DINASTI BUWAIHIYYAH DAN SELJUK
PENDAHULUAN
Ketika membahas empat masa
dari zaman “kekuasaan” Bani Abbasiyah di Irak dan sekitarnya sudah menyebut
masa mutawakkil naik tahta (850) sampai masuknya kekuasaan Bani Buwaih ke dalam
istana Baghdad (945) dengan masa kemunduran. Kemunduran ini dilihat dari
kekuasaan Bani Abbasiyah tidak pernah berubah menjadi kemajuan sampai kekuasaan
mereka di Baghdad musnah di tangan pasukan Mongol (1258).Dalam sepanjang itu,
khalifah-khalifah Bani Abbas banyak menentukan jalannya roda
pemerintahan.Mereka mula-mula berada dalam pengaruh para perwira pasukan
pengawal belian dari Turki.Kemudian Bani Buwaih yang beraliran Syi’isme
menguasai mereka selama lebih dari satu abad (945-1055) sebelum akhirnya Bani
Saljuq mendominasi (1055-1194).
Setelah itu khalifah bani
Abbas tidak dikuasai lagi oleh kaum lain, namun wilayah kekuasaan mereka sudah
menjadi sangat sempit dan berada dalam ancaman kekuatan-kekuatan luar terutama
pasukan Mongol Tatar. Sedemikian bervariasi kekuasaan politik yang terkandung
di dalamnya ditambah persoalan-persoalan peradaban atau keagamaan yang
menyertai semua itu maka membahas semuanya merupakan suatu pekerjaan yang tidak
mungkin dilakukan dalam tulisan yang pendek ini. Karena itu didalam tulisan ini
akan dibahas tentang Dinasti Buwaihiyyah dan Dinasti Saljuq yang mencakup aspek
sejarah, aspek teologi, aspek sosial.
DINASTI BUWAIHIYYAH
A. Aspek Sejarah
Masa
pemerintahan Buwaihiyyah yaitu periode ketiga dari
pemerintahan bani Abbasiyyah, dimana kekhilafahannya dikuasai oleh bani Buwaih
sejak 334 -447 H/945-1055M. Kehadiran bani Buwaihi berawal dari tiga orang putera Abu
Syuja' Buwayh, seorang pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali,
Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari tekanan kemiskinan, tiga
bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu dipandang banyak
mendatangkan rezeki sehingga sebagian besar ahli sejarah Islam merangkai awal
dari kemunculan bani Buwayh adalah paggung sejarah bani Abbas bermula
dari kedudukan panglima perang yang diraih Ali bin Ahmad dalam pasukan Ibn Kali
dari dinasti Saman, tetapi kemudian berpindah ke kubu Mardawij.
Ketika Mardawij tebunuh pada tahun 943,Ali sudah menjadi penguaa
Isfahan dan sedang berusaha menjadi penguasa yang mandiri. Kira-kira dua
tahun kemudian ketiga orang bersaudara ini menguasai bagian barat dan barat
daya Persia, dan pada tahun 945setelah kematian jendral Tuzun, penguasa
sebenarnya atas Baghdad, Ahmad memasuki Baghdad dan memulai kekuasaan
Bani Buwaih atas khalifah Abbasiyah. Gelar mu’izz al- Daulah (yang memuliakan
Negara) diperolehnya dari khalifah. Ia memerintah Baghdad selama ±24 tahun.
Dari
sini tentara Buwaih menuju Baghdad untuk merebut kekuasaan di pusat
pemerintahan .ketika itu ,Baghdad dilanda kekisruhan politik, akibat
perebutan jabatan Amir Al Umara’ antara wazir dan pemimpin miiter. Para pemimpin militer meminta bantuan
kepada Ahmad Ibnu Buwaih yang berkedudukan di Akhwaz permintaan itu dikabulkan,
Ahmad dan pasukannya tiba di Baghdad pada tanggal 11 jumadil ula (334 H/945M)[1].
B. Aspek
Teologi
Buwaih bermahzab Syiah sehingga mereka
patut menjadikan seorang khalifah dari syiah zaidiyah, akan tetapi mereka
menerima kailafah Abbasiyah. Sehingga timbullah pertanyaan apa yang menjadi
penyebab semua itu?
