Tuesday, September 20, 2016

DINASTI

DINASTI BUWAIHIYYAH DAN SELJUK

PENDAHULUAN
Ketika membahas empat masa dari zaman “kekuasaan” Bani Abbasiyah di Irak dan sekitarnya sudah menyebut masa mutawakkil naik tahta (850) sampai masuknya kekuasaan Bani Buwaih ke dalam istana Baghdad (945) dengan masa kemunduran. Kemunduran ini dilihat dari kekuasaan Bani Abbasiyah tidak pernah berubah menjadi kemajuan sampai kekuasaan mereka di Baghdad musnah di tangan pasukan Mongol (1258).Dalam sepanjang itu, khalifah-khalifah Bani Abbas banyak menentukan jalannya roda pemerintahan.Mereka mula-mula berada dalam pengaruh para perwira pasukan pengawal belian dari Turki.Kemudian Bani Buwaih yang beraliran Syi’isme menguasai mereka selama lebih dari satu abad (945-1055) sebelum akhirnya Bani Saljuq mendominasi (1055-1194).
Setelah itu khalifah bani Abbas tidak dikuasai lagi oleh kaum lain, namun wilayah kekuasaan mereka sudah menjadi sangat sempit dan berada dalam ancaman kekuatan-kekuatan luar terutama pasukan Mongol Tatar. Sedemikian bervariasi kekuasaan politik yang terkandung di dalamnya ditambah persoalan-persoalan peradaban atau keagamaan yang menyertai semua itu maka membahas semuanya merupakan suatu pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan dalam tulisan yang pendek ini. Karena itu didalam tulisan ini akan dibahas tentang Dinasti Buwaihiyyah dan Dinasti Saljuq yang mencakup aspek sejarah, aspek teologi, aspek sosial.










