qodisiyah, Al madain, Masul. Dengan
demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi
jazirah arabia, palestina, syiria, sebagian besar wilayah persia, dan mesir.
Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi
negara. Administrasi pemerintahan di atur menjadi delapan wilayah privinsi,
beberapa departement di dirikan. Pada masanya mulai di atur dan ditertibkan
sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan di dirikan dalam rangka memisahkan
lembaga yudikatif dan eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, Umar
juga mendirikan Bait al Mal, menempa mata uang, dan menciptakan tahun hijiriah[29]. Hasil kerja pemerintahan Beliau
adalah
a.
Khalifah Umar adalah orang pertama yang menggelari dirinya
Amirul Mukminin.
b. Beliau adalah
orang pertama yang membentuk kantor atau kementrian.
c. Beliau adalah
orang pertama yang membuat penanggalan Islam dengan menjadikan awal hijrah
Rasul sebagai awalnya.
3. Utsman bin
Affan (23-35 H/ 644-656 M)
Utsman bin
Affan lahir di Thaif tahun 576 M, yaitu enam tahun sesudah peristiwa gajah (Al
Fail), Ia naik menjabat khalifah pada usia 70 tahun dan berkuasa dua belas
tahun (23-35 H/ 644-656 M) dan meninggal pada usia 82 tahun. Pemilihan terhadap
dirinya berlangsung pada penghujung bulan dzulhijjah tahun 23 H/ 644 M dan di
resmikan pada awal Muharram 24 H/644 M[31]. Melalui pemiliham umum yang diketuai Abdurrahman bin
Auf.
Perluasan Islam
di masa Utsman dapat di simpulkanpada dua bidang:
a.
Menumpas pendurhakaan dan pemberontakan
Setelah Umar
berpulang ke rahmatullah ada daerah-daerh yang mendurhaka kepada pemerintahan
Islam. Daerah-daerah yang mendurhaka itu terutama ialah Khurasan dan
Iskandariah. Pemberontak di Khurasan dicetuskan oleh pendukung-pendukung
pemerintahan yang lama. Adapun kota Iskandariah, telah di serang kembali oleh
bangsa Romawi.
Pemberontakan-pemberontakan
ini dapat di tumpas oleh Utsman. Utsman mengirim ke Khurasan dan Iskandariah
tentara yang besar jumlahnya dengan perlengkapan yang cukup. Bala tentara ini
dapat menghancurkan kaum pemberontak, serta dapat mengembalikan keamanan dan
ketentraman dalam daerah tersebut.
b.
Melanjutkan perluasan Islam ke daerah-daerah yang
telah terhenti perluasan Islam pada masa Umar.
Perluasan Islam
boleh dikatakan meliputi semua daerah
yang telah dicapai balatentara Islam di masa Umar. Perluasan ini di masa Utsman
telah bertambah dengan perluasan ke laut. Kaum Muslimin telahmempunyai angkatan
laut. Di masa Utsman, Barqah, Tropoli barat dan bagian selatan negeri Nubah
telah masuk dalam wilayah Islam. Kemudian negeri-negeri Armenia dan beberapa
bagian Thabaristan, bahkan kemujuan tentera Islam telah melampaui sungai jihun
(Amu Daria). Negeri-negeri Balkh (Baktria) Harrah, Kabul dan Ghaznah di
Turkistan juga telah diduduki kaum Muslimin[32].
Tapi khalifah
Utsman bin Affan tidak seperti khalifah sebelumnya, khalifah Utsman bin Affan
tidak mampu memenuhi harapan semua golongan. Kepribadian Utsman tidak sekuat
khalifah-khalifah sebelumnya. Utsman tidak mampu menghindar dari kecenderngan
nepotisme yang dilakukan oleh kelompok bani Umayah.
Karya-karya
yang dapat dipersembahkan Khalifah Utsman bin Affan selama masa baktinya adalah
pertama ialah berhasil ditaklukkannya Armenia dan pulau-pulau di Laut Tengah,
termasuk Cyiprus. Demikian pula Persepolis, ibu kota Persia berhasil
ditaklukkan. Hasil karya besar kedua dari khalifah Utsman adalah
keberhasilannya melakukan kodifikasi Qur’an. Dengan kodifikasi itu maka semua
naskah atau mushaf Qur’an terdahulu dimusnahkan agar tidak membingungkan umat
islam dalam mengkaji Qur’an. Karya besar kodifikasi Qur’an itu diserahkan
tanggung jawab penanganannya kepada Zaid bin Tsabit sebagai ketua panitia.
Dengan karya itu pula, berhasil dipersatukan jumlah qiroat atau dialek, yaitu
cara bacaan, yang semula ada tujuh dialek (qiroat sab’ah). Ketujuh qiroat
adalah Quraisy, Yaman, Jurkum, Huwazin, Kudaah, Tamim dan Tajik. Hal ini
disebabkan dalam kodifikasi versi utsman digunakan qiroat Quraisysebagai qiroat
standar, yang akhirnya dikinal sebagai mushaf Utsmani. Mushaf itu digunakan
empat kali, yang masing-masing dikirimkanke Mesir, Damaskus, Bagdad, dan
Madinah[33].
4. Ali bin Abi
Thalib
Sahabat Ali bin
Abi Thalib masuk Islam paling dini, sejak masih berusia 6 tahun, di kala wahyu
untuk pertama kali diterima Rasul, kini telah berusia 52 tahun. Panitia
pemilihan telah memilihnya untuk menjadi khalifah keempat. Namun Thalhah maupun
Zubair tidak berpihak padanya karena keduanya menuduh Ali bin Abi Thalib ada
belakang pembunuhan terhadap khalifah Utsman[34]. Langkah awal pemeritahan Ali
adalah memecat para gubernur yang sewenang-wenang yang di angkat oleh Utsman,
termasuk salah satunya adalah Muawiyah di Syam. Ia juga menarik tanah yang oleh
Utsman dihadiahkan kepada para pendukung dan hasil tanah tersebut diserahkan ke
kas negara. Di sampingkan itu, Ali berusaha kembalikan pemerintahan Islam
seperti masa Umar. Selain itu, Aisyah bersama Thalhah dan Zubair meminta Ali
segera mencari dan menghukum para pembunuh Utsman. Pada tanggal 9 Desember 656
terjadi peperangan antara Ali dan Aisyah, Ali berperang dan barhasil
mengalahkan pasukan Aisyah, dan Aisyah pun tertangkap oleh pasukan Ali. Ali
dengan penuh hormat memulangkan Aisyah ke Madinah seperti biasa dilakukan
terhadap seorang “ibu negara”. Pertempuran tersebut dikenal dengan perang
Jamal. Setelah itu, akhirnya Ali
memindahkan ibu kota dari Madinah ke Kufah (januari 657 M), dikarenakan para
pengikut Ali yang paling banyak berada di Kufah.
Pada tanggal 26
juli 657 juga terjadi pertempuran besar antara pendukung Ali melawan pendukung
Muawiyah, di Siffin. Dalam literatur Islam peristiwa itu dikenal sebagai
fitnatul kubra (bencana besar), yang tidak lain adalah perang saudara besar.
Pada saat perang Siffin, terjadi adu taktik dan kelicikan.Atas usulan Amr ibn
al-Ash, Muawiyah menawarkan perdamaian dengan mengangkat Al Qur’an, akhirnya
perang berhenti, peristiwa ini disebut dengan peristiwa tahkim. Kelompok Ali
yang menentang kebijakannya untuk berhenti perang disebut Khawarij di bawah pimpinan
Abdullah ibn Wahab al-Rasyibi. Sedangkanorang yang mengikuti Ali yang kemudian
mengagungkan khalifah Ali disebut sebagai Syi’atu Ali (pengikut Ali) yang
kemudian di kemudian hari di kenal dengan kelompok Syi’ah. Tahkim tersebut
gagal total akibat tipu muslihat dari Amr yang di catat Muir kutip sabda Nabi
“what is war but a game of deception”[35].
Di tahun 661 M
khalifah Ali tewas terbunuh dengan pedang beracun. Pelakunya bernama Abdul
Rahman bin Muliam, seorang pengikut fanatik kelompok khawarij, yang menganggap
Ali bersikap lemah menghadapi lawan. Segera setelah itu kelompok Syiah membaiet
Hasan, putra tertua Ali menjadi khalifah.Ternyata Hasan menolak jabatan itu
dengan maksud untuk mencegah berkecamuknya lagi perang saudara. Untuk itu Dia
mengajukan sejumlah persyaratan. Ada lima butir persyaratan yang harus di
setujui Muawiyah untuk menduduki jabatan itu sebagai berikut:
a.
Muawiyah tidak akan membenci bangsa Irak yang
merupakan pendukung Ali.
b. Muawiyah akan
menjamin keamanan pengikut Ali dan memaafkan semua kesalahan mereka.
c. Pajak negeri
Ahwaz di kawasan Persia diserahkan kepada pihak Ali.
d. Pihak Umayah
harus memberi uang kompensasi kepada Husen, adik Hasan sebesar dua juta dirham.
BAB VI
PEMERINTAHAN BANI UMAYYAH DAN KEMAJUAN
YANG DI CAPAI
Sebelum menduduki jabatan khalifah,
Muawiyah bin Abu Sufyan telah menjabat sebagai Gubernur di Syiria, menggantikan
saudaranya Yazid bin Abi Sufyan pada masa khalifah Umar bin Khattab. Setelah
terjadi tragedi pembunuhan atas khalifah Utsma bin Affan, Ali bin Abi Thalib
dibaiat oleh masyarakat Madinah sebagai khalifah menggantikan Utsman. Muawiyah
menolak pembaiatan ini dengan alasan Ali terlibat dalam tragedi pembunuhan
Utsman dan menuntut balas darahnya. Setelah jabatan di peroleh dengan rekayasa
politik dan pedang, dan situasi negara di nilai stabil, Muawiyah mulai menyusun
rencana besar mengadakan ekspansi keluar wilayah Syiria. Kemudian ekspansi
tersebut dilanjutkan oleh khalifah Abdul Malik bin Marwan, Walid bin Abdul
Malik dan Hisyam bin Abdul Malik.
1. Muawiyyah bin
Abi Sufyan, Khalifah 1 (40- 60 H/ 660- 680 M)
Sebagaimana
dijelaskan di atas bahwa tindakan pertama yang diambil Muawiyyah pada awal
kekhalifahannya adalah berkonsentrasi penuh untuk memulihkan keamanan dan
stabilitas dalam negeri. Delapan tahun kemudian, awal tahun
48 H/ 668 M, Muawiyah mulai menyiapkan ekspansinya. Sasaran pertama
dalam ekspansi ini adalah Ibukota
imperium Romawi, Konstantinopel, yang dikenal juga dengan Imperium
Bizantium. Ini merupakan eskpansi kedua umat Islam. Ekspansi pertama keibukota
konstantinopel dilakukan oleh khalifah Utsman bin Affan.
Ekspansi
pertama dan kedua di atas gagal. Padatahun
50 H / 670 M di bawah komando Panglima Uqbah bin Nafi’, Tripoli dapat dikuasai. Kemudian kota
Tangier, tepian Pantai Atlantik dan kota Carthagina, sekarang wilayah Tunis.Pada tahun 52 H / 672
M, Muawiyah memerintahkan penyerbuan terhadap pulau Rhodes, sebuah kota
pelabuhan makmur terletak sebelah selatan Tanjung Mount Phoenix, di bawah
komando Laksamana Junaidah bin Abi Umayyah al- Azdi. Meskipun sebelumnya kota
pulau ini telah ditaklukkan oleh khalifah Utsman bin Affan yang meloloskan diri
sewaktu khalifah Ali bin Abi Thalib berkuasa.
Padatahun
664 M,
kota Kabul dan wilayah bagian Timur Afganistan ditaklukkan. Sehingga empat tahun sebelum Muawiyah
mengakhiri kekuasaannya, 676 M, wilayah Iran,
kota Bukhara dan Samarkhan telah dikuasai. Termasuk juga lalulintas dagang sepanjang
jalur Sutera, Silk Road, sebuah jalur dagang
yang strategis antara Imperium
Tiongkok dan dunia Barat[37].
2. Yazid bin
Muawiyah ( 60- 64 H / 679- 683 M)
Yazid bin Muawiyah adalah putra dari Muawiyah bin
Abi Sufyan. Dia menjadi Khalifah setelah ayahnya meninggal. Seluruh Negeri
membaiatnya pada masa pemerintahan ayahnya kecuali sejumlah kecil orang Madinah
. Yazid berusaha memaksa mareka. Maka, Ibnu Umar, Abu Bakar, dan Ibnu Abbas
mambaiatnya. Sedangkan Husein dan
Abdullah Ibnuz Zubair pergi ke
Makkah dan tidak membaiatnya. Peristiwa inilah yang melatarbelakangi terjadinya
peristiwa Karbela.