Sejarawan menyebutkan bahwa Ahmad bin
Buwaih, pernah bermusyawarah dengan orang-orang untuk menunjuk seorang khalifah
dari keluarga Ali. Namun, orang-orangnya mengingatkan dia agar menjauhinya
mereka berkata, ”jika kamu membawa salah seorang diantara mereka, kamu pasti
menjadi pembantu, dan dia akan menjadi pemimpin. Dailam adalah kelompoknya.jika
dia menyuruh orang untuk membunuhmu.kamu akan ada didalam tangannya seperti
cincin. Adapun ketika kamu membiarkan khalifah Abbasiyah, kamu akan menjamin
untuk dirimu seseorang yang bisa kamu kendalikan sesuai dengan kehendakmu. Kamu
bisa memecatnya jika kamu mau untuk menggantikannya dengan yang lain kapanpun
kamu mau. Orang-orang Dailam adalah kelompokmu.mereka tidak akan taat denga
nama madzhab dan nama baiat yang ada didalam pundakmu”.
Dengan hal itulah Ahmad bin Buwayh
menghindari penunjukan kalangan keluarga Ali sebagai Khalifah. padahal pada
awalnya rakyat Irak telah menerima Abbasiyah sebagai khilafah yang sudah
menjadi bagian dari hidup mereka, atau jabatan khalifah adalah jabatan yang
bersifat mutlak di dalam agama yang tidak akan pernah bisa diganggu gugat, dan
inilah alasan untuk menerima bani Abbasiyah menjadi khilafah pada masa itu.
Dengan berkuasanya Bani Buwaih, aliran
Mu’tazilah bangkit lagi, terutama diwilayah Persia, bergandengan tangan dengan
kaum Syi’ah. Pada masa ini muncul banyak pemikir Mu’tazilah dari aliran Basrah
yang walaupun nama mereka tidak sebesar para pendahulu mereka dimasa
kejayaannya yang pertama, meninggalkan banyak karya yang bisa dibaca sampai
sekarang. Selama ini orang mengenal Mu’tazilah dari karya-karya lawan-lawan
mereka, terutama kaum Asy’ariyah.Yang terbesar diantara tokoh Mu’tazilah
periode kebangkitan kedua ini adalah al-Qadi Abd al-jabbar, penerus aliran
Basra setelah Abu Ali dan Abu Hasyim.
C. Aspek
Politik
Di dalam masalah
politik yang berperan penting hanya Bani Buwaih yang memegang jabatan penting pada Amir Al umara’,sehingga
orang-orang Bani Buwaih
menetapkan orang-orang Abbasiyah dalam pemerintahan, namun tidak memberikan
kekuasaan. Mereka melarang khalifah memperoleh pendapatan untuk kemudian mereka
ambil sendiri.Mereka membuat pasukan khusus untuk khlifah yang berjumlah lima
ribu dirham sehari. Hal tersebut terjadi dimasa Almustakfa
sejak saat itu para khalifah tunduk kepada Bani Buwaih, sehingga para khalifah
Abbasiyah benar-benar tinggal nama saja. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya
berada di tangan amir-amir Bani Buwaih[2].
DINASTI SALJUQ
A. Aspek Sejarah
Saljuq berasal dari kabilah kecil
keturunan Turki, yakni kabilah Qunuq, kabilah ini bersama dengan dua puluh
kabilah lainnya bersatu membentuk rumpun Ghuz.Semula gabungan ini tidak
memiliki nama, sehingga munculnya tokoh Saljuq Ibnu Tuqaq yang mempersatukan
mereka dengan memberi nama saljuq, sehingga dari namanyalah Dinasti Saljuq
diambil.Diantara Dinasti bangsa Turki sebelum periode Mongol yang terkenal
adalah Turki Saljuq.Saljuq adalah suku yang terbiasa hidup bebas dan berawal
dari daerah Asia Tengah dengan menggiring binatang ternak menyeberangi wilayah
Persi menuju Anatolia dan Irak bagian utara serta Syiria.
Bangsa Saljuq adalah bangsa Turki.Dimana
ketika itu raja Turki oleh Beiqu ingin menguasai wilayah kerajaan Islam.Pada
mulanya Saljuq Tuqaq mengabdi pada Beiqu, raja daerah Turkoman yang meliputi
wilayah sekitar laut Arab dan laut Kaspia, lalu saljuq diangat sebagai pemimpin
tentara.Pengaruh Saljuq sangat besar sehingga raja Beiqu khawatir kedudukannya
terancam.Raja bermaksud menyingkirkan Saljuq, Namun sebelum rencana itu
terlaksana, Saljuq mengetahuinya.Ia tidak mengambil tindakan melawan atau memberontak,
tetapi bersama pengikutnya ia berimigrasi kedaerah Jend atau disebut juga Ma Wara al-Naharsebuah daerah muslim
diwilayah Transoxania. Mereka mendiami daerah ini atas ijin penguasa Dinasti
Samaniyah yang menguasai daerah tersebut[3].