DINASTI BUWAIHIYYAH
A.    Aspek Sejarah
Masa pemerintahan Buwaihiyyah yaitu periode ketiga dari pemerintahan bani Abbasiyyah, dimana kekhilafahannya dikuasai  oleh bani Buwaih  sejak 334 -447 H/945-1055M. Kehadiran bani Buwaihi berawal dari tiga orang putera Abu Syuja' Buwayh, seorang pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezeki sehingga sebagian besar ahli sejarah Islam merangkai awal dari kemunculan bani Buwayh  adalah paggung sejarah bani Abbas bermula dari kedudukan panglima perang yang diraih Ali bin Ahmad dalam pasukan Ibn Kali dari dinasti Saman, tetapi kemudian berpindah ke kubu Mardawij.
Ketika Mardawij  tebunuh pada tahun 943,Ali sudah menjadi penguaa Isfahan dan sedang berusaha menjadi  penguasa yang mandiri. Kira-kira dua tahun kemudian ketiga orang bersaudara ini menguasai bagian barat dan barat daya Persia, dan pada tahun 945setelah kematian jendral Tuzun, penguasa sebenarnya atas Baghdad, Ahmad memasuki Baghdad dan memulai kekuasaan  Bani Buwaih atas khalifah Abbasiyah. Gelar  mu’izz al- Daulah  (yang memuliakan Negara) diperolehnya dari khalifah. Ia memerintah Baghdad selama ±24 tahun.
Dari sini tentara Buwaih menuju Baghdad untuk merebut kekuasaan di pusat pemerintahan .ketika itu ,Baghdad  dilanda kekisruhan politik, akibat perebutan jabatan Amir Al Umara’ antara wazir dan pemimpin miiter. Para pemimpin militer meminta bantuan kepada Ahmad Ibnu Buwaih yang berkedudukan di Akhwaz permintaan itu dikabulkan, Ahmad dan pasukannya tiba di Baghdad pada tanggal 11 jumadil ula (334 H/945M)[1].
B.     Aspek Teologi
Buwaih bermahzab Syiah sehingga mereka patut menjadikan seorang khalifah dari syiah zaidiyah, akan tetapi mereka menerima kailafah Abbasiyah. Sehingga timbullah pertanyaan apa yang menjadi penyebab semua itu?
Sejarawan menyebutkan bahwa Ahmad bin Buwaih, pernah bermusyawarah dengan orang-orang untuk menunjuk seorang khalifah dari keluarga Ali. Namun, orang-orangnya mengingatkan dia agar menjauhinya mereka berkata, ”jika kamu membawa salah seorang diantara mereka, kamu pasti menjadi pembantu, dan dia akan menjadi pemimpin. Dailam adalah kelompoknya.jika dia menyuruh orang untuk membunuhmu.kamu akan ada didalam tangannya seperti cincin. Adapun ketika kamu membiarkan khalifah Abbasiyah, kamu akan menjamin untuk dirimu seseorang yang bisa kamu kendalikan sesuai dengan kehendakmu. Kamu bisa memecatnya jika kamu mau untuk menggantikannya dengan yang lain kapanpun kamu mau. Orang-orang Dailam adalah kelompokmu.mereka tidak akan taat denga nama madzhab dan nama baiat yang ada didalam pundakmu”.
Dengan hal itulah Ahmad bin Buwayh menghindari penunjukan kalangan keluarga Ali sebagai Khalifah. padahal pada awalnya rakyat Irak telah menerima Abbasiyah sebagai khilafah yang sudah menjadi bagian dari hidup mereka, atau jabatan khalifah adalah jabatan yang bersifat mutlak di dalam agama yang tidak akan pernah bisa diganggu gugat, dan inilah alasan untuk menerima bani Abbasiyah menjadi khilafah pada masa itu.
Dengan berkuasanya Bani Buwaih, aliran Mu’tazilah bangkit lagi, terutama diwilayah Persia, bergandengan tangan dengan kaum Syi’ah. Pada masa ini muncul banyak pemikir Mu’tazilah dari aliran Basrah yang walaupun nama mereka tidak sebesar para pendahulu mereka dimasa kejayaannya yang pertama, meninggalkan banyak karya yang bisa dibaca sampai sekarang. Selama ini orang mengenal Mu’tazilah dari karya-karya lawan-lawan mereka, terutama kaum Asy’ariyah.Yang terbesar diantara tokoh Mu’tazilah periode kebangkitan kedua ini adalah al-Qadi Abd al-jabbar, penerus aliran Basra setelah Abu Ali dan Abu Hasyim.
C.     Aspek Politik
Di dalam masalah politik yang berperan penting hanya Bani Buwaih yang memegang jabatan penting pada Amir Al umara’,sehingga orang-orang Bani Buwaih menetapkan orang-orang Abbasiyah dalam pemerintahan, namun tidak memberikan kekuasaan. Mereka melarang khalifah memperoleh pendapatan untuk kemudian mereka ambil sendiri.Mereka membuat pasukan khusus untuk khlifah yang berjumlah lima ribu dirham sehari. Hal tersebut terjadi dimasa Almustakfa sejak saat itu para khalifah tunduk kepada Bani Buwaih, sehingga para khalifah Abbasiyah benar-benar tinggal nama saja. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan amir-amir Bani Buwaih[2].