Pada masa
pemarintahannya hanya terjadi penaklukkan di Afrika saja dan tidak malancarkan
ekspansi ketempat lain karena adanya gejolak di dalam negeri seperti:
a.
Pemberontakan Syi’ah
Pemberontakan
Syi’ah adalah pemberontakan yang terus menerus terjadi sepanjang Bani Umayyah,
karena mareka tidak senang terhadap anak- anak Umayah dan bertujuan untuk
meruntuhkan Umayyah.
b.
Tragedi Karbela
Husein bin Ali
tidak membaiat Yazid. Penduduk Irak
meminta padanya dengan keras untuk membaiatnya. Maka Husein pun bersama dengan
keluarga dan kerabat serta jama’ahnya berangkat menemui mereka. Di tengah jalan
dia di cegat oleh pasukan berkuda Ubaidillah bin Ziyad, gubernur Bashrah dan
Kuffah. Dia mengalihkan jalan ke
Karbela. Di tempat itulah terjadi perang
sengit Husein dan sahabat- sahabatnya berperang mati- matian hingga akhirnya
terbunuh beserta sahabat dan pengikutnya serta sebagian keluarganya di bawa
kepada Yazid.
c.
Peristiwa Hurrah dan Penghalalan Madinah
Kabar tragedy
Karbela sampai ke Madinah. Maka, saat itulah Abdullah Ibn Zubair mengumumkan pencopotan Yazid dari
kekhalifahan, dan membaiat dirinya
sebagai khalifah. Mendengar berita itu, Yazid segera mengirim pasukan ke
Madinah. Dia menghalalkan pertumpahan darah di
Madinah dengan membunuh ratusan sahabat dan anak- anak mereka hingga
akhirnya Madinah takluk.
Pasukan Yazid
melanjutkan serangannya ke Mekkah tempat
Abdullah Ibn Zubair melarikan diri. Maka Mekkah dikepung dan Baitullah di lempar
dengan manjanjiq dan dibakar dengan
api. Yazid meninggal saat terjadi pengepungan
kota Mekkah sehingga pasukan Yazid menarik diri ke Syam. Dia meninggal pada
bulan Rabiul Awal 64 H/ 683 M).
3. Muawiyah bin
Yazid (64 H / 683 M)
Dia menjadi
khalifah setelah Ayahnya meninggal. Sedangkan masa pemerintahannyasangatlah
pendek. Dia mengundurkan diri karena sakit dan fisiknya lemah. Dia menyendiri
di rumahnya hingga Dia meninggalkan setelah tiga bulan.
4. Abdullah Ibnuz
Zubair (64- 73 H / 683- 692 M)
Pada masa
pemerintahannya, Ibnuz bin zubair mampu memegang kendali kekhalifahannya dan di baiat oleh semua
penduduk negeri. Tetapi terjadi pemberontakan dari Marwan bin Hakam, setelah
meninggalnya Yazid bin Muawiyah. Dia berhasil menguasai Syam dan Mesir. Begitu
juga dengan Irak yang berhasil di kuasai oleh Abdul Malikbin Marwan. Pada tahun
73 H/792 M, Abdul Malik memberangkatkan pasukan dalam jumlah besar ke Mekkah
yang di komandani oleh paglma perangnya yang sangat terkenal, Hajjaj bin
Yusuf ats Tsaqafi. Abdullah Ibnuz Zubair
berlindung di dalam kota Mekkah. Hajjaj mengepung kota Mekkah dan menghujani
Ka’bah dengan Manjaniq.
Banyak pasukan
Abdullah bin Zubair yang membelot. Namun, Zubair dengan orang-orang terdekatnya
bertempur dengan gagah berani di dekat Ka’bah, hingga salah satu dinding Ka’bah
jatuh menimpa dirinya dan Dia meninggal dunia. Dengan demikian, Mekkah berada
di bawah kekuasaan Abdul Malik. Sejak itulah Abdul Malik secara legal menjadi
khalifah kaum Muslim. Abdullah ibnuz Zubair memerintah selama kurang lebih
sembilan tahun[38].
5. Abdul Malik bin
Marwan, Khalifah V (65- 86 H / 683- 705 M).
Ketika Khalifah
Abdul Malik berkuasa, di Mekkah telah berkuasa pula khalifah Abdullah bin
Zubair yang wilayah kekuasaannya meliputi Makkah, Irak, Iran, Khurasan, sampai Bukhara,
termasuk jalur Sutera. Oleh karena itu
khalifah Abdul Malik berusaha merebut kembali wilayah- wilayah tersebut yang
sebelumnya berada di bawah kekuasaan Khlifah Muawiyah bin Abi Sufyan. Usaha
Abdul Malik tidak sia-sia, karena pada tahun 72 H wilayah yang dikuasai Khalifah Abdullah bin Zubair
dapat direbut kembali. Pada periode ini
bahasa Arab ditetapkan sebagai bahasa resmi yang berlaku bagi seluruh wilayah kekuasaan
Khalifah Abdul Malik.
6. Walid bin Abdul
Malik, Khalifah VI (86- 96 H / 705- 715 M)
Masa
pemerintahan Walid ini di tandai dengan dua kemajuan luar biasa. Pertama, perluasan
wilayah kekuasaan dengan terlebih dahulu menaklukkan kembali wilayah-wilayah
yang pernah dikuasai oleh Khalifah Muawiyah. Setelah pemulihan wilayah
kekuasaan berhasil, penaklukan berikutnya dilakukan. Turkistan Timur, Turkistan
Barat, semua di bawah kekuasaan Tiongkok Afrika, semenanjung Liberia yang
menghadap ke Lautan Atlantik, termasuk Cordofa, Granada sampai ke Valancia,
sebelah utara pesisir Spanyol berhasil dikuasai.
Kedua,
pembangunan masjid bersejarah “Masjid Jami’ Al-Umawi” yang melibatkan 120.000
arsitek Yunani dan Arab serta tenaga ahli pembangunan, perluasan masjid Nabawi,
penyempurnaan bangunan “Dome of the Rock” yaitu bekas kuil Nabi Sulaiman yang
kini terkenal dengan nama Masjid al-Aqsho. Selain itu, juga di adakan pemugaran
dan pembangunan masjid-masjid disetiap wilayah yang baru di duduki, pembangunan
rumah-rumah sakit umum, pembangunan rumah penampungn para jompo dan fakir
miskin, pembangunan pos-pos persinggahan bagi para musyafir yang kehabisan
bekal, penyediaan dana bagi para hafidz al-Qur’an, perbaikan jalan umum untuk
memperlancar pembangunan,perbaikan waduk di lembah Efrat dan Nil dan
pembangunan irigasi.
7. Hisyam bin
Abdul Mali, Khalifah X (105- 125 H / 724- 743 M)
Selama sepuluh
tahun Khalifah Hisyan berkuasa, Bani Umayyah mengalami kemajuan dan perluasan
yang cukup berarti. Pada tahun 724 M, panglima Sammah bin Maloik menyerbu kota
benteng Toulouse, Perancis Selatan. Namun gagal dan Sammah gugur. Setahun
kemudian, 725 M panglima besar Anbasah dapat menguasai Narbonne, Marseille,
Avignon dan kota benteng Lyon, Perancis. Penyerangan dilanjutkan ke Utara
memasuki wilayah Burgundy, menaklukkan Macon, Clalons, Dijon sampai ke Langres,
perbatasan Swiss. Tidak ketinggalan kota Benteng Sens yang berada di tepian
sungai Saine, ekspensi ini cukup berhasil. Meskipun pada akhirnya dapat di
pukul mundur oleh pasukan musuh sampai kewilayah Perancis bagian selatan. Dalam
serangan balasan ini panglima Ambasah gugur.
Dengan
demikian, eksoansi imperiam Umayyah selamaberkuasa dapat dibagi ke dalam tiga
wilayah operasi yang masing-masing wilayah dimulai dari titik akhir wilayah
ekspansi khalifah Utsman bin Affan. Wilayah operasi pertama, pertempuran
melawan pasukan Romawi di Asia kecil meluas sampai pengepungan terhadap kota
Konstantinopel dan penyerangan terhadap beberapa pulau di Laut Tengah. Wilayah
operasi kedua, meliputi Afrika Utara meluas sampai pantai Atlantik kemudian
menyeberangi selat Jabal Thariq dan memasuki Spanyol. Wilayah operasi ketiga,
meluas menuju utara memasuki daerah-daerah di seberang sungai Juhun (Abu
Dariah) dan kearah selatan meliputi daerah Sind, India.
Sejumlah
analisis dimajukan mengenai motivasi Imperium Umayyah di atas. Pertama,
melihat adanya keinginan bangsa lain untuk menguasai wilayah-wilayah Dinasti
Umayyah. Kedua, menyerang musuh berarti jihad. Gugur dalam jihad berarti
mati syahid dan dijamin masuk surga. Ketiga, munculnya ambisi untuk
merajai dan berkuasa di kalangan khalifah Umayyah[39].
Ada beberapa
faktor yang menyebabkan dinasti Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.
Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan
adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek
senioritas. Pengaturannya tidak jelas.
b.
Sisa-sisa Syiah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus
menjadi gerakan oposisi baik secara terbuka maupun secara tersembunyi.
c.
Pada masa kekuasaan bani Umayah, pertentngan etnis
antara suku Arabia utara (Bani Qays) dan Arabiyah selatan (Bani Kalb) makin
meruncing.
d.
Sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga
anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka
mewarisi kekuasaan.
e.
Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani
Umayah adalah munculnya kekuatan baru yang di pelopori oleh keturunan
Al-Abbas ibn Abdul Muthalib[40].
BAB VII
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH
Kekuasaan
Dinasti Bani Abbas, atau khalifah Abbasiyah adalah dinasti yang melanjutkan
kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khalifah Abbasiyah karena pada
pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan al-Abbas paman Nabi Muhammad
SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali
Ibn Abdullah Ibn al-Abbas. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang
panjang dari tahun 132 H/750 M s.d 656 H/1258 M.[41]
Abu
Abbas as-Saffah merupakan khalifah pertama pemerintahan Bani Abbasiyah. Beliau
di baiat sebagai khalifah pada tahun 132 H/749 M. Setelah itu beliau
mengalahkan Marwan bin Muhammad dan menghancurkan pemerintahan Bani Umayyah
pada tahun yang sama. Pemerintahan yang al-Abbas pimpin bersandar pada tiga hal
utama. Pertama, pada keluarga. Dalam hal kepemimpinan dan pemerintahan al-Abbas
menyerahkan pada keluarganya. Demikian juga dalam masalah nasihat dan
musyawarah. Kedua, Abu Muslim Khurasan. Dia adalah panglima perang yang
jempolan. Ketiga, fanatisme golongan. Dia muncul pada akhir-akhir dan
melemahnya pemerintahan Umayyah. Kufah merupakan pusat pergerakan Bani
Abbasiyah dan ditempat ini pula Saffah dibaiat sebagai khalifah. Kemudian dia
tinggalkan dan menuju Anbar yang kemudian dia jadikan sebagai ibokota
negerinya. Al-Abbas banyak disibukkan dengan upaya konsolidasi internal. Oleh
sebab itu, dia tidak banyak fokus terhadap masalah-masalah penaklukan karena
pertempuran di kawasan Turki dan Asia Tengah ters bergolak. Al-Abbas meninggal
pada tahun 136 H/753 M, dan memerintah dalam jangka waktu empat tahun.
Setelah
al-Abbas wafat, kekuasaan selanjutnya dipegang oleh Abdullah bin Muhammad Ali
bin Abdullah al-Abbas (Abu Ja’far al-Manshur) sesuai dengan wasiat yang
diberikan al-Abbas. Pada masa pemerintahannya, al-Manshur harus menghadapi
pemberontakan-pemberontakan yang berbahaya, yang bisa mengguncangkan kursi
kedudukan dan mengguncang jiwa. Diantara gerakan pemberontak yang penting
adalah sebagai berikut:
1. Pemberontakan
Ali bin Abdullah bin Ali (pamannya)
2. Pembunuhan Abu
Muslim Khurasani
3. Pemberontakan
Muhammad Ibrahim.
