KELUARGA SAKINAH DALAM AL QUR’AN
I.
PENDAHULUAN
Allah menciptakan manusia dihiasi dengan suatu potensi yang
dinamis. Dengan potensi tersebut manusia dapat menjalani hidupnya. Potensi
dinamis ini berupa kebutuhan jasmani untuk mempertahankan hidup dan berbagai
potensi naluriah. Disamping
itu, Allah juga menciptakan potensi akal dalam diri manusia. Yaitu potensi
untuk berfikir, mengaitkan realita yang dihadapi dengan informasi yang ia
miliki.
Sejak
dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama
dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang
terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. Dimana dalam
keluarga gejala kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang
laki-laki dan seorang perempuan. Karena yang dinamakan keluarga adalah minimal
terdiri atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya
anak atau anak-anak dan seterusnya.[1]
Dalam
mengarungi kehidupan berkeluarga, memerlukan pertimbangan yang matang agar
dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hubungan suami istri diperlukan
sikap toleransi dan menempatkan diri pada peran yang semestinya. Sikap saling percaya
dan saling menghargai satu sama lain merupakan syarat metlak untuk bertahannya
sebuah perkawinan. Suami istri harus mau menjalankan hak dan kewajibannya
secara seimbang agar tidak muncul masalah dalm perkawinan.
Hidup berumah
tangga merupakan tuntutan fitrah manusia sebagai makhluk sosial.
Keluarga atau rumah tangga muslim adalah lembaga terpenting dalam kehidupan
kaum muslimin umumnya dan manhaj amal Islam khususnya. Ini semua
disebabkan karena peran besar yang dimainkan oleh keluarga, yaitu mencetak dan
menumbuhkan generasi masa depan, pilar penyangga bangunan umat dan perisai
penyelamat bagi negara.[2]
Kita sering mendengar istilah keluarga sakinah, mawaddah,
warahmah, kata-kata ini begitu populer terlebih lagi ketika kerabat ataupun
kenalan kita hendak melaksanakan sebuah hajat pernikahan. Siapapun
orangnya ketika menginjak dunia rumah tangga pasti menginginkan kehidupan yang sakinah,
mawaddah, warahmah. Kata-kata ini begitu mudah untuk diucapkan, namun
dalam kenyataannya untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah,
warahmah, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh
sinkronisasi antara niat, pemahaman dan perbuatan. Untuk itu
makalah ini akan membahas seperti apa keluarga sakinah yang terdapat dalam Al
Qur’an, agar tercipta keluarga yang diridhoi Allah.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana
Pengertian Keluarga Sakinah?
B.
Apa
Tujuan Berkeluarga?
C.
Bagaimana
Pembinaan Keluarga Sakinah dalam Al Qur’an?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Keluarga Sakinah
Keluarga dalam
kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai sanak saudara, kaum kerabat. Juga
digunakan untuk pengertian seisi rumah, anak-bini, ibu-bapak dan anak-anaknya.
Berarti juga seisi rumah yang menjadi tanggungan. Arti lain dari keluarga ialah
satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.[3]
Dalam literatur Arab keluarga diistilahkan dengan al-ahl, jamaknya ahluna
dan aahal, yang memiliki arti famili, keluarga dan kerabat.[4]
Menurut Ir. M. Munandar Soelaeman dalam bukunya yang berjudul :”Ilmu
Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial”, Keluarga diartikan sebagai suatu kesatuan social terkecil yang dimiliki
manusia sebagai makhluk social, yang ditandai adanya kerja sama ekonomi”.[5]
Sementara itu para ahli antropologi melihat: Sebuah keluarga adalah suatu
satuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat tinggal yang ditandai oleh
adanya kerjasama ekonomi, dan mempunyai fungsi untuk berkembangbiak,
mensosialisasikan atau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang lemah
khususnya merawat orang-orangtua mereka yang telah jompo.[6]
Definisi lainnya tentang keluarga yaitu “Sekumpulan orang yang
diikat oleh tali perkawinan, hubungan darah dan pengangkatan anak dalam satu
rumah tangga, yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain sesuai dengan
peran masing-masing, seperti suami, isteri, ayah dan ibu, saudara atau anak
laki-laki dan perempuan yang saling memelihara hubungan budaya yang sama.[7]
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga
adalah suatu satuan social terkecil atau kekerabatan yang diikat oleh tali perkawinan, hubungan darah dan pengangkatan
anak dalam satu rumah tangga, seperti suami, isteri, ayah, ibu, saudara anak
anak.