DINASTI SALJUQ
A.    Aspek Sejarah
Saljuq berasal dari kabilah kecil keturunan Turki, yakni kabilah Qunuq, kabilah ini bersama dengan dua puluh kabilah lainnya bersatu membentuk rumpun Ghuz.Semula gabungan ini tidak memiliki nama, sehingga munculnya tokoh Saljuq Ibnu Tuqaq yang mempersatukan mereka dengan memberi nama saljuq, sehingga dari namanyalah Dinasti Saljuq diambil.Diantara Dinasti bangsa Turki sebelum periode Mongol yang terkenal adalah Turki Saljuq.Saljuq adalah suku yang terbiasa hidup bebas dan berawal dari daerah Asia Tengah dengan menggiring binatang ternak menyeberangi wilayah Persi menuju Anatolia dan Irak bagian utara serta Syiria.
Bangsa Saljuq adalah bangsa Turki.Dimana ketika itu raja Turki oleh Beiqu ingin menguasai wilayah kerajaan Islam.Pada mulanya Saljuq Tuqaq mengabdi pada Beiqu, raja daerah Turkoman yang meliputi wilayah sekitar laut Arab dan laut Kaspia, lalu saljuq diangat sebagai pemimpin tentara.Pengaruh Saljuq sangat besar sehingga raja Beiqu khawatir kedudukannya terancam.Raja bermaksud menyingkirkan Saljuq, Namun sebelum rencana itu terlaksana, Saljuq mengetahuinya.Ia tidak mengambil tindakan melawan atau memberontak, tetapi bersama pengikutnya ia berimigrasi kedaerah Jend atau disebut juga Ma Wara al-Naharsebuah daerah muslim diwilayah Transoxania. Mereka mendiami daerah ini atas ijin penguasa Dinasti Samaniyah yang menguasai daerah tersebut[3].
B.     Aspek Teologi
Pusat kekuasaan Saljuq adalah di Afganistan, sedangkan kekuasaan para Khalifah Abbasiyah tetap berada di Bagdad, jadi hubungan antara khalifah Abbasiyah dan sultan-sultan Saljuq sangat baik.Ahli sejara menyebutkan bahwa sebab yang paling penting sekali ialah kesepakatan dalam pengangan mazhab, dimana sama-sama berpegang kepada Ahlu Sunnah wal Jama’ah.Istilah pemimpin keagamaan pada masa Abbasiyah dan Saljuq ini disebut Wajir.Wajir yang paling dikenal oleh tokoh yang sangat berbakat yaitu Nizam al-Muluk, mereka bukan saja seorang ahli politik, bahkan seorang panglima, seorang filosof, seorang yang alim serta luas pengetahuannya.
Kaum Saljuq telah membagi kerajaan menjadi beberapa wilayah kecil.Masing-masing mempunyai seorang pemerintah dari keluarga Saljuq juga,setiap pemerintahan itu bergelar syah, yaitu raja dan semuanya tunduk kepada pemimpin kerajaan yang diberi gelar Sultan.Sistem pemerintahan yang demikian itu telah menanamkan bibit perpecahan yang dialami oleh kerajaan Saljuq yaitu kaum Saljuq Irak, kaum Saljuq Syiria dan kaum Saljuq Roma.Kekuasaan otonomi yang ada pada saat itu meliputi wilayah dimasa kekuatannya dan berhak menaklukan kawasan-kawasan yang berdekatan.Sebelum zaman Saljuq penaklukan Islam tidak sampai ke Asia kecil, tetapi kaum Saljuq telah memasuki Asia kecil melalui pertempuran menumpas kaum Byzantium dan menghapus kekuasaan Roma dari bumi Asia.
Saljuq berhasil memenangkan dari Malakuz Kuzd, sehingga pada masa itu muncul perang Salib pada priode 1096-2073 M. Bahwa perang Salib merupakan puncak dari sejumlah konflik antara negeri Barat dan Timur, jelasnya pihak Kristen dan pihak Islam. Perkembangan umat Islam yang sangat pesat menimbulkan kecemasan tokoh-tokoh Barat Kristen.Munculnya kekuatan Bani Saljuq yang berhasil merebut Asia kecil setelah mengalahkan pasukan Byzantium di Manzikart tahun 1070.Selanjutnya Saljuq merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiyah tahun 1078 M. Kekuasaan Saljuq di Yerussalen ini dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen Barat untuk melaksanakan haji ke Baitul Maqdis.
Untuk memperoleh kembali keleluasan berziarah ke tanah suci Kristen pada tahun 1905 M. Paus Urbanus I berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang suci.Perang ini kemudian dikenal dengan perang Salib.Walaupun umat Islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib namun kerugian yang mereka derita banyak sekali karena peperangan itu terjadi di wilayahnya.Dengan demikian hal ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah dan terpecah belah.Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat Abbasiyah di Baghdad[4].
C.     Aspek Sosial