4. Khawarij
bergerak kembali dengan mendirikan sebuah negeri yang bernama Shafariyah dan
Sajalmasah.[42]
Pada
masa al-Mansur, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata “Innawa ana
Sulthan Allah fi ardhihi (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di
bumi-Nya)”. Dengan demikian konsep khilafah dalam pandangannya dan
berkelanjutan ke generasi sesudahnya merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia,
bukan pula sekedar pelanjut Nabi sebagaimana pada masa khulafa’ al-Rasyidin. Al
–Mansur selama 21 tahun.
Dasar-dasar
pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu al-Abbas dan Abu
Ja’fat al-Manshur, tetapi puncak keemasan dari dinasti ini pada tujuh khalifah
sesudahnya, yaitu al-Mahdi (774-785 M), al-Hadi (785-786 M), Harun ar-Rasyid
(786-808 M), al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wasiq (842-847
M), dan al-Muttawakil (847-861 M).[43]
1.
Al-Mahdi (774-785 M)
Dia bernama Muhammad
al-Mahdi Ibnul Manshur. Dilantik sebagai khalifah setelah ayahnya dan sesuai
dengan wasiat ayahnya pada tahun 158 H/774 M. Dia dikenal sebagai seorang yang
sangat dermawan dan pemurah serta banyak memberikan hadiah. Selain itu, dia
juga mengembalikan harta-harta yang dirampas secara tidak benar. Al-Mahdi juga
memperluas Majidil Haram. Kondisi dalam negeri saat itu sangat stabil dan tidak
ada satu gerakan penting dan signifikan dimasanya. Peristiwa-peristiwa yang
terjadi dimasa pemerintahannya adalah:
a.
Gerakan-gerakan Zindiq
Ini adalah
sebutan untuk siapa saja yang menganut agama Manawiyah Paganistik (yang
menyembah nur dan kegelapan). Sebutan Zindiq dikatakan pada siapa saja yang
mulhid atau ahli bid’ah. Al-Mahdi adalah orang yang paling keras sikapnya
terhadap orang-orang Zindiq ini dan dalam menjatuhkan sanksi kepada mereka.
b.
Kaum Khawarij
Pada tahun 160
H/ 776 M berdiri pemerintahan Rustumiyah di Tahart al-Jazair oleh kaum Khawarij
Ahadhiyah.
Dalam
penaklukan wilayah, al-Mahdi berhasil mencapai kemenangan-kemenangan atas
orang-orang Romawi. Anaknya Harun ar-Rasyid adalah penglima perang dalam
penaklukan ini. Dia sampai di pantai Marmamah dan berhasil melakukan perjanjian
damai dengan Kaisar Agustine yang bersedia untuk membayar Jizyah pada tahun 166
H/782 M. Dia meninggal pada tahun 169 H/785 M dan memerintah selama 10 tahun
beberapa bulan.
2.
Musa al-Hadi (785-786 M)
Dia adalah Musa
al-Hadi bin Muhammad al-Mahdi yang dilantik sebagai khalifah setelah ayahnya.
Dia selalu mengincar orang-orang Zindiq dan melakukan tindakan yang tegas atas
mereka sebagaimana yang dilakukan ayahnya. Dia berusaha mencopot status putra
mahkota dari saudaranya Harun ar-Rasyid dan memberikannya kepada anaknya, namun
tidak berhasil.
Dimasa
pemerintahannya terjadi pemberontakan oleh Husain bin Ali bin Ibnul Husen Ibnul
Hasan bin Ali di Makkah dan Madinah, yang menginginkan agar pemerintahan berada
ditangannya. Namun, al-adi mampu menaklukannya beserta pengikutnya dalam perang
Fakh (dekat Makkah) pada tahun 169 H (785 M). Pada saat yang sama saudaranya
yang bernama Yahya bin Abdullah melkukan pemberontakan di dalam. Jumlah mereka
semakin banyak dan memiliki pengaruh yang besar. Maka, al-Hadi memberangkatkan
ar-Rasyid dengan membawa pasukan dalam jumlah besar sehingga pemberontak berhasil
ditaklukan. Al-Hadi meninggal pada tahun 170 H/786 M. Dan memerintah selama
setahun tiga bulan.
3.
Harun ar-Rasyid (786-808 M)
Harun al-Rasyid
Ibnul Hadi merupakan mutiara sejarah Bani Abbasiyah. Dia adalah salah seorang
raja paling agung dalam sejarah. Pada masa pemerintahannya Islam mengalami
puncak kemegahan dan kesejahteraan yang belum pernah dicapai sebelumnya.
Bahkan, pada masanya, pemerintahan Bani Abbasiyah mencapai puncak keemasan dan
keagungannya sehingga dia sangat terpandang dengan kekuatan dan kemajuan, ilmu
pengetahuannya. Diantara kerja mulia yang dia lakukan untuk ilmu pengetahuan
adalah pendirian Baitul Hikmah, sebuah akademi yang menjadi mercusuar ilmu dan
peradaban dunia pada masa itu.
Masa
pemerintahannya adalah masa yang sangat tenang dan stabil, tidak ada
pemberontakan yang menonjol dan signifikan. Hanya ada beberapa pemberontakan
kecil yang tidak berarti apa-apa. Diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Pemberontahan Yahya bin Abdullah di negeri Dailam,
namun berhasil dihancurkan oleh ar-Rasyid.
b. Terjadi sebuah
golongan besar gerakan kaum Khawarij di Jazirah Arab. Akan tetapi pasukan Harun
berhasil menaklukannya setelah melalui upaya yang hebat.
c. Orang-orang
Zindiq berhasil menguasai Jurjan dan hidup ditempat itu dengan melakukan kerusakan-kerusakan.
Pemberontakan ini juga berhasil dipatahkan pada tahun 181 H/797 M.
d. Tragedi
Baramikah. Mereka berasal berasal dari Persia Majusi. Mereka mempunyai pengaruh
yang sangat besar dan kekuasaan yang luas pada masa pemerintahan Harun
ar-Rasyid. Mereka bisa mengendalikan negara dan sumber-sumber kekuatannya.
Setelah itu Harun menghancurkannya dan memusnahkan eksistensi mereka.
e.
Pemberontakan di Khurasan yang merupakan sebuah
pemberontakan yang sangat sengit di Khurasan yang dipimpin oleh Rafi’ bin Laits
bin Nashir bin Sayyar. Pemberontakan ini masih saja berlanjut dan Rafi’ terus
berkuasa. Sehingga akhirnya dia menyerah pada masa pemerintahan al-Makmun.
Dimasa
pemerintahan ar-Rasyid, peperangan di negeri Romawi terus berlanjut dan tidak
pernah terputus. Bahkan tak jarang ar-Rasyid memimpin langsung pertempuran.
Orang-orang Romawi mengingkari janji tatkala yang berkuasa atas mereka adalah
Nagfur. Ar-Rasyid menjadi murka dan segera berangkat dengan pasukan yang sangat
besar dan mewajibkan bagi musuhnya untuk membayar Jizyah. Harun berhasil
memasuki kota Heraclee dan menguasainya. Dia juga berhasil merampas harta
rampasan perang dalam jumlah yang sangat besar. Pada masanya juga orang-orang
Siprus mengingkari janji sehingga mereka pun ditaklukkan.
Sebelum
meninggal, beliau mewariskan kekuasaan kepada kedua anaknya, al-Amien dan
al-Makmun. Harun al-Rasyid meninggal pada tahun 193 H/808 M, dan memerintah
selama 23 tahun.
4.
Muhammad al-Amien (193-198 H/808-813 M)
Muhammad
al-Mien merupakan putra dari Harun ar-Rasyid. Ayahnya telah membaiatnya sebagai
khalifah, lalu saudaranya al-Makmun, kemudian untuk Qosim. Dia diberi kekuasaan
di Irak, sedangkan al-Makmun di Khurasan. Ar-Rasyid telah membaiat keduanya di
Makkah dan mengambil janji setia dari mereka untuk tidak berselisih. Namun,
al-Fadhl Ibnur Rabi’ salah seorang menteri al-Amien termakan tipuan ini dan dia
merobek surat baiat. Maka, al-Makmun segera memberontak.
Pada tahun 195
H/810 M, al-Amien mengirimkan dua pasukan untuk memerangi saudaranya. Namun,
kedua pasukan ini berhasil dihancurkan oleh Thahir bin Husein, panglima perang
al-Makmun. Kemudian pasukan al-Makmun mengepung Baghdad. Maka, terjadilah
perang sengit antara kedua pasukan. Pasukan al-Amien mengalami kekalahan,
sedangkan al-Amien melarikan diri yang kemudia dibunuh pada tahun 198 H/813 M.
Al-Amien sendiri dikenal seorang yang suka berburu dan suka berfoya-foya dan
banyak melalaikan urusan negara.[44]
5.
Abdullah al-Ma’mun (198-218 H/813-833 M)
Setelah melalui
pertarungan darah dan melalui tipu daya al-Fadhl bin Sahl, al-Makmun berhasil
menaklukannya dan berhasil memegang kekhalifahan pada tahun 198 H/812 M.
Al-Makmun merupakan salah seorang tokoh khalifah Abbasiyah yang paling
terkemuka. Al-Makmun dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu
filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan
untuk menerjemahkan buku-buku Yunani. Ia menggaji penerjemah-penerjemah dari
golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan
sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Baitul
Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan
perpustakaan yang besar. Pada masa al-Makmun inilah Baghdad mulai menjadi pusat
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.[45]
Pada masa pemerintahannya,
terjadi fitnah bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Fitnah ini terjadi karena
munculnya pendapat yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu makhluk dan bukan wahyu
yang diturunkan. Akibatnya, sejumlah ulama harus menghadapi penyiksaan akibat
menentang pendapat ini, salah satunya adalah Ahwad bin Hanbal. Al-Makmud
meninggal pada tahun 210 H/833 M setelah berkuasa selama 20 tahun.
6.
Abu Ishaq al-Mu’tashim (218-227 H/833-841 M)
Al-Muqtashim
menjabat menjadi khalifah pada tahun 218 H/83 M. Pada masa pemerintahannya, dia
banyak mengangkat pasukan dari orang-orang Turki sehingga jumlah mereka semakin
banyak di Baghdad. Maka al-Mu’tashim membangun sebuah kota untuk mereka yang
dikenal dengan sebutan samura. Tampaknya al-Mu’tashim kehilangan kepercayaan pada
orang-orang Arab dan Persia. Sehingga, dia mengambil orang-orang Turki sebagai
orang-orang terdekatnya. Dimasanya, ia berhasil menumpas babik al-Khurroni yang
telah berkali-kali diperangi. Kemenangan atas Babik ini merupakan sebuah
kemenangan yang paling spektakuler. Akhir kekuasaan al-Mu’tashim pada tahun 227
H/833 M setelah memerintah selama sembilan tahun.
7.
Harun al-Watsiq (227-232 H/841-846 M)
Harun adalah
putra dari al-Mu’tashim. Pada masa pemerintahannya, panglima-panglima asal
Turki mencapai posisi-posisi yang sangat terhormat. Bahkan al-Wastiq telah
menjadi gelar “sultan” pada seorang panglima asal Turki yang bernama Asynas.
Sehingga, membuat panglima Turki itu memiliki kewenangan yang sangat luas.
Al-Wastiq memegang kekhalifahan selama lima tahun dan meninggal pada tahun 232
H/846 M.
8.
Ja’far al-Muttawakil
(232-247 H/846-861 M)
Al-Muttawakil
diangkat sebagai khalifah setelah saudaranya, al-Wastiq. Dia didudukkan oleh
orang-orang Turki di mana saat itu kunci kekuasaan telah berada ditangan mereka.
Dia berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman pengaruh orang-orang Turki
ini, namun gagal. Dimasanya al-Muttawakil melarang dengan keras pendapat yang
menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Dia menghapus bid’ah ini dan sangat
menaruh hormat kepada imam Ahmad bin Hanbal. Al-Muttawakil dibunuh oleh seorang
prajurit Turki pada tanggal 11 Desember 861 M. Konon, pembunuhan ini merupakan
bagian dari rencana putranya yaitu al-Muntashir. Pemerintahan al-Muttawakil
dikenal dengan reformasi-reformasinya dan dipandang sebagai masa keemasan Bani
Abbasiyah. Ia adalah khalifah terbesar terakhir Abbasiyah, setelah kematiannya
khalifah mulai mundur.[46]
BAB VIII
MASA KEEMASAN ISLAM PADA MASA DINASTI ABBASIYAH,
FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN LAHIRNYA TOKOH-TOKOH INTELEKTUAL MUSLIM
1. Masa Keemasan Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah
berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsilidasikan
kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan
pengembangan budaya Timur Tengah.Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan
yang diterapkan berbdeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan
budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan
biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode:
a.