B. Aspek Teologi
Pusat
kekuasaan Saljuq adalah di Afganistan, sedangkan kekuasaan para Khalifah
Abbasiyah tetap berada di Bagdad, jadi hubungan antara khalifah Abbasiyah dan
sultan-sultan Saljuq sangat baik.Ahli sejara menyebutkan bahwa sebab yang
paling penting sekali ialah kesepakatan dalam pengangan mazhab, dimana
sama-sama berpegang kepada Ahlu Sunnah wal Jama’ah.Istilah pemimpin keagamaan
pada masa Abbasiyah dan Saljuq ini disebut Wajir.Wajir yang paling dikenal oleh
tokoh yang sangat berbakat yaitu Nizam al-Muluk, mereka bukan saja seorang ahli
politik, bahkan seorang panglima, seorang filosof, seorang yang alim serta luas
pengetahuannya.
Kaum
Saljuq telah membagi kerajaan menjadi beberapa wilayah kecil.Masing-masing
mempunyai seorang pemerintah dari keluarga Saljuq juga,setiap pemerintahan itu
bergelar syah, yaitu raja dan semuanya tunduk kepada pemimpin kerajaan yang
diberi gelar Sultan.Sistem pemerintahan yang demikian itu telah menanamkan
bibit perpecahan yang dialami oleh kerajaan Saljuq yaitu kaum Saljuq Irak, kaum
Saljuq Syiria dan kaum Saljuq Roma.Kekuasaan otonomi yang ada pada saat itu
meliputi wilayah dimasa kekuatannya dan berhak menaklukan kawasan-kawasan yang berdekatan.Sebelum
zaman Saljuq penaklukan Islam tidak sampai ke Asia kecil, tetapi kaum Saljuq
telah memasuki Asia kecil melalui pertempuran menumpas kaum Byzantium dan
menghapus kekuasaan Roma dari bumi Asia.
Saljuq
berhasil memenangkan dari Malakuz Kuzd, sehingga pada masa itu muncul perang
Salib pada priode 1096-2073 M. Bahwa perang Salib merupakan puncak dari
sejumlah konflik antara negeri Barat dan Timur, jelasnya pihak Kristen dan
pihak Islam. Perkembangan umat Islam yang sangat pesat menimbulkan kecemasan tokoh-tokoh
Barat Kristen.Munculnya kekuatan Bani Saljuq yang berhasil merebut Asia kecil
setelah mengalahkan pasukan Byzantium di Manzikart tahun 1070.Selanjutnya
Saljuq merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiyah tahun 1078 M.
Kekuasaan Saljuq di Yerussalen ini dianggap sebagai halangan bagi pihak Kristen
Barat untuk melaksanakan haji ke Baitul Maqdis.
Untuk
memperoleh kembali keleluasan berziarah ke tanah suci Kristen pada tahun 1905
M. Paus Urbanus I berseru kepada umat Kristen di Eropa supaya melakukan perang
suci.Perang ini kemudian dikenal dengan perang Salib.Walaupun umat Islam
berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib namun kerugian yang
mereka derita banyak sekali karena peperangan itu terjadi di wilayahnya.Dengan
demikian hal ini mengakibatkan kekuatan politik umat Islam menjadi lemah dan terpecah
belah.Banyak dinasti kecil yang memerdekakan diri dari pemerintahan pusat
Abbasiyah di Baghdad[4].
C. Aspek Sosial
Kehidupan sosial pada zaman dinasti
saljuq merupakan sambungan dari zaman-zaman sebelumnya.Yang dimaksud dengan
kehidupan sosialnya yaitu susunan masyarakat, kehidupan keluarga, kehidupan
pribadi, adat kebiasaan dan kehidupan masyarakat lainnya, terbagi dua kelas yaitu
kelas khusus dan kelas umum. Kelas khusus terdiri dari Khalifah, ahli famili
khalifah, para pembesar Negara, menteri, gubernur, panglima, kaum bangsawan,
para petugas khusus, anggota Tentara, pembantu-pembantu istana dan yang
lainnya.Kelas umum terdiri dari para seniman, para ulama, fukaha, pujangga,
para saudagar, pengusaha, para tukang (industrialisasi) dan petani.Sebagaimana
tiap-tiap pribadi manusia mempunyai kepribadiannya sendiri. Demikian juga
halnya dengan bangsa-bangsa, kepribadian satu bangsa berbeda dengan bangsa lain
berbeda adat istiadatnya, berbeda pengalaman hidupnya, berbeda cara
berfikirnya, berbeda cara pandangnya, berbeda tata cara sopan santunya dan
berbeda dalam hal yang lain.