Kehidupan sosial pada zaman dinasti saljuq merupakan sambungan dari zaman-zaman sebelumnya.Yang dimaksud dengan kehidupan sosialnya yaitu susunan masyarakat, kehidupan keluarga, kehidupan pribadi, adat kebiasaan dan kehidupan masyarakat lainnya, terbagi dua kelas yaitu kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari Khalifah, ahli famili khalifah, para pembesar Negara, menteri, gubernur, panglima, kaum bangsawan, para petugas khusus, anggota Tentara, pembantu-pembantu istana dan yang lainnya.Kelas umum terdiri dari para seniman, para ulama, fukaha, pujangga, para saudagar, pengusaha, para tukang (industrialisasi) dan petani.Sebagaimana tiap-tiap pribadi manusia mempunyai kepribadiannya sendiri. Demikian juga halnya dengan bangsa-bangsa, kepribadian satu bangsa berbeda dengan bangsa lain berbeda adat istiadatnya, berbeda pengalaman hidupnya, berbeda cara berfikirnya, berbeda cara pandangnya, berbeda tata cara sopan santunya dan berbeda dalam hal yang lain.
Dengan demikian kita melihat bahwa tiap-tiap bangsa mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan bangsa lain, sebab kebudayaan tiap-tiap umat adalah pancaran dari iklim negerinya, sejarahnya, raja-rajanya, rakyatnya, tegasnya bahwa kebudayaannya adalah pancaran dari segala cabang kehidupan sosial.Unsur-unsur bangsa ini berbeda satu sama lain dalam segala cabang kehidupannya, dan bersatu dalam agama dan Negara Islam yang mana terjalin menjadi satu kerajaan, yaitu Mamlakah Islamiyah. Tiap-tiap unsur bangsa dari umat Islam ini mempunyai kelebihan dan sifat-sifat tersendiri, yang dengan itulah mereka terkenal.Oleh karena itu, maka “kebudayaan Islam” terjalin dari berbagai kehidupan bangsa.
D.    Aspek Politik
Sejarah telah mencatat bahwa dinasti Saljuq dalam tataran sejarah Islam telah memberikan Kontribusi yang sangat berarti dalam khazanah peradapan Islam.Pada tahun 448 H / 1056 M. Thugril memasuki Baghdad dan menangkap Al-malik ar-Rahim, sultan terakhir pemerintahan Buwaihiyah.Dengan demikian berakhirlah Buwaiyihah dan berdirilah pemerintahan Saljuq sebuah pemerintahan Islam kebanyakan beraliran Sunni yang sangat besar.Pemerintahan ini berhasil menyelamatkan Baghdad dari orang-orang Buwaiyihun yang beraliran Syi’ah Rifidha sesat, serta berhasil menyelamatkan Khifah Bani Abbasiyah dari gerakan Albasasiri yang menyimpang.
Dalam perluasan daerah atau dengan kata lain Ekspansi dari daerah-daerah yang dikuasai oleh Dinasti Saljuq pada masa pemerintahannya tidak terlepas dari siasat atau politiknya untuk daerah kekuasaanya. Pemerintahan Samaniyah runtuh pada tahun 390 H /1000 M. Maka Thugril Beg menguasai Marw, Nisabur, Jurjan, Thabaristan, Karman, Khawarizm, Ashfahan, dan wilayah-wilayah lainnya[5].
KESIMPULAN
Kekacauan politik sangat terlihat menonjol di dunia Islam pada masa ini.Akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan dan pemikiran dalam bidang keagamaan tidak dapat dipungkiri.Barangkali dapat diperkirakan bahwa kedua hal ini mempunyai andil yang cukup berarti dalam persaingan di antara penguasa yang ingin melanggengkan kekuasaannya. Tidak di ingkari pula bahwa kemampuan dalam bidang keilmuan tertentu akan memberikan prestise cukup besar bagi seseorang. Akibatnya, penguasa politik yang menjadi patron pengembangan bidang pengetahuan itupun akan memperoleh keuntungan dalam merebut hati pendukung. Penyusunan system teologi Asy’ariyah sendiri berkait erat dengan pencarian dukungan dari segi penguasa dan pencarian patron dari pihak pengembang.
Peristiwa-peristiwa berdarah dan persaingan yang tidak mengindahkan nilai-nilai kesusilaan banyak mewarnai konfigurasi kekuasaan dan perebutannya pada masa ini.Ini menambah lagi sejarah lebarnya jurang pemisah antara Islam sejarah dan Islam Ideal.Tinggallah sekarang tugas mencari pelajaran dari penggalan sejarah umat manusia Muslim yang diwarnai berbagai kelemahan, kecerobohan dan keculasan yang menjijikkan disamping kelebihan-kelebihan yang mengagumkan.










DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman Dudung, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta:LESFI, 2009.
Mas’ud Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, Semarang:PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2011.




[

No comments:

Post a Comment