Periode Pertama (132-232 H/ 750-847 M) disebut periode
pengaruh Arah dan Persia Pertama.
b. Periode Kedua
(232-334 H/847-954 M) disebut periode pengaruh Turki pertama.
c. Periode Ketiga
(334-447 H/945-1055 M) periode ini disebut sebagai masa pengaruh Persia Kedua.
d. Periode keempat
(447-590 H/1055-1194 M) Masa Pengaruh Turki kedua (dibawah kendali) kesultanana
Bani Seljuk
e.
Periode kelima (590-656 H/ 1194-1258 M) masa khalifah
bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar
kota baghdad (invasi dari Tar-Tar, dan eskpansi bani Utsman secara
besar-besaran)[47].
Pada periode
pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para
khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan, politik dan
agama. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode
ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan dalam Islam. Pada periode pertama ini, pemerintah Bani Abbasiyah
mencapai keemasan di bawah pimpinan Al-Mahdi, Al-Hadi, Harun Ar-Rasyid,
Al-Ma’mun, Al-Mu’tashim, Al-Wasiq, dan Al-Muttawakil.
Pada masa
pemerintahan Al-Mahdi, beliau telah memerintahkan supaya menambah bangunan
Masjidil Haram dan Masjid Rasulullah SAW. Beliau juga memerintahkan untuk
membangun beberapa bangunan besar di sepanjang jalan yang menuju ke Mekkah
sebagai tempat persinggahan para musafir, memerintahkan dibuat kolam-kolam air
untuk kepentingan kelompok kafilan dan hewan-hewan mereka, memperbanyak jumlah
telaga dan juga memperbaiki yang sudah ada, mengadakan hubungan pos di antara
kota Baghdad dan wilayah-wilayah Islam yang termuka, dan membatalkan pemungutan
pajak.
Di masa Harun
Ar-Rasyid, beliau mendirikan Baitul Hikmah yang merupakan sebuah ilustrasi
kebudayaan dan pikiran yang cemerlang ketika itu, dan merintis jalan ke arah
kebangkitan. Beliau juga membuat buku seribu satu malam yang menduduki tempat
paling atas di bidang kesusastraan dunia, dan telah diterjemahkan ke sebagian
besar bahasa-bahasa dunia.
Di masa
Al-Ma’mun, Bani Abbasiyah spirit of power itu dimiliki oleh seorang
khalifah yang bernama Al-Ma’mun dengan membuat Baitul Hikmah yaitu rumah
pustaka. Para cendekiawan dan intelektual Muslim yang menerjemahkan
tulisan-tulisan filsuf Yunani, Romawi ke dalam bahasa Arab mendapat penghargaan
yang sangat tinggi dari Al-Ma’mun. Perkembangan dunia Islam mengalami
perkembangan yang sangat pesat dengan melalui ilmu pengetahuan. Baitul Hikmah telah
mendorong perubahan yang sangat luar biasa di dunia Islam seperti ilmu mantiq,
kedokteran, fisika, ilmu masyarakat menjadi area diskusi publik umat Islam.
Begitu juga di
masa pemerintahan Al-Mu’tashim, perkembangan ilmu pengetahuan berkembang pesat,
bukan hanya ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Bahkan
di masa khalifah Al-Watsiq, beliau merupakan pelindung besar bagi pemikiran
bebas, beliau banyak memberikan uang untuk darma dan menolong ilmu pengetahuan
sepenuhnya. Beliau mempunyai keahlian dalam musik, dan dikabarkan telah
menciptakan seratus buah lagu dan nyanyian selama pemerintahannya, industri
tumbuh subur, perdagangan antara Timur dan Barat yang diperlancar oleh Bani
Abbas meningkat sampai pada puncaknya.
Al-Muttawakil
adalah khalifah terbesar yang terakhir dikenal dengan reformasi-reformasinya
dan dipandang sebagai masa keemasan Bani Abbasiyah.
2. Faktor-faktor
Keberhasilan Bani Abbasiyah
Bani Abbasiyah
mencapai puncak keemasannya karena terdapat beberapa faktor, diantaranya:
a.
Islam makin meluas, tidak di Damaskus tetapi di
Baghdad.
b. Orang-orang di
luar Islam dipakai untuk menduduki istana pemerintahan.
c. Pemerintahan
Abbasiyah membentuk tim penerjemah bahasa Yunani ke bahasa Arab.
d. Sebagian
penerjemah memberikan pendapatnya.
e. Rakyat bebas
berfikir serta memperoleh hak asasinya dalam segala bidang.
f. Adanya
perkembangan ilmu pengetahuan.
g. Dalam
penyelenggaraan negara pada masa Bani Abbasiyah ada jabatan wazir.
h. Ketentuan
profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah.
3. Lahirnya Tokoh
Intelektual Muslim
Pada masa
pemerintahan Bani Abbasiyah, Baghdad menjadi pusat kegiatan intelektual, musik,
puisi, kesusastraan, dan filsafat mulai berkembang. Sinar ilmu pengetahuan
tambah bercahaya karena negara-negara bagian dari kerajaan Islam raya
berlomba-lomba dalam memberi kedudukan terhormat kepada para ulama dan para
pujangga.
Adapun zaman
keemasan khusus dalam bidang ilmu pengetahuan adalah periode daulat Bani
Abbasiyah ke IV, karena dalam masa tersebut berbagai ilmu pengetahuan telah
matang, pertumbuhannya telah sempurna dan berbagai kitab yang bermutu telah
cukup banyak dikarang terutama ilmu bahasa, sejarah, geografi, adab, dan
filsafat. Pada awal sejarahnya, ilmu-ilmu Islam berkembang dalam bidang qira’ah
tafsir dan hadits, kemudian menyusul ilmu fiqih. Ilmu-ilmu ini bertambah subur
berkembang, sesuai dengan evolusi kemajuan masyarakat. Ilmu fiqih telah matang
dan berkembang kaidah-kaidahnya pada masa daulat Bani Abbasiyah II. Dari
ijtihad dan semangat riset, maka para ahli pengetahuan, para alim ulama,
berhasil menemukan berbagai keahlian berupa penemuan keahlian bidang-bidang
ilmu pengetahuan.[48]
a.
Para ilmuan bidang ilmu filsafat
1) Al-Kindi (185 –
260 H/801 – 873 M)
Al-Kindi adalah
filosof Muslim pertama. Sebagai Muslim Arab pertama yang mempelajari ilmu
pengetahuan dan filsafat, Al-Kindi patut disebut “Ahli Filsafat Arab”. Nama
lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub ibn Ishaq ibn Sabbah ibn Imran ibn
Ismail Al-Ash’ats bin Qais Al-Kindi. Kindah adalah salah satu suku Arab besar
pra Islam.[49]
Sebagian besar
karya Al-Kindi (berjumlah sekitar 270 buah) hilang. Ibn Al-Nadim dan Al-Qifti
mengelompokkan tulisan-tulisan Al-Kindi yang kebanyakan berupa risalah-risalah
pendek menjadi 17 kelompok:
Filsafat Medis
Logika Ostrologi
Ilmu hitung Dialektika
Globular Psikologi
Musik Politik
Astronomi Meteorologi
Geometri Dimensi
Sperikal Benda-benda
pertama
Dalam risalah
al-Kindi, filsafat merupakan pengetahuan tentang hakekat segala sesuatu dalam
batas-batas kemampuan manusia dalam menyifati Allah dengan istilah kebenaran
yang merupakan tujuan filsafat. Filsafat dibagi menjadi dua bagian utama, Pertama,
studi-studi teoritis, yakni fisika, matematika, dan metafisika. Kedua,
studi-studi praktis yaitu etika, ekonomi, dan politik.[51]
2) Al-Farabi
Karya-karya
al-Farabi dapat dibagi menjadi dua, satu diantaranya mengenai logika dan yang
lainnya menyangkut berbagai cabang pengetahuan filsafat, fisika, matematika,
metafisika, etika dan politik.[52] Filsafat al-Farabi mengambil
ajaran-ajaran filosof terdahulu, membangun kembali dalam bentuk yang sesuai
dengan lingkup kebudayaan dan menyusunnya sedemikian sistematik dan selaras.
Filsafatnya mungkin tertumpu pada beberapa perkiraan yang keliru dan mungkin
juga berisi beberapa perkiraan yang telah ditolak oleh ilmu pengetahuan modern,
tetapi ia mempunyai peranan penting dan pengaruh yang besar dibidang pemikiran
masa-masa sesudahnya. Unsur-unsur penting filsafat al-Farabi adalah logika,
kesatuan filsafat, teori sepuluh kecerdasan, dan teori tentang kenabian.[53]
3) Ibnu Bajjah
Abu Bakr
Muhammad Ibn Yahya al-Sha’igh dikenal sebagai Ibnu Bajjah atau Avempace.
Karya-karyanya adalah risalah-risalah mengenai ilmu pengetahuan dan Risalah
al-Wada’, Tardiyah, Kitab al-Nabat al-Andalus, Risalah Ittisala al-‘Aql bi
al-Insan al-Andalus, Tadhir al-Mutawahhid, kitab Nafs, Majallah al-Majna,
al-‘Ilm al-Arabi, Risalah al-Ghayyah al-Insaniyah. Ibnu Bajjah ahli dalam teori
maupun praktek ilmu-ilmu matematika, terutama astronomi dan musik, mahir dalam
ilmu pengobatan dan tekun dalam studi-studi spekulatif seperti logika, filsafat
alam, dan metafisika.
Ibnu Bajjah
menyadarkan filsafat dan logikanya pada karya-karya al-Farabi, tetapi penelitian
filsafatnya lain. Dia menggunakan filsafatnya Ariestoteles, yaitu mendasarkan
metafisika dan psikologi pada fisika.[54]
4) Ibnu Thufail
Abu Bakr
Muhammad Ibn ‘Abd al-Malik Ibn Muhammad Ibn Muhammad Ibn Thufail (latin
Abubacer), pemuka besar pertama pemikiran filosofis Muwahid dari Spanyol. Ibn
Thufail adalah seorang dokter, filosof, ahli matematika dan penyair yang sangat
terkenal dari Muwahid Spanyol, tapi sayang hanya sedikit sekali karya-karyanya
yang dikenal orang. Ibn Khatib menganggap dua risalah mengenai ilmu pengobatan
sebagai karyanya. Dan dua karya yang masih ada yaitu Risalah Hayy Ibn Yaqzan
dan Asrar al-Hikmah al-Mashriqiyyah.[55]
5) Ibnu Shina
Orang Eropa
menyebutnya Avicena. Disamping seorang filosof ia juga seorang doktor dan ahli
musik. Karangannya yang terkenal adalah: Shafa, 18 Jilid, Najat, Qonun,
Sadidiya, 5 Jilid, Danas Nameh, Majmul Hikmah, 10 Jilid, al-Qonun fi ‘Ath-Thib.
6) Al-Ghazali
Dia digelari
sebagai hujjatul Islam, buku karangannya berjumlah 70 judul. Karangannya adalah
: Al-Munqiz min Adh-Dhalal, Tuhfatul Falsafiyah, Mizanul Amal, Tafsir Urjuza,
Al-Wajiz, Mahkun Nazar, Miyazul Ilmi, Maqasidul Falasafiyah.
7) Ibnu Rusyd
Ibnu Rusyd di
Barat namanya dikenal dengan Oveoes. Di antara buku karangannya yang dikenal
adalah : Mabadul Falsafiyah, Kulliyat, Tafisr Urjuja, Kaiful Afillah, kitab
dogma-dogma lain.
b.
Bidang kedokteran
Ada beberapa
perguruan tinggi kedokteran yang terkenal, antara lain adalah :
1) Sekolah tinggi
kedokteran di Yunda Shapus
2) Sekolah tinggi
kedokteran di Hirran, Syeria
3) Sekolah tinggi
kedokteran di Baghdad
Para dokter dan
ahli kedokteran Islam yang terkenal antara lain:
1) Jabir ibn
Hayyan sebagai Bapak Ilmu Kimia
2) Hunain ibn
Ishaq, ahli mata yang terkenal
3) Tabib ibn Qurra
4) Ar-Raji
c.