Sedangkan kata sakinah menurut bahasa berarti tenang atau tenteram.[8]
Pengertian sakinah secara istilah oleh beberapa ahli:
1.
Menurut
Rasyid Ridla, sakinah adalah sikap jiwa yang timbul dari suasana ketenangan dan
merupakan lawan dari goncangan batin dan kekalutan.
2.
l-Isfahan
(ahli fiqh) mengartikan sakinah dengan tidak adanya gentar dalam
menghadapi sesuatu.
3.
Menurut
al-Jurjani (ahli bahasa), sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada
saat datangnya sesuatu yang tidak diduga dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati
yang memberi ketenangan dan ketentraman pada yang menyaksikannya, dan merupakan
keyakinan berdasarkan penglihatan (ain al-yaqin).[9]
Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa keluarga sakinah
adalah suatu bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah,
dan mengharapkan ridha dari yang maha pencipta yaitu Allah SWT, dan
mampu menumbuhkan rasa aman, tentram, damai, dan bahagia.
B.
Tujuan Berkeluarga
Tujuan terbentuknya sebuah keluarga muslim adalah menciptakan keluarga yang
sakinah (tentram), mawaddah (cinta dan gairah) dan rahmah (kasih sayang).
Sebagaimana dalam surah ar-Rum ayat 21. Rumah keluarga muslim merupakan benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan
keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada pembentukan keluarga
yang sesuai dengan syariat Islam.
Menurut
Abdurrahman An Nahlawi, ia mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga adalah
hal-hal berikut:
1.
Mendirikan syariat Allah dalam segela permasalahan rumah tangga. Artinya,
tujuan berkeluarga adalah mendirikan rumah tangga muslim yang mendasarkan kehidupannya pada perwujudan penghambaan kepada Allah.
2.
Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis, jika suami istri bersatu
di atas landasan kasih sayang dan ketentraman psikologis yang interaktif,
anak-anak akan tumbuh dalam suasana bahagia, percaya diri, tentram, kasih
sayang, serta jauh dari kekacauan, kesulitan, dan penyakit batin yang
melemahkan kepribadian anak.
3.
Mewujudkan Sunnah Rasulullah dengan melahirkan anak-anak yang sholeh.
4.
Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak, naluri menyayangi anak erupakan
potensi yang diciptakan rasa dengan penciptaan manusia dan binatang. Allah
menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan kehidupan alamiah,
psikologis, dan sosial mayoritas makhluk hidup.
Menurut Nadhirah Mudjab, yang dikutip oleh Prof. Dr.H. Wahyu, menyatakan bahwa tujuan terbentuknya suatu keluarga muslim adalah:
1. Mengatur potensi
kelamin/kebutuhan sek yang sehat dan bersih
2. Melahirkan keturunan yang mulia
3. Merasakan kasih sayang dan penderitaan hidup
4. Mendidik generasi baru
5. Menjaga nasab
6. Menjaga harta pusaka.[11]
Menurut Tihami,
diantara tujuan berkeluarga adalah sebagai berikut:
1.
Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
2.
Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya
dan menumpahkan kasih sayangnya
3.
Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari
kejahatan dan kerusuhan
4.
Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggungjawab
menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal.
5.
Membangun rumah tangga untuk membentuk
masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.[12]
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas mengatakan tentang tujuan berkeluarga,
yaitu:
1.
Untuk
Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk
memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan),
bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang
sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, dan lain sebagainya
yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2.