Dengan demikian kita melihat bahwa
tiap-tiap bangsa mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan bangsa
lain, sebab kebudayaan tiap-tiap umat adalah pancaran dari iklim negerinya,
sejarahnya, raja-rajanya, rakyatnya, tegasnya bahwa kebudayaannya adalah
pancaran dari segala cabang kehidupan sosial.Unsur-unsur bangsa ini berbeda
satu sama lain dalam segala cabang kehidupannya, dan bersatu dalam agama dan
Negara Islam yang mana terjalin menjadi satu kerajaan, yaitu Mamlakah
Islamiyah. Tiap-tiap unsur bangsa dari umat Islam ini mempunyai kelebihan dan
sifat-sifat tersendiri, yang dengan itulah mereka terkenal.Oleh karena itu,
maka “kebudayaan Islam” terjalin dari berbagai kehidupan bangsa.
D. Aspek Politik
Sejarah telah mencatat bahwa dinasti
Saljuq dalam tataran sejarah Islam telah memberikan Kontribusi yang sangat
berarti dalam khazanah peradapan Islam.Pada tahun 448 H / 1056 M. Thugril
memasuki Baghdad dan menangkap Al-malik ar-Rahim, sultan terakhir pemerintahan
Buwaihiyah.Dengan demikian berakhirlah Buwaiyihah dan berdirilah pemerintahan
Saljuq sebuah pemerintahan Islam kebanyakan beraliran Sunni yang sangat
besar.Pemerintahan ini berhasil menyelamatkan Baghdad dari orang-orang Buwaiyihun
yang beraliran Syi’ah Rifidha sesat, serta berhasil menyelamatkan Khifah Bani
Abbasiyah dari gerakan Albasasiri yang menyimpang.
Dalam perluasan daerah atau dengan kata
lain Ekspansi dari daerah-daerah yang dikuasai oleh Dinasti Saljuq pada masa
pemerintahannya tidak terlepas dari siasat atau politiknya untuk daerah
kekuasaanya. Pemerintahan Samaniyah runtuh pada tahun 390 H /1000 M. Maka
Thugril Beg menguasai Marw, Nisabur, Jurjan, Thabaristan, Karman, Khawarizm,
Ashfahan, dan wilayah-wilayah lainnya[5].
KESIMPULAN
Kekacauan politik sangat terlihat
menonjol di dunia Islam pada masa ini.Akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan dan
pemikiran dalam bidang keagamaan tidak dapat dipungkiri.Barangkali dapat
diperkirakan bahwa kedua hal ini mempunyai andil yang cukup berarti dalam
persaingan di antara penguasa yang ingin melanggengkan kekuasaannya. Tidak di
ingkari pula bahwa kemampuan dalam bidang keilmuan tertentu akan memberikan
prestise cukup besar bagi seseorang. Akibatnya, penguasa politik yang menjadi
patron pengembangan bidang pengetahuan itupun akan memperoleh keuntungan dalam
merebut hati pendukung. Penyusunan system teologi Asy’ariyah sendiri berkait
erat dengan pencarian dukungan dari segi penguasa dan pencarian patron dari
pihak pengembang.
Peristiwa-peristiwa berdarah dan
persaingan yang tidak mengindahkan nilai-nilai kesusilaan banyak mewarnai
konfigurasi kekuasaan dan perebutannya pada masa ini.Ini menambah lagi sejarah
lebarnya jurang pemisah antara Islam sejarah dan Islam Ideal.Tinggallah
sekarang tugas mencari pelajaran dari penggalan sejarah umat manusia Muslim
yang diwarnai berbagai kelemahan, kecerobohan dan keculasan yang menjijikkan
disamping kelebihan-kelebihan yang mengagumkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Dudung, Sejarah
Peradaban Islam, Yogyakarta:LESFI, 2009.
Mas’ud
Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, Semarang:PT. PUSTAKA RIZKI
PUTRA, 2011.
No comments:
Post a Comment