Bidang Matematika
Para ahli ilmu
tersebut salah satunya adalah Al-Khawarizmi, penemu angka nol. Muhammad ibn
Musa Al-Khawarizmi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan
geografi yang berasal dari Persia. Hampir sepanjang hidupnya ia bekerja sebagai
dosen di sekolah kehormatan di Baghdad. Buku pertamanya adalah Al Jabar yang
membahas solusi sistematika dari linier dan notasi kuadrat, sehingga ia disebut
sebagai Bapak Aljabar. Translasi bahasa latin dari aritmatika beliau, yang
memperkenalkan angka India, kemudian diperkenalkan sebagai sistem penawaran
posisi desimal dari dunia Barat pada abad ke-21. Ia merevisi dan menyesuaikan
geografi Ptolomeus sebaik mengerjakan tulisan-tulisan tentang astronomi dan
astrologi.[56]
Tokoh yang lain
adalah Al Kindi yang karyanya Risalah fi Masail Suila Anha Ahwal Kawakih, di
samping seorang ahli filsafat, beliau juga ahli dalam bidang matematika.[57]
d.
Bidang Seni Ukir
Dalam bidang
ini, ummat Islam cukup terkenal dengan hasil seninya pada botol tinta, papan
catur, payung, vas, burung-burungan, pohon-pohonnan. Beberapa seniman ukir
terkenal antara lain Badr dan Tariff.[58]
BAB IX
MASA DISINTEGRASI MUNCULNYA DINASTI DALAM ISLAM DAN
KONDISI PERKEMBANGAN INTELEKTUAL DALAM ISLAM
Bani
Abbas mencapai masa keemasannya hanya pada periode pertama. Dinasti ini mulai
menurun terutama pada bidang politik. Disintegrasi dalam bidang politik
sebenarnya sudah mulai terjadi diakhir zaman Bani Umayyah. Dengan adanya
kebijaksanaan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam
dari persoalan politik, propinsi-propinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari
genggaman penguasa Abbas.
Faktor
lain yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan
kekuasaan Bani Abbasiyah juga menggali kemunduran dibidang politik. Kondisi
ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah.
1. Masa
Disintegrasi
Semenjak
pemerintahan Harun ar-Rasyid dikatakan bahwa pada saat itu terjadi masa
keemasan Bani Abbasiyah. Tetapi pada waktu inilah terjadi benih-benih
disintegrasi tepatnya pada saat penurunan tahta. Harun ar-Rasyid telah
mewariskan tahta kekhalifahan pada putera mertuanya yaitu al-Amin, dan kepada
putranya yang lebih muda yaitu al-Makmun. Setelah wafatnya Harun ar-Rasyid,
al-Amin berusaha menghianati hak adiknya dan menunjuk anak laki-lakinya sebagai
penggantinya kelak. Akhirnya pecah perang sipil. Pada masa kekhalifahan
al-Ma’mun terjadi disintegrasi yang menyebabkan munculnya dinasti Thahiriyah
yang didirkkan oleh Thahir, dia adalah mantan Gubernur Khurasan dan menjadi
Jendral Militer Abbasiyah, yang diangkat Al-Ma’mun. Al-Ma’mun berjanji
jabatan-jabatan tersebut dapat diwariskan kepada keturunannya.[59]
2. Dinasti Lain di
Dunia Islam
Dalam dunia
Islam, para penguasa sebagaimana telah dijelaskan dalam bab-bab sebelum ini,
setalah masa kekuasaan Khulafaurrasyidin, digantikan oleh para penguasa yang
membetuk kekuasaan sesuai sistem kekuasaan kekeluargaan atau dinasti. Di mulai
dari kekuasaan Mu’awiyah yang membentuk Dinasti Umayah, maka sistem
pemerintahan yang bersifat demokrasi berubah menjadi Monarchi Herditis (kerjaan
turun temurun). Kekhalifahan Umayah diperoleh melalui kekrasan dan diplomasi,
tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak.
Dinasti-dinasti
yang berkuasa setelah Khulafaurrasyidin adalah Dinasti Umayah, Dinasti
Abbasiyah, Dinasti Umayah di Andaulisa, Dinasti Safawiyah, Dinasti Usmani di
Turki, Dinasti Mongol di India, dan beberapa dinasti lain yang berkuasa di
beberapa belahan dunia Islam. Selain dinasti-dinasti tersebut, juga terdapat
dinasti lain yang juga memiliki peran penting dalam perkembangan peradaban
dunia Islam.[60]
a.
Dinasti Buwaihi (333 H/945 M – 447 H/1055 M)
Wilayah
kekuasaan dinasti Buwaihi meliputi Irak dan Iran. Dinastin ini dibangun oleh
tiga bersaudara, yaitu Ali bin Buwaihi, Hasan bin Buwaihi, dan Ahmad bin
Buwaihi. Perjalanan Dinasti Buwaihi dapat dibagi dalam dua periode. Periode
pertama merupakan periode petumbuhan dan konsolidasi, sedangkan periode kedua
adalah peridoe defensif, khususnya di wilayah Irak dan Iran Tengah. Dinasti
Buwaihi mengalami perkembangan pesat ketika Dinasti Abbasiyah di Baghdad mulai
melemah. Dinasti Buwaihi mengalami kemunduran dengan adanya pengaruh Tugril Beg
dari Dinasti Saljuk. Peninggalan dinasti ini antara lain berupa observatorium
di Baghdad dan sejumlah perpustakaan di Syiraz, Ar-Rayy, dan Isfahan (Iran).
b.
Dinasti Hamdaniyah (292 H – 394 H / 905 M – 1004 M)
Dinasti
Hamdaniyah melalui kekuasaannya meliputi Aleppo (Syuriah) dan Mosul (Irak). Nama dinasti ini
dinisbatkan kepada pendirinya Hamdan bin Hamdun yang bergelar Abu al-Haija’.
Dinasti Hamdaniyah di Mosul dipimpin oleh Hasan yang menggantikan ayahnya, Abu
al-Haija’. Kepemimpinan Hasan mendapat pengakuan dari pemerintahan Baghdad.
Dinasti Hamdaniyah di Aleppo dari Dinasti Ikhsyidiyah. Dinasti Hamdaniyah di
Mausul maupun di Aleppo nerakhir ketika para pemimpinanya meninggal.
c.
Dinasti Saljuk (469 – 706 H / 1077 – 1307 M)
Saljuk adalah
nama keluarga keturunan Saljuk bin Nuqoq (Tuqoq) dari bangsa suku Guzz dari
Turki yang menguasai Asia Barat Daya pada abad ke-11 dan akhirnya mendirikan
sebuah kekaisaran yang meliputi kawasan Mesopotamia, Suriah, Palestina, dan
sebagian besar Iran. Wilyah kekuasaan mereka yang demikian luas menanndai awal
kekuasaan suku bangsa Turki di kawasan Timur Tengah hingga abad ke-13.
Dinasti Saljuk
dibagi menjadi lima cabang, yaitu Saljuk Iran, Saljuk Irak, Saljuk Kirman,
Saljuk Asia Kecil, dan Saljuk Suriah. Dinasti Saljuk didirikan oleh Saljuk bin
Nuqoq adari suku bangsa Guzz. Akan tetapi, tokoh yang dipandang sebagai pendiri
Dinasti Saljuk yang sebenarnya adalah Tugril Beg. Ia berhasil memperluas
wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk dan mendapat pengakuan dari Dinasti Abbasiyah.
Dinasti Saljuk melemah setelah para pemimpinannya meinggal, atau ditaklukan
oleh bangsa lain. Peninggalan dinasti ini adalah Kizil Kule (menara merah) di
Alanya, Turki Selatan dan Masjid Jumar di Isfahan, Iran.[61] Di antara jasa-jasa Dinasti Saljuk
adalah:
1) Memperluas Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi.
2) Membangun rumah
sakit di Naisabur.
3) Membangun
gedung peneropong bintang.
d.
Dinasti Fatimiyah (909 M – 1171 M)
Pada 945 M bani
Fatimiyah sudah berhasil memantapkan diri di Tunisiadan menguasai beberapa
daerah sekeliling dan Sisilia. Kemajuan-kemjuan yang penting terjadi selama
pemerintahan al-Muizz (953–975) yang mempunyai seorang jendral yang cemerlang
Jauhar. Dalam bagian awal pemerintahan Jauhar memimpin sutau pasukan penaklukan
ke Atlantik dan keunggulan Fatimiyah ditegakkan atas seluruh Afrika Utara.
Kemudian al-Muizz mengalihkan perhatiannya ke Timur. Jelas tersirat dalam
pendirian bani Fatimiyah bahwa mereka harus mencoba untuk menguasai pusat dunia
Islam dan dua pendahulunya telah melakukan perjalanan penaklukan yang tidak
berhasil terhadap Mesir. Sekarang, setelah persiapan-persiapan cermat, termasuk
propaganda politis (yang dibantu oleh rencana kelaporan hebat di Mesir), Jauhar
menerobos Kairo Lama (al Fustat) tanpa kesulitan dan menaklukan negara itu.
Jauhar segera mulai membangun sebuah kota baru bagi tentaranya, yang diberi
nama al-Qahirah “Kota Kenangan” atau Kairo. Tahun 973 Kairo menjadi kediaman
Imam atau Khalifah Fatimiyah dan pusat pemerintahan. Dari antara daerah-daerah
yang semula menguasai kekuasaan Ikhshidiyah, Mesir dan Madinah dengan cepat
mengakui Fatimiyah, tatapi terdapat kesulitan-kesulitan di Suriah, maka para
gubernur di Sisilia dan Afrika Utara makin menjadi independen sampai Kairo
boleh dikatakan kehilangan semua pengaruhnya di propinsi-propinsi Barat. Di Mesir sendiri era Fatimiyah berlangsung
selama kurang lebih dua abad dan merupakan zaman kemakmuran. Mesir tidak
mengalami kerusuhan yang mendorong kehidupan sehari-hari seperti di Irak dan
Suriah. Perdagangan berkembang didorong oleh pemerintah. Karena sikap rezim
yang toleran, maka zaman itu adalah zaman vitalitas intelektual yang tinggi.
Toleransi itu terlibat antara lain, dalam kenyataan bahwa di antara wazir-wazir
yang banyak itu terdapat yang bergama Kristen, satu atau dua bekas pemeluk
judaisme dan bahkan seorang Imamiyah, sementara orang Yahudi memegang jabatan-jabatan tinggi.[63]
e.
Dinasti Ghaznawiyah
Peletakan dasar
“Kerjaan Ghaznawi” oleh sebuah tinggi. Pada bagian awal pemerintahannya dia
beberapa kali menyerbu punjah dan merebut beberapa perbentengan di perbatasan
India. Penerus selanjutnya adalah putranya yaitu Mahmud. Mula-mula dia
memperkokoh kekuasaannya atas Khurasan dan propinsi-propinsi sekeliling yang
tidak begitu kuat dipegang oleh Bani Samaniyah. Di Khurasan dia memilihkan
penyebutan nama khalifah Abbasiyah dalam sembahyang Jumat, dan sebagai
imbalannya dia ditunjuk sebagai Gubernur Khalifah di Khurasan dengan gelar Wali
Amir Al-Mukminin dan Yamin ad-Daulah. Penaklukan Khurasan bisa dikatakan
selesai dengan kekalahan Bani Qarakhani di dekat Balkh.
Pentingnya
Khurasan bagi Amhmud adalah karena kemakmuran dan kekayaannya, karena
pajak-pajak yang dipungut membantu membiayai penaklukan-penaklukan di India.
Sekitar tahun 1001 dia menaklukan Kabul, multan, dan Kasmir. Tahun 1025 sebuah
ekspedisi besar berhasil merebut Gujarat, selain menjarah sebuah kuil Hindu
yang sangat kaya di Somnath. Saat kematian Mahmud tahun 1030, kerjaaannya
meliputi Punjab dan Lembah Indus di India, seluruh Afganistan dan Persia Timur,
sementara serangkaian negara-negara kecil di sisi perbatasannya sevelah barat
mengakui keunggulannya.
Kekuasaannya
selanjutnya dipegang oleh putranya yaitu Muhammad. Tetapi meuhammad agak kurang
pengalaman dan kurang begitu kompeten sehingga ditolak oleh pihak militer yang
menghendaki putranya yang lain, yaitu Mas’ud, yang telah berjaya memimpin
beberapa ekspedisi dan menjabat sebagai gubernur di propinsi-propinsi barat. Setelah
Saljuk mulai menyerbu beberap propinsi di Persia. Mas’ud mengalami kekalahan
besar terhadap orang-orang Saljuk, yang berarti berakhirnya Kerajaan Ghaznawi
di Persia. Mas’ud sendiri dibunuh oleh militer yang kecewa dalam perjalanan ke
ibu kotanya di India, Lahore.[64]
f.
Samaniyyah
Tetangga
Buhiwiyah di sebelah barat. Hamdaniyah adalah Syi’ah dari bangsa Arab.