Untuk
Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
3.
Untuk
Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan. Sasaran utama
dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk
membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat
merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan
dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan
pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah SAW bersabda:
ياَ مَعْشِرَ الشّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبأءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ, فَإِ نَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ أَحْصَنُ لِلْفَرْجِ, وَمَنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإنَّهُ لَهُ وِجَاءً
Artinya: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian
berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan
pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.[13]
Sebuah keluarga Muslim merupakan landasan utama bagi terbentuknya
masyarakat Islami. Di dalam keluarga Muslim terkandung sebuah konsep religius (al-mafhum
al-dini), yaitu bahwa para anggota keluarga diikat oleh sebuah ikatan agama
untuk mewujudkan kepribadian yang luhur. Konsep ini menekankan bahwa sebuah
keluarga Muslim harus dapat membentuk para anggotanya agar memiliki
kepribadian yang luhur ini. Memiliki sifat kasih dan sayang, cinta sesama,
menghormati orang lain, jujur, sabar, qana’ah dan pemaaf merupakan di antara
indikator bagi sebuah kepribadian yang luhur.
C.
Pembinaan Keluarga Sakinah dalam Al Qur’an
Dalam Islam terdapat konsep keluarga
sakinnah, mawaddah, dan warrahmah
yang terkandung dalam Qur’an surat ar rum ayat 21:
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»t#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøs9Î) @yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨uq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbrã©3xÿtGt ÇËÊÈ
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir”.[14]
Pada surat ar rum ayat 21 ini, menjelaskan tentang tujuan terbentuknya
sebuah keluarga muslim yaitu menciptakan keluarga yang sakinah (tentram),
mawaddah (cinta dan gairah) dan rahmah (kasih sayang). Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya
terkandung arti tenang, terhormat, aman, merasa dilindungi, penuh kasih sayang,
mantap dan memperoleh pembelaan. Namun, penggunaan nama sakinah itu diambil
dari penggalan al Qur’an surat 30:21 “ لِتَسْكُنُوْا
اِلَيْها” yang artinya
bahwa Allah SWT telah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa
tenteram terhadap yang lain. Jadi keluarga sakinah itu adalah keluarga yang
semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman,
perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati
oleh Allah SWT.
Di
dalam keluarga sakinah itu pasti akan muncul mawaddah dan rahmah (QS/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu kasih
sayang pada lawan jenisnya (bisa dikatakan mawaddah ini adalah cinta yang
didorong oleh kekuatan nafsu seseorang pada lawan jenisnya). Karena itu, Setiap
mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia.
Mawaddah cinta yang lebih condong pada material seperti cinta karena
kecantikan, ketampanan, bodi yang menggoda, cinta pada harta benda, dan lain
sebagainya.
Mawaddah
itu sinonimnya adalah mahabbah yang artinya cinta dan kasih sayang, Sebagaimana yang terdapat dalam Q.S an Nisa’ ayat 73:
÷ûÈõs9ur
öNä3t7»|¹r&
×@ôÒsù
z`ÏiB
«!$#
£`s9qà)us9
br'x.
öN©9
.`ä3s?
öNä3oY÷t/
¼çmoY÷t/ur
×o¨uqtB ÓÍ_tGøn=»t
àMYä.
öNßgyètB
yqèùr'sù
#·öqsù
$VJÏàtã
ÇÐÌÈ
Artinya: “Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan)
dari Allah, tentulah Dia mengatakan seolah-oleh belum pernah ada
hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia: "Wahai kiranya saya
ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar
(pula)".[15]
Sedangkan Rahmah (dari Allah SWT) yang berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat,
belas kasih, rejeki. (lihat : Kamus Arab, kitab ta’riifat, Hisnul Muslim
(Perisai Muslim). Jadi, Rahmah adalah
jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk menafkahi dan
melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai. Rahmah lebih condong pada
sifat qolbiyah atau suasana batin yang terimplementasikan pada wujud kasih
sayang, seperti cinta tulus, kasih sayang, rasa memiliki, membantu, menghargai,
rasa rela berkorban, yang terpancar dari cahaya iman. Sifat rahmah ini akan
muncul manakala niatan pertama saat melangsungkan pernikahan adalah karena
mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah serta bertujuan hanya untuk
mendapatkan ridha Allah SWT.[16]
Dalam membina kebahagiaan dan ketentraman keluarga ada syarat yang perlu diketahui, sebagaimana yang dinyatakan oleh Zakiah Darajat yang dikutip oleh
Prof.Dr.H. Wahyu, sebagai berikut :
1. Saling mengerti antara suami isteri
2. Saling menerima
a. Terimalah dia sebagaimana adanya
b. Terimalah hobbynya dan kesenangannya
c. Terimalah keluarganya
3. Saling menghargai
a. Menghargai perkataan dan perasaan
b. Menghargai bakat dan keinginannya
4. Saling mempercayai
a. Percaya akan pribadinya
b. Percaya akan kemampuannya
5. Saling mencintai
a. Lemah lembut dalam berbicara
b. Tunjukkan perhatian kepadanya
c. Bijaksana dalam pergaulan
d. Jauhi sikap egoistis
e. Jangan mudah tersinggung tentramkan batin sendiri tunjukkan rasa cinta.[17]
Menurut ajaran
Islam membentuk keluarga Islami merupakan kebahagiaan dunia akherat. Kepuasan
dan ketenangan jiwa akan tercermin dalam kondisi keluarga yang damai, tenteram,
tidak penuh gejolak. Bentuk keluarga seperti inilah yang dinamakan keluarga
sakinah. Keluarga demikian ini
akan dapat tercipta apabila dalam kehidupan sehari-harinya seluruh kegiatan dan
perilaku yang terjadi di dalamnya diwarnai dan didasarkan dengan ajaran agama.
Lebih lanjut
diperjelas oleh Nabi SAW di dalam hadisnya bahwa di dalam keluarga sakinah
terjalin hubungan suami-istri yang serasi dan seimbang, tersalurkan nafsu
seksual dengan baik di jalan yang diridhoi Allah SWT, terdidiknya anak-anak
yang shaleh dan shalihah, terpenuhi kebutuhan lahir, bathin, terjalin hubungan
persaudaraan yang akrab antara keluarga besar dari pihak suami dan dari pihak
istri, dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik, dapat menjalin hubungan
yang mesra dengan tetangga, dan dapat hidup bermasyarakat dan bernegara secara
baik pula.[18]
Seperti hadis
yang disampaikan oleh Anas ra. Bahwasanya ketika Allah menghendaki suatu
keluarga menjadi individu yang mengerti dan memahami agama, yang lebih tua
menyayangi yang lebih kecil dan sebaliknya, memberi rezeki yang berkecukupan di
dalam hidup mereka, tercapai setiap keinginannya, dan menghindarkan mereka dari
segala cobaan, maka terciptalah sebuah keluarga yang dinamakan sakinah,
mawaddah, warahmah.
Itulah antara
lain komponen-komponen dari bangunan keluarga sakinah. Antara yang satu dengan
lainnya saling melengkapi dan menyempurnakan. Jadi apabila tidak terpenuhi
salah satunya yang terjadi adalah ketidakharmonisan dan ketimpangan di dalam
kehidupan rumah tangga. Contoh kasus, sebuah rumah tangga yang oleh Allah
diberikan kecukupan materinya akan tetapi hubungan antar anggota keluarganya
tidak terbina dengan baik, artinya tidak ada rasa saling menghormati dan
pengertian antara yang satu dengan yang lainnya, yang tua tidak menyayangi yang
lebih muda dan yang muda tidak mau menghormati yang lebih tua, maka yang
terjadi adalah diskomunikasi dan ketidakharmonisan rumah tangga.keluarga yang
seperti ini tidak bisa disebut keluarga sakinah.