Sedangkan tetangga mereka di sebelah timur.samaniyyah adalah Sunni dari bangsa
Iran. Pendiri Dinasti Samaniyyah adalah Saman-Khuda, yang masuk Islam pada abad
ke-2 H/8 M. Samaniyyah mengklaim dirinya sebagai keturunan bangsa raja yaitu
Raja Sasaniyah, Bahrom Chubin. Dengan keberhasilan mereka yang pertama
membangun basis kekuasaan di Transoxania, mereka mendapatkan pengakuan pada 261
H / 875 M ketika Khalifah Al-Mu’tamid mengangkat Nashr bin Ahmad (250-279 H /
864-892 M)sebagai Gubernur di Transoxania guna melawan klaim-klaim yang
menentangnya dari Amir Shafariyah, Ya’qub bin Laits. Setelah kemenangan Ismail
bin Ahmad (279-295 H / 892-907 M) atas Amr bin Abu al-Laits khalifah
mengangkatnya sebagai gubernur untuk seluruh wilayah Khurasan, Transoxania,
Royy, dan Isfahan. Ismail bin Ahmad adalah pendiri dinasti Samaniyah
sebenarnya. Kerajaan Samaniyah menggabungkan Khurasan dan Transoxania.
Kota-kotanya yang penting adalah ibu kota Bukara di Transoxania. Samar Kond
juga merupakan pusat yang penting dan Nisyapur (Nisabur) di Khurasan.
Putra Ismail
dan sekaligus penggantinya, Ahmad bin Ismail (295-301 H / 907-914 M) berhasil
menaklukan Siston, tetapi Thoharistan dipisahkan dari kekuasaan Samaniyah oleh
al-Nashr al-kabir dari Zaidiyah. Ketika ahmad bin Ismail terbunuh, ia
digantikan putranya yaitu Nashr bin Ahmad, yang kemudian dikenal dengan
al-Sa’id (orang yang beruntung). Ketika ia masih berusia 8 tahun, dia dipaksa
harus menumpas pemberontakan –pemberontakan yang dilakukan oleh paman dan
saudara-saudaranya sendiri. Meskipun tidak berhasil mengembalikan Thabaristan
ke dalam kekuasaan Samaniyah, masa jabatannya cukup panjang (301-331 H /
914-943 M) dan mencapai kemakmuran puncak tinggi dari zaman keemasan
pemerintahan Samainyah. Istana Nashr bin Ahmad di Bukhara disamarkan oleh kaum
agamawan yang terpelajar, penyair, sejarawan, dan ilmuwan. Nashr mendapatkan
dua orang wazir yang sangat terkenal. Pertama, Abu Abdullah al-Jaihari, seorang
ahli geografi dan sarjana terkemuka. Ttepai al-Jauhari diturunkan dari
jabatannya karena dicurigai mendukung penadangan Syi’ah (dan bahkan
manichacan). Menteri yang kedua, Abu al-Fadl al-Bal’ami adalah seorang sarjana
dan pelindung pengetahuan. Kesusastraan Arab dan terutama Persia, dikembangkan
di istana Nashr bin Ahmad. Namun, wilayah kekuasaan Samaniyah dihancurkan oleh
berbagai pemberontakan, dan Khurasan terlepas dari kontrol ibu kota Bukhara.
Menjelang akhir abad ini, Qarakhaniyahdan Ghaznawiyah berhasil menaklukan
negara bagian Samaniyah dengan membagi wilayah-wilayahnya di antara mereka.[65]
3. Perang Salib
Persitiwa
penting dalam gerakan ekspedisi yang dilakukan oleh Alp Arselan adalah
perisitwa Manzikart, tahun 464 H (1071 M). Tentara Alp Arselan yang hanya
berkekuatan 15.000 prajurit dalam persitiwa ini berhasil mengalahkan tentara
Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis, dan Armneia. Persitiwa besar ini
menanamkan beih permusuhan dan kebencian orang-orang Kristen terhadap umat
Islam. Kebencian itu bertambah setelah Dinasti Saljuk dapat merebut Bait
al-Maqdis pada atahun 471 H dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah, penguasaan
menetapkan beberapa peraturan bagi orang Kristen yang ingin berziarah ke sana.
Peraturan itu dirasakan sangat menyulitkan mereka. Untuk memperoleh kembali
keleluasaan kembali berziarah ke tanah suci Kristen itu, pada atahun 1095 M,
Paus Urbanus II berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang
suci. Perang ini kemudian dikenal dengan nama Perang Salib yang terjadi dalam
tiga periode.
a.
Periode Pertama
Pada musim semi
tahun 1095 M, tentara salib yang dipimpin oleh Godfrey, Bohemond, dan Raymond
berhasil menaklukan Nicea dan menguasai Raha. Mereka juga berhasil menduduki
Bait al-Maqdis, Akka, dan kota Tyre.
b.
Periode Kedua
Imaduddin Zanki
penguasa Mashul dan Irak, berhasil menaklukan kembali Aleppo, Hanimah, dan
Edessa pada atahun 1144 M. Namun, ia wafat tahun 1446 M. Tugasnya dilanjutkan
oleh putranya, Naruddin Zanki. Naruddin berhasil merebut kembali Antiochea pada
tahun 1149 M dan pada tahun 1151 M seluruh Edessadapat direbut kembali.
Kejatuhan Edessa ini menyebabkan orang-orang Kristen mengobarkan perang salib
kedua.
c.
Periode Ketiga
Tentara salib
pada periode ini dipimpin oleh Raja Jerman, Frederick II. Kali ini mereka
berusaha merebut Mesir lebih dahulu sebelum ke Palestina, dengan harapan dapat
bantuan dari orang-orang Kristen Qibthi.
4. Sebab-Sebab
Kemunduran Pemerintahan Bani Abbas
Berakhirnya
kekuasaan dinasti Saljuk atas Baghdad ataua Khalifah Abbasiyah merupakan awal
dari periode kelima. Pada periode ini khalifah Abbasiyah tidak lagi berada di
bawah kekuasaan suatu dinasti tertentu.walaupun banyak sekali dinasti Islam
berdiri. Namun, demikian faktor-faktor penyebab kemunduran Dinasti Abbasiyah
tidak datang secara tiba-tiba. Benih-benihnya sudah terlihat pada periode
pertama karenakhalifah pada periode ini sangat kuat, benih-benih itu tidak
sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila
khalifah kuat, para menteri cenderung berperan sebagai kepala sipil. Tetapi
jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan. Di
samping kelemahan khalifah, banyak faktor lain menyebabkan khalifah Abbasiyah
menjadi mundur, yaitu: a. Persaingan antar bangsa
b. Kemerosotan
sosial
c. Konflik agama
d. Ancaman luar negeri.[66]
5. Perkembangan
Intelektual dalam Masa Disintegrasi
Pada masa
disintegrasi yang menyebabkan kehancuran dalam kekhalifahan Abbasiyah, tetapi
tidak menghambat perkembangan intelektual. Pada saat disintegrasi yang dimulai
dengan berdirinya dinasti Thahiriyah, perkembangan intelektual mengalami
kemajuan yang cukup berarti. Ini terbukti dengan munculnya tokoh-tokoh
intelektual pada bidangnya, baik itu dalam bidang ilmu sastra, ilmu filsafat,
dan kedokteran maupun dalam bidang hukum dan politik.
a.
Ilmu sastra
Muncul
tokoh-tokoh seperti:
1) Abu ‘Alla
al-Ma’arry (363-449 H/973-1057 M)
Seorang penyair
filosof yang banyak karangannya, di antaranya diterjemahkan ke bahasa Latih dan
Inggris oleh Thomas Carlyle dan ke bahasa Jerman oleh Von Kremen.
2) Pujangga Prota
Shabi (313-383 H/925-994 M), bekerja di beberapa administrasi pemerintahan.
3) Shahib Ibnu
Ubbad (326-385 H/938-985 M), pujangga yang pernah menjabat menteri di masa
Fakhrud Daulah. Dia terkenal seorang Syi’ah yang sangat fanatik.
4) Ulama penyair,
Abu Bakar Khuwarizmi (389 H/993 M).
5) Penyair
pengarang Badie’uz Zaman Hamdani (358-398 H/1007 M)
6) Pengarang
penyair Ibnu ‘Ahmed (337-336 H/948-977M)
b.
Ilmu filsafat dan kedokteran
Muncul
tokoh-tokoh seperti:
1) Muhammad Ibn
Zakaria ar-Razi, seorang filosof dari dokter yang terkenal
2) Ali Ibn Abbas
al-Majusi, dokter pribadi dari Adhudud Daulah dan sekaligus pengarang dari buku
“Kamil as-Shina’at”.
c.
Hukum dan politik
Seorang ahli
hukum yang telah menjabat kedudukan tertinggi dalam negara yaitu Hakim Mahkamah
Agung dan juga pengarang politik terbesar yaitu Imam Mawardi (368-450 H/974-1058
M). Seorang pengamat ilmu politik yang sangat aktif, penulis dari “Al Ahkam
as-Sulthaniyah” tentang hukum pemerintahan. Selain dalam bidang ilmu sastra,
kedokteran dan hukum serta politik, perkembangan intelektual pada masa
disintegrasi dalam bidang zoology dan antropologi yang tokohnya adalah Abu
Utsman Amir Ibn Bahr al-Jahiz (simata besar), menghasilkan karya kitab al
Hayawan (buku tentang hewan).
BAB X
MASUKNYA ISLAM KE SPANYOL, MASA KEEMASAN ISLAM
DAN KONTRIBUSI DUNIA INTELEKTUAL MUSLIM KE BARAT
1. Masuknya Islam
ke Spanyol
Spanyol
diduduki Islam pada zaman khalifah al-Walid (705-715 M). Dalam proses
penaklukkan Spanyol, terdapat tiga pahlawan Islam yang berjasa memimpin pasukan
ke sana. Mereka adalah Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa bin Nusair.
Tharif dapat disebut sebagai perintis dan penyidik, ia menyeberangi selat yang
berada di antara Maroko dan Benua Eropa. Dalam penyerbuan itu, Tharif tidak mendapat perlawanan yang berarti. Ia
menang dan kembali ke Afrika Utara membawa harta rampasan yang tidak sedikit
jumlahnya. Didorong oleh keberhasilan Tharif dan kemelut yang terjadi dalam
tubuh Kerajaan Visigothle yang berkuasa pada saat itu, serta dorongan yang
besar untuk memperoleh harta rampasan perang, maka Musa bin Nusair pada tahun
711 M mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7.000 orang di bawah pimpinan Thariq
bin Ziyad.
Thariq bin
Ziyad lebih banyak dikenal sebagai penakluk Spanyol, karena pasukannya lebih
besar dan hasilnya telah nyata. Pasukannya terdiri dari sebagian suku Barbar
dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim khalifah al-Walid. Dalam pertempuran
di suatu tempat bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Dari situ
Thariq dan pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting seperti Cordova,
Granada, dan Toledo.
Kemenangan
pertama yang dicapai Thariq bin Ziyad membuka jalan untuk penaklukan wilayah
yang lebih luas. Setelah Musa berhasil menaklukkan Idenia, Karimana, Seville,
dan Merida serta mengalahkan Kerajaan Gothic, Theodomir, di Orihuela, ia
bergabung dengan Thariq di Toledo. Kemudian keduanya berhasil menguasai seluruh
kota penting di Spanyol.[67]
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi umat Islam dapat mencapai kemenangannya adalah:
a.
Faktor Eksteral
1) Pada masa
penaklukan, kondisi sosial, politik, dan ekonomi di Spanyol berada dalam
keadaan yang menyedihkan.
2) Secara politik
wilayah Spanyol terkoyak-koyak dan terbagi-bagi ke dalam beberapa negara kecil.
3) Gothic bersikap
tidak toleran kepada aliran agama yang dianut oleh penguasa.
4) Penganut Yahudi
di Spanyol di paksa dibaptis menurut agama Kristen.
5) Rakyat
dibagi-bagi ke dalam sistem kelas, sehingga keadaannya diliputi kemelaratan,
ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Di dalam situasi seperti itu, kaum
tertindas menanti juru pembebas, dan juru pembebasnya mereka temukan dari orang
Islam.[68]
b. Faktor Internal
1) Para pemimpin
umat Islam adalah tokoh-tokoh yang kuat, tentaranya kompak, bersatu dan penuh
percaya diri.
2) Umat Islam
cakap, berani dan tabah dalam menghadapi persoalan.