Begitupun
sebaliknya, sebuah keluarga yang kekurangan materi atau finansialnya maka yang
terjadi adalah percekcokan dan perselisihan yang mengakibatkan tidak
tenteramnya kehidupan keluarga. Meskipun tidak semua keluarga yang kekurangan
materi akan mengalami hal tersebut, namun itu hanya sedikit sekali terjadi di
kehidupan sekarang ini. Sebab manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa
adanya materi.
Namun dari
semua itu perlu diingat bahwa ada sesuatu yang sangat penting untuk
diperhatikan dan merupakan penentu baik tidaknya kehidupan keluarga, yaitu
tiada lain adalah suami dan istri itu sendiri. Karena merekalah pelaku utama di
dalam rumah tangga. Seperti disebutkan di atas bahwa salah satu komponen
keluarga sakinah adalah keseimbangan hubungan suami-istri.
Memang
sebenarnya kewajiban berbuat baik tidak hanya antar suami dan istri saja. Di
dalam al-Qur’ān kewajiban itu untuk siapa saja. Oleh karenanya, sebagai
umat Islam yang baik kita dianjurkan untuk nasehat-menasehati dimulai dari
orang yang paling dekat hubungannya dengan kita sampai kepada siapa saja yang
perlu untuk itu.
Untuk
mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu melalui proses yang
panjang dan pengorbanan yang besar, di antaranya:
1.
Pilih pasangan yang shaleh atau shalehah yang
taat menjalankan perintah Allah dan sunnah Rasulullah SWT.
2.
Pilihlah pasangan dengan mengutamakan keimanan
dan ketaqwaannya dari pada kecantikan, kekayaan, dan kedudukannya.
3.
Pilihlah pasangan keturunan keluarga yang
terjaga kehormatan dan nasabnya.
4.
Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada
Allah SWT dan untuk menghidari hubungan yang dilaran Allah SWT
5.
Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai
seorang suami dengan dorongan iman, cinta, dan ibadah. Seperti memberi nafkah,
memberi keamanan, memberikan didikan islami pada anak istrinya, memberikan
sandang pangan, papan yang halal, menjadi pemimpin keluarga yang mampu mengajak
anggota keluaganya menuju ridha Allah dan surgaNya serta dapat menyelamatkan
anggota keluarganya dari siksa api neraka.
6.
Istri berusaha menjalankan kewajibannya sebagai
istri dengan dorongan ibadah dan berharap ridha Allah semata. Seperti melayani
suami, mendidik putra-putrinya tentan agama islam dan ilmu pengetahuan,
mendidik mereka dengan akhlak yang mulia, menjaga kehormatan keluarga,
memelihara harta suaminya, dan membahagiakan suaminya.
7.
Suami istri saling mengenali kekurangan dan
kelebihan pasangannya, saling menghargai, merasa saling membutuhkan dan
melengkapi, menghormati, mencintai, saling mempercai kesetiaan masing-masing,
saling keterbukaan dengan merajut komunikasi yang intens.
8.
Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk
selalu bersama dalam mengarungi badai dan gelombang kehidupan.
9.
Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat
berjamaah atau ibadah bersama-sama, seperti suami mengajak anak istrinya
bersedekah pada fakir miskin, dengan tujuan suami mendidik anaknya agar gemar
bersedekah, mendidik istrinya agar lebih banyak bersukur kepada Allah SWT,
berzikir bersama-sama, mengajak anak istri membaca al-qur’an, berziarah qubur,
menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk melihat keagungan ciptaan Allah SWT.
Dan lain-lain.
10.
Suami istri selalu memohon kepada Allah agar
diberikan keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah.
11.
Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya
melakukan instropeksi diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang.
Misalkan, suami istri, dan anak-anaknya saling meminta maaf pada anggota
keluarga itu pada setiap hari kamis malam jum’at. Tujuannya hubungan
masing-masing keluarga menjadi harmonis, terbuka, plong, tanpa beban kesalahan
pada pasangannnya, dan untuk menjaga kesetiaan masing-masing anggota keluarga.
12.
Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu
mengadakan musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi perselisihan, maka anggota
keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan nafsu
amarahnya.[19]
IV.
KESIMPULAN
A.
Keluarga
sakinah adalah suatu bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan
yang sah, dan mengharapkan ridha dari yang maha pencipta yaitu
Allah SWT, dan mampu menumbuhkan rasa aman, tentram, damai, dan bahagia.
B.
Menurut Abdurrahman An Nahlawi, ia mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga adalah mendirikan syariat Allah dalam segela permasalahan rumah tangga,m ewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis, mewujudkan Sunnah
Rasulullah dengan melahirkan anak-anak yang sholeh, memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak, naluri menyayangi anak erupakan
potensi yang diciptakan rasa dengan penciptaan manusia dan binatang, dan menjaga
fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan. Menurut Nadhirah
Mudjab, yang dikutip oleh Prof. Dr.H. Wahyu, tujuan terbentuknya suatu keluarga
muslim adalah: mengatur potensi kelamin/kebutuhan sek yang sehat dan bersih, melahirkan
keturunan yang mulia, merasakan kasih sayang dan penderitaan hidup, mendidik
generasi baru, menjaga nasab dan menjaga harta pusaka. Sedang menurut Tihami,
diantara tujuan berkeluarga adalah mendapatkan dan melangsungkan keturunan, memenuhi
hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya, memenuhi
panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusuhan, menumbuhkan
kesungguhan untuk bertanggungjawab menerima hak serta kewajiban, juga
bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal, dan membangun
rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih
sayang. Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas mengatakan tentang tujuan berkeluarga,
yaitu: Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi, untuk Menegakkan
Rumah Tangga Yang Islami dan untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk
Menundukkan Pandangan.
C.
Dalam al Qur’an surah
ar-Rum ayat 21 tujuan terbentuknya sebuah keluarga muslim adalah menciptakan
keluarga yang sakinah (tentram), mawaddah (cinta dan gairah) dan rahmah (kasih sayang).
V.
PENUTUP
Demikan makalah yang dapat kami susun, kami menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami harapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca, supaya pada penyusunan makalah berikutnya bisa
lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Amin
DAFTAR PUSTAKA
al-Bantani,
Nawawi, Hak dan Kewajiban Suami Istri, Pedoman Membina Keluarga Sakinah, terj.
Masrokhan Ahmad, cet II, Yogyakarta: Ash-Shaff, 2000.
An Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan
Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 2004.
Departemen Agama RI, Al Qur’an
dan Terjemah Indonesia, Kudus: Menara Kudus, 1427 H.
Hasan, Maimunah, Rumah Tangga
Muslim, Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001.
Katsir, Al Hafizh Abu al Fida Ismail
Ibnu Tafsir al Qur’an al ‘Azim, Kairo: Dar al Qur’an, 1993.
Kauma, Fuad dan Nipan, Membimbing
Istri Mendampingi Suami, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003.
Masyhur, Mustafa, Qudwah
di jalan Dakwah, Jakarta: Citra Islami Press, 1999.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus
Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Soelaeman, Munandar, Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu
Sosial, Bandung : PT Eresco, 1992.
Takriyanti,
Rizki, Konseling Keluarga
Sakinah, Jambi : IAIN STS Jambi, 2009.
Tihami, Fikih Munakahat,
Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Wahyu, Ilmu
Sosial Dasar, Surabaya: Usaha Nasional, 1986.
, Pokok-pokok
Materi Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam, Banjarmasin, 2010.
Yazid bin Abdul Qadir
Jawas/TujuanPernikahanDalamIslam-almanhaj.or.id.htm. 20 Nopember 2014.
http//NilaMuyassaroh/Membangunkeluargasakinahmawadahwarohmah.htm. 20 Nopember 2014
http://
PengertianKeluargaSakinah_KeluargaSakina.htm. 22 Nopember 2014
No comments:
Post a Comment