3) Ajaran Islam
yang ditunjukkan para tentara Islam yaitu toleransi, persaudaraan, dan tolong
menolong sehingga menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam dengan
baik.[69]
2. Masa Keemasan
Islam
Sejak pertama
kali berkembangnya kekuasaan dan kepemimpinan Islam di Spanyol, Islam berperan
sangat besar dalam membangun citra budaya dan peradaban di wilayah ini. Setelah
menjadi bagian dari wilayah Islam, Spanyol diperintah oleh wali-wali gubernur
yang diangkat langsung oleh pemerintah pusat (Bani Umayyah) di Damaskus.
Puncak kejayaan
Islam di Spanyol terjadi pada periode ketiga (912-1013 M) dimulai dari
pemerintahan Abd ar-Rahman III yang bergelar “An-Nasir” (912-961 M), Hakam II
(961-976 M), dan Hisyam II (976-1009 M). Pada periode ini, umat Islam Spanyol
mencapai puncak kemajuan dan kejayaan, menyaingi Kerajaan Daulat Abbasiyah di
Baghdad. Abd ar-Rahman an-Nasir mendirikan Universitas Cordova, perpustakaannya
memikili koleksi ratusan ribu buku. Faktor-faktor yang mendukung terwujudnya
kemajuan itu adalah:
a.
Ketika Islam datang ke Spanyol, komposisi masyarakat
yang ada di negeri itu cukup heterogen, sehingga mereka memberikan saham
intelektual dalam kebudayaan yan cukup hebat.
b.
Heterogenitas komposisi masyarakat diikuti dengan
heterogenitas agama, yang mampu mengakhiri kezaliman keagamaan yang sudah
berlangsung.
c.
Adanya semangat kesatuan budaya Islam yang timbul pada
pemikiran para ulama dalam arti luas.
d.
Persaingan antar Muluk at-Tawaif ternyata menyebabkan
perkembangan peradaban kerajaan kecil di sekitar Cordova. Semuanya bersaing
menandingi Cordova dalam hal kemajuan ilmu pengetahuan, sastra, seni, dan
kebudayaan.
3. Kontribusi
Dunia Intelektual Muslim ke Barat
Dalam masa
lebih dari tujuh abad, kekuasaan Islam di Spanyol, umat Islam telah mencapai
kejayaannya di sana. Banyak prestasi yang mereka peroleh, bahkan pengaruhnya
membawa Eropa dan kemudian dunia kepada kemajuan yang lebih kompleks. Di antara
kemajuan yang dicapai Islam Spanyol di bidang intelektual adalah:[71]
a.
Filsafat
Dalam bidang
filsafat, jenius muslim terkemuka adalah cendekiawan filosuf al-Farabi yang
menantang karya pendahulunya al-Kindi dalam pemaduan gagasan Henelis terutama
Aristotelianisme dengan filsafat dan teologi muslim. Ibnu Ya’qub dan Nadim yang
tidak diragukan lagi sebagai orang terbesar pada zamannya. Ia menulis
Al-Fihrist (index of the sciences). Pemikir ensiklopedis-filosofis
muslim lainnya, abad ini adalah al-Masudi, the “pliny of Islam”.[72]
Tokoh utama
pertama dalam sejarah filsafat Arab Spanyol adalah Abu Bakar Muhammad Ibn
as-Sayigh yang dikenal dengan Ibn Bajah. Tokoh utama kedua adalah Abu Bakar Ibn
Tuffail. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi dan filsafat. Karya
filsafatnya yang terkenal adalah hay Ibn Yaqzhan.
b.
Sains
Ilmu-ilmu
kedokteran, musik, astronomi, kimia, dan lain-lain juga berkembang dengan baik,
Abbas Ibn Farnas termasyhur dalam ilmu kimia dan astronomi, Ibrahim Ibn Yahya
an Naqash terkenal dalam ilmu astronomi, Ahmad Ibn Ibbas dari Coedova adalah
ahli dalam bidang obat-obatan, Ummu al Hasan binti Ja’far dan saudara
perempuannya al Hafidz adalah ahli kedokteran. Para dokter ahli kedokteran yang
terkenal antara lain: Tabib Ibn Qurra’, Ar Razi, Ibn Sina. Dalam bidang sejarah
dan geografi adalah Ibnu Jubair dari Valensia.
c.
Fiqih
Dalam bidang
fiqih, Spanyol Islam dikenal sebagai penganut madzhab Maliki yang dikenalkan
oleh Ziyah Ibn Abd ar-Rahman. Ahli fiqih lainnya di antaranya adalah Abu Bakar
Ibn al Quthiyah, Munzir Ibn Said al Baluthi dan Hazm.
d.
Musik dan Kesenian
Dalam bidang
musik dan seni suara, Spanyol Islam mencapai kecermelangan dengan tokohnya al
Hasan Ibn Nafi’ yang dijuluki Zaryah.
e.
Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab
telah menjadi bahasa administrasi dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Di sana
banyak orang yang ahli dan mahir dalam berbahasa Arab, baik keterampilan
berbicara, maupun tata bahasanya. Seperti Abu Ali al-Isybili, Abu al Hasan Ibn
Usfur, dan Abu Hayyan al-Ghormathi. Karya-karya sastra banyak bermunculan
seperti al-Iqd al-Farid karya Ibnu abd Rabbih, al-Dzakiroh fi Mahasin Ahl al
Jazirah oleh Ibnu Barsam dan kitab al Qolaid karya al Fath Ibn Khaqan.[73]
BAB XI
PERADABAN ISLAM PADA MASA TIGA KERAJAAN BESAR ISLAM:
TURKI UTSMANI, SAFAWI, DAN MUGHAL
Setelah
Khalifah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan
politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Kemunduran umat Islam dalam
dunia politik mulai bangkit kembali dan mengalami kemajuan ketika muncul dan
berkembang tiga kerajaan besar Islam, yaitu Kerajaan Utsmani di Turki, Mughal
di India, dan Safawi di Persia.[74]
Kekuasaan
Usmaniyah meliputi Asia Kecil, Eropa Timur, sampai ke Benteng Wina, Afrika
Utara termasuk negeri Sudan dan Somalia, Jazirah Arab, negeri Syam, termasuk
Armenia dan Azerbayen, ibu kota kekuasaannya adalah Konstantinopel (Istanbul).
Kekuasaan
Safawi di sebelah barat berbatasan dengan daerah kekuasaan Usmaniyah, menguasai
daerah Irak, Iran, Afghanistan, dan Khurasan, di tenggara berbatasan dengan
daerah kekuasaan Mughal India.
Kekuasaan
Mughal di India meliputi Pakistan, India dan Bangladesh zaman sekarang.[75]
1. Kerajaan
Utsmani
Pendiri
kerajaan ini adalah bangsa Turki dan kahilah Ohguz yang mendiami daerah Mongol
dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu sekitar tiga abad, mereka pindah
ke Turkistan kemudian ke Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke-9
atau ke-10 di bawah pimpinan Ortoghol. Mereka mengabdikan diri kepada Sultan
Alaudin, Sultan Saljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium.
Berkat bantuan mereka Sultan Alaudin memperoleh kemenangan. Atas jasa baik
mereka itu, Alaudin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan
dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih
kota Syukut sebagai ibu kota. Ortoghol meninggal dunia tahun 1289 M.
Kepemimpinannya dilanjutkan putranya Utsman. Putra Ortoghol inilah yang
dianggap sebagai pendiri kerajaan Utsmani.[76] Kerajaan Utsmani berkuasa sekitar
625 tahun (1299-1924). Tidak kurang dari 38-40 sultan yang memerintah di
antarantya:
a.
Sultan Urkhan (726-761 H / 1326-1359 M)
Utsman wafat
tahun 1326 M, digantikan oleh putranya bernama Urkhan yang melanjutkan siasat
dari perjuangan ayahnya.
1) Usaha Dalam
Negeri
v Urkhan
mencurahkan perhatiannya untuk mengatur pemerintahan
v Mendirikan
pabrik mata uang
v Membangun pasukan tentara yang teratur yang bernama
Yanijrag (Yanissories).
2) Usaha Luar
Negeri
Ia mengirimkan
pesan ke Bizantium, sehingga menaklukan Azmir, Thawasanli, Iskandar, Ankara,
dan Gallipoli.
b.
Sultan Bayazid I (1389-1403 M)
1) Usahanya dalam
negeri
v Mendidik
kader-kader militan yang akan diserahi jabatan-jabatan tinggi.
v Menaklukan
Saloniki dan Semenanjung Morea.
2) Usahanya luar
negeri
Bayazid
berhasil membawa kemenangan dalam pertempuran Nivopolis.
c.
Sultan Muhammad II (1451-1484 M)
Turki Utsmani
mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II, beliau disebut Muhammad
al-Fatih. Beliau dapat mengalahkan Bizantium dan menaklukan Konstantinopel pada
tahun 1453 M. Kemenangan ini telah menggairahkan kembali seluruh dunia muslim
dan membangkitkan kembali semangatnya.[77]
d.
Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M)
Di masa
pemerintahannya, Sulaiman melakukan penyempurnaan dan memperbaiki ibu kota,
serta kota-kota lain dengan mendirikan masjid, sekolah, rumah sakit, istana,
museum, jembatan, terowongan, jalur kereta api, dan pemandian umum. Disebutkan
bahwa 235 di antaranya dibangun oleh arsitek kepercayaannya, yaitu Sinan
(arsitek paling tenar dan istimewa di Turki). Karya agungnya adalah Masjid
Agung “Sulaymaniyah”.
Keseluruhan
kebudayaan Turki merupakan campuran dari beraneka ragam elemen yang
berbeda-beda. Tetapi di atas semua itu, bangsa Arab merupakan guru bagi bangsa
Turki. Dari bangsa Arablah orang Turki mendapatkan pengetahuan mereka, agama
mereka disertai perintis sosial, ekonomi, dan hukum sucinya dan sistem
penulisan alfabet. Kerajaan Turki Utsmani sebagaimana kerajaan Romawi dan
kekhalifahan Abbasiyah yang berkembang sebelumnya, pada umumnya telah
menekankan aspek militer dan mengembangkan prinsip dinasti dalam organisasinya.[78] Adapun faktor yang menyebabkan
kemunduran kerajaan Utsmani:
1) Wilayah
kekuasaan yang luas, sehingga menyebabkan administrasi pemerintah mengalami
kesulitan.
2) Heterogenitas
penduduk.
3) Kelemahan para
penguasa.
4) Budaya pungli
(sogokan untuk mendapatkan kekuasaan).
5) Pemberontakan
tentara Jenissari.
6) Merosotnya
ekonomi.
2. Kerajaan Safawi
di Persia
Kerajaan Safawi
berdiri di saat kerajaan Utsmani di Turki mencapai puncak kejayaannya. Nama
Safawiyah diambil dari nama pendirinya Safi al-Din (1252-1334 M). Kerajaan
Safawi ini berasal dari geraka tarekat di Ardabil (wilayah Rusia) dan menganut
aliran Syi’ah serta ditetapkan sebagai mazhab negaranya. Fanatisme pengikut
tarekat Safawiyah mendorong gerakan ini memasuki gerakan politik. Kecenderungan
terhadap politik terwujud pada kepemimpinan Junaid, di mana sang imam
menambahkan gerakan politik selain gerakan keagamaan. Hal ini menimbulkan
konflik antara tarekat Safawiyah dengan penguasa karya Koyunlu yang akhirnya
berhasil mengusir sang imam.
Sepeninggal
Imam Junaid, pimpinan tarekat Safawiyah digantikan oleh anaknya yang bernama
Haidar. Haidar berhasil mengalahkan al-Koyunlu dalam pertempuran (1476 M). Tapi
akhirnya Haidar terbunuh oleh Ak Koyunlu dalam pertempuran.
Kekuatan
Safawiyah bangkit kembali dalam kepemimpinan Ismail. Selama 5 tahun, ia
mempersiapkan kekuatan dengan membentuk pasukan Qizilbash. Pada tahun 1501 M,
pasukan Qizilbash berhasil mengalahkan Ak Koyunlun dan berhasil menaklukkan
Tibriz, pusat kekuasaan Ak Koyunlu. Di kota ini Ismail memproklamirkan
berdirinya Kerajaan Safawiyah dan menobatkan dirinya sebagai raja pertamanya.
Ismail berkuasa selama 23 tahun, yang akhirnya terbentur oleh musuh yang jahat
dan membenci golongan Syi’ah, yaitu Turki Utsmani.[80] Kerajaan Safawi mengalami kejayaan
pada masa Abbas I. Secara politik, ia mampu mengatasi kemelut dalam negeri dan
berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah disebut oleh kerajaan lain
pada masa raja-raja sebelumnya. Selain di bidang politik, kemajuan-kemajuan
lain di antaranya adalah:
a.
Bidang ekonomi
Dikuasainya
Hurmuz dan pelabuhan Gumrun yang diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan demikian,
maka salah satu jalur dagang laut timur dan barat menjadi milik kerajaan
Safawi. Di samping sektor perdagangan, terjadi kemajuan di sektor pertanian
terutama di daerah Bulan Sabit Subur (Fortile Crescant).
b.
Bidang ilmu pengetahuan
Adanya beberapa
ilmuan, yaitu Baha al Din al Syaerazi, Sadar al Din al Syaerazi, Muhammad Baqir
Ibn Muhammad Damad.
c.
Bidang pembangunan fisik dan seni
Berdirinya
bangunan-bangunan besar lagi indah seperti masjid-masjid rumah-rumah,
sekolah-sekolah jembatan raksasa, dan istana Chihil Sutun. Dan berhasil
menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan yang dipindah dengan taman wisata.[81]
Sebab-sebab
kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi:
a.
Konflik berkepanjangan dengan kerajaan Utsmani.
b. Dekadensi moral
yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi.
c. Pasukan Ghulam
(budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang
tinggi seperti Qizilbash.[82]
3. Kerajaan Mughal
di India
Kerajaan Mughal
didirikan oleh Zahiruddin babur, seorang keturunan Timur Lenk. Kerajaan Mongol
dan Mughal di India memiliki keterkaitan, karena sama-sama didirikan oleh
bangsa Mongol dan keturunannya. Sedangkan pengambilan nama Mughal adalah dari
nama kebesaran bangsa Mongol. Adapun usaha-usaha yang dilakukan oleh Zahiruddin
Babur adalah:
a.
Menaklukkan Kota Samarkand.
b. Menaklukkan
Kabul, ibu kota Afghanistan.
c.
Melakukan penyerangan ke India.
Sepeninggal
Babur, pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anaknya, Humayun. Selama roda
kepemimpinannya, kondisi pemerintahan tidak pernah stabil. Selain banyak
menghadapi peperangan, ia harus menghadapi gerakan Bahadur Syah, penguasa
Gujarat dan pertempuran besar dengan Sher Khan di Kanauj.
Di saat
pemerintahan Akbar, budaya hindu-astrologi, kasta dan sihir sudah mendarah
daging. Dalam pemerintahan militeristik, Akbar adalah penguasa yang diktator.
Akbar juga menerapkan politik sulakhul (toleransi universal). Dengan demikian,
tidak ada perbedaan antara etnis dan agama. Kemajuan yang dicapai kerajaan
Mughal meliputi kemajuan bidang ekonomi ditandai dengan kemajuan sektor
pertanian dan perindustrian. Pada masa ini dikembangkan penanganan pertanian
secara berstruktur. Ilmu pengetahuan tidak banyak mengalami kemajuan, yang lebih
menonjol adalah kemajuan dalam bidang seni syair dan seni arsitektur. Karya
seni yang masih dapat dinikmati sampai sekarang adalah karya seni arsitektur
yang indah dan mengagumkan, seperti Istana Fatpur Sikri di Sikri dan Taj Mahal
pada masa Syekh Jihan di Agra.[83]
Adapun
faktor-faktor yang menyebabkan kekuatan dinasti Mughal mundur sehingga
membawanya pada kehancuran adalah:
1)
Terjadinya stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer.
2) Kemerosotan
moral dan hidup mewah di kalangan elite politik.
3) Pendekatan
Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-ide puritan dan
kecenderungan asketismenya.
4) Semua pewaris
kerajaan pada paro terakhir adalah orang-orang lemah dalam bidang kepemimpinan.[84]
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Al Khudlari, Syeikh Muhammad, Nurul Yaqien Siirah Sayyidil Mursalin,
terj. Achmad Sunarto, Semarang: CV Asy Syifa’, 1992
al-Mubarakfuri, Shafiyurrahman,
Sirah Nabawiyyah, Jakarta Timur:
Pustaka
Alkautsar.
al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX,
terj. Samson Rahman, Jakarta: Akbar, 2008, cet. 4.
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradapan Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
An Nadwi, Abul hasan ‘Ali Al-hasani, Sirah
Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, terj. Muhammad Halabi Hamdi,
Yogyakarta: Mardhiyah press, 2007, Cet. 3.
Antonio, Muhammad Syafi’i, Muhammad Saw The Super
Leader Super Manager, Jakarta: Tazkia Multimedia, 2007), cet.3.
Asnawi, Muh., Sejarah Kebudayaan Islam, Semarang: CV.
Aneka Ilmu, 2009.
Haekal, Muhammad Husaen, Sejarah Hidup Muhammad ,terj. Ali Audah
Jakarta: Litera Antarnusa, 1990, Cet. 12.
Hitti, Philip K, History of The Arabs, terj. R Cecep
Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006,
cet. II.
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial
Ummat Islam, terj. Ghufron A. Mas’adi, Jakarta:PT Rajagrafindo, 2000),
cet.2,bag.1&2.
Karim, Muhammad Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,
Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Kraemer, Joel L, Reneisans Islam, terj. Asep Saefullah,
Bandung: Mizan, 1986.
Montgomery, Watt. W., Kejayaan Islam: Kajian Kasus dari Tokoh
Orientalis, terj. Hartono Hadikusuma, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya,
1990.
Nakostelen, Mehdi, Kontribusi Islam atas Dunia Barat,
terj. Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2010, cet. 2.
Sholikhin, Muhammad, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail,
2004.
Su’ud, Abu, Islamologi Sejarah
Ajaran dan Peranannya dalam Umat Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003.
Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta
Timur: Prenada Mediah, 2003.
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Pustaka al
Husna, 1994
Syarif, M.M., Para Filosof Muslim, Bandung: Mizan,
1997, cet.8
Syukur, Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang:PT Rizki Putra, 2010, cet.2
Yatim, Badri, Sejarah Peadaban Islam, Jakarta:PT Rajagrafindo Persada,2003, cet.15
[1] Samsul
Munir Amin, Sejarah Peradapan Islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm.1
[2] Ibid,
hlm.1-6
[3] Ibid,
hlm.14-15
[4] Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Sirah
Nabawiyyah, (Jakarta Timur: Pustaka Alkautsar),hlm.1
[5] Fatah
Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang:PT Rizki Putra, 2010), cet.2,
hlm.14
[6] Ibid,
hlm.14-15
[7]
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, op.cit, hlm.1-2
[8] Badri
Yatim, Sejarah Peadaban Islam, (Jakarta:PT Rajagrafindo
Persada,2003),cet.15, hlm.11
[9] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam,
terj. Ghufron A. Mas’adi, (Jakarta:PT Rajagrafindo, 2000),
cet.2,bag.1&2,hlm.24-25
[10] Fatah
Syukur, op.cit, hlm.20-22
[11] Abul hasan ‘Ali Al-hasani An Nadwi, Sirah
Nabawiyah Sejarah Lengkap Nabi Muhammad SAW, terj. Muhammad Halabi Hamdi,
(Yogyakarta: Mardhiyah press, 2007), Cet. 3, hlm. 97-99
[12] Ibid,
hlm. 102-103.
[13] Badri
yatim, op. cit. Hlm. 16
[14]
Muhammad Husaen Haekal, Sejarah Hidup Muhammad ,terj. Ali Audah
(Jakarta: Litera Antarnusa, 1990), Cet. 12, hlm. 49.
[15] Badri
Yatim, op.cit, hlm.17-19.
[16]
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, op.cit, hlm. 71-74.
[17] Ibid,
hlm. 78.
[18] Badri
Yatim, op.cit, hlm. 20-22.
[19] Fatah
Syukur, op.cit, hlm. 35-36.
[20]
Syeikh Muhammad Al Khudlari, Nurul Yaqien Siirah Sayyidil Mursalin,
terj. Achmad Sunarto, (Semarang: CV Asy Syifa’, 1992), hlm. 101.
[21] Fatah Syukur, op. cit, hlm. 36-41
[22]Muhammad Syafi’i Antonio, Muhammad Saw The
Super Leader Super Manager, (Jakarta: Tazkia Multimedia, 2007), cet.3, hlm.
154-155
[23] Fatah
Syukur, op. cit, hlm. 47.
[24] Badri
Yatim, op. cit, hlm. 35-36
[25]
Ahmad al- Usairy, Sejarah Islam Sejak Nabi Adam Hingga Abad XX,
terj. Samson Rahman, (Jakarta: Akbar, 2008), cet. 4, hlm. 142-150.
[26] Badri
Yatim, op. cit, hlm. 36.
[27] Samsul
Munir Amin, op. cit, hlm. 98.
[28] Ahmad
al- Usairy, op. cit, hlm. 154-156.
[29] Badri
Yatim, op. cit, hlm. 37-38.
[30] Ahmad
al- Usairy, op. cit, hlm. 164.
[31]
Muhammad Husein Haekal, op. cit, hlm. 59.
[32] Ahmad
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka al Husna,
1994), hlm. 270-271.
[33] Abu
Su’ud, Islamologi Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Umat Islam,
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), hlm. 61-62.
[34] Ibid,
hlm. 62-63.
[35]
Muhammad Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,
(Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), hlm. 106-107.
[36] Abu
Su’ud, op. cit, hlm. 64.
[37]
Muhammad Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Rasail,
2004), hlm. 35-36.
[38] Ahmad
al-Usairy, op. cit, hlm192-196.
[39]
Muhammad Sholikhin, op. cit, hlm. 38-41.
[40] Badri
Yatim, op. cit, hlm. 48-49.
[41] Ibid.,
hlm. 49.
[42] Ahmad
al-Usairy, op.cit., hlm. 220-224.
[43] Badri
Yatim, op.cit., hlm. 52.
[44] Ahmad
al-Usairy, op.cit., hlm. 225-231.
[45] Fatah
Syukur, op.cit., hlm. 96.
[46] Ahmad
al-Qusairy, op.cit., hlm. 232-237.
[47] Fatah
Syukur, op.cit., hlm. 92-94.
[48] Ibid.,
hlm. 97-103.
[49] M.M.
Syarif, Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1997), cet.8, hlm. 13.
[50] Ibid.,
hlm. 11.
[51] Ibid.,
hlm. 15.
[52] Ibid.,
hlm. 58-59.
[53] Ibid.,
hlm 61-62.
[54] Ibid.,
hlm 149-150.
[55] Ibid.,
hlm 173-174.
[56] Fatah
Syukur, op.cit., hlm. 104-105.
[57] Muh.
Asnawi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2009),
hlm.31.
[58] Fatah
Syukur, log.cit., hlm.105.
[59] Fatah
Syukur, op. cit, hlm. 111-112.
[60] Samsul
Munir Amin, op. cit, hlm. 253-254.
[61] Ibid,
hlm. 277-278.
[62] Fatah
Syukur, op. cit, hln. 6.
[63] Watt.
W. Montgomery, Kejayaan Islam: Kajian Kasus dari Tokoh Orientalis, terj.
Hartono Hadikusuma, (Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 1990), hlm. 215-217.
[64] Ibid,
hlm. 212-213.
[65] Joel L
Kraemer, Reneisans Islam, terj. Asep Saefullah, (Bandung: Mizan, 1986),
hlm. 135-138.
[66] Badri
Yatim, op.cit., hlm. 76-85.
[67] Fatah
Syukur, op.cit., hlm. 121-123.
[68] Badri
Yatim, op.cit., hlm. 91.
[69] Ibid.,
hlm. 93.
[70] Fatah
Syukur, op.cit., hlm. 124-125.
[71] Ibid.,
hlm. 125.
[72] Mehdi
Nakostelen, Kontribusi Islam atas Dunia Barat, terj. Joko S. Kahhar dan
Supriyanto Abdullah, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hlm. 216-217.
[73] Fatah
Syukur, op.cit., hlm. 126-128.
[74] Badri
Yatim, op.cit., hlm. 129.
[75]
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta Timur: Prenada Mediah,
2003), hlm, 243-244.
[76]
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010), cet. 2, hlm. 272.
[77] Fatah
Syukur, Op. Cit, hlm. 134-137.
[78] Philip
K Hitti, History of The Arabs, terj. R Cecep Lukman Yasin dan Dedi
Slamet Riyadi, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), cet. II, hlm. 912-913.
[79] Badri
Yatim, Op. Cit, hlm. 167-168.
[80] Fatah
Syukur, op.cit., hlm. 139-140.
[81] Badri
Yatim, op.cit., hlm. 143-144.
[82] Ibid.,
hlm. 158.
[83] Fatah
Syukur, op.cit., hlm. 142-143.
[84] Ibid.,
hlm. 150.