Tuesday, September 20, 2016

KELUARGA SAKINAH DALAM AL QUR’AN

KELUARGA SAKINAH DALAM AL QUR’AN
I.     PENDAHULUAN
Allah menciptakan manusia dihiasi dengan suatu potensi yang dinamis. Dengan potensi tersebut manusia dapat menjalani hidupnya. Potensi dinamis ini berupa kebutuhan jasmani untuk mempertahankan hidup dan berbagai potensi naluriah. Disamping itu, Allah juga menciptakan potensi akal dalam diri manusia. Yaitu potensi untuk berfikir, mengaitkan realita yang dihadapi dengan informasi yang ia miliki.
Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan. Karena yang dinamakan keluarga adalah minimal terdiri atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya anak atau anak-anak dan seterusnya.[1]
Dalam mengarungi kehidupan berkeluarga, memerlukan pertimbangan yang matang agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Hubungan suami istri diperlukan sikap toleransi dan menempatkan diri pada peran yang semestinya. Sikap saling percaya dan saling menghargai satu sama lain merupakan syarat metlak untuk bertahannya sebuah perkawinan. Suami istri harus mau menjalankan hak dan kewajibannya secara seimbang agar tidak muncul masalah dalm perkawinan.
Hidup berumah tangga merupakan tuntutan fitrah manusia sebagai makhluk sosial. Keluarga atau rumah tangga muslim adalah lembaga terpenting dalam kehidupan kaum muslimin umumnya dan manhaj amal Islam khususnya. Ini semua disebabkan karena peran besar yang dimainkan oleh keluarga, yaitu mencetak dan menumbuhkan generasi masa depan, pilar penyangga bangunan umat dan perisai penyelamat bagi negara.[2]
Kita sering mendengar istilah keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, kata-kata ini begitu populer terlebih lagi ketika kerabat ataupun kenalan kita hendak melaksanakan sebuah hajat pernikahan. Siapapun orangnya ketika menginjak dunia rumah tangga pasti menginginkan kehidupan yang sakinah, mawaddah, warahmah. Kata-kata ini begitu mudah untuk diucapkan, namun dalam kenyataannya untuk membentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh sinkronisasi antara niat, pemahaman dan perbuatan. Untuk itu makalah ini akan membahas seperti apa keluarga sakinah yang terdapat dalam Al Qur’an, agar tercipta keluarga yang diridhoi Allah.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Pengertian Keluarga Sakinah?
B.     Apa Tujuan Berkeluarga?
C.     Bagaimana Pembinaan Keluarga Sakinah dalam Al Qur’an?

III.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Keluarga Sakinah
Keluarga dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai sanak saudara, kaum kerabat. Juga digunakan untuk pengertian seisi rumah, anak-bini, ibu-bapak dan anak-anaknya. Berarti juga seisi rumah yang menjadi tanggungan. Arti lain dari keluarga ialah satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat.[3] Dalam literatur Arab keluarga diistilahkan dengan al-ahl, jamaknya ahluna dan aahal, yang memiliki arti famili, keluarga dan kerabat.[4]
Menurut Ir. M. Munandar Soelaeman dalam bukunya yang berjudul :”Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial”, Keluarga diartikan sebagai suatu kesatuan social terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk social, yang ditandai adanya kerja sama ekonomi”.[5]
Sementara itu para ahli antropologi melihat: Sebuah keluarga adalah suatu satuan kekerabatan yang juga merupakan satuan tempat tinggal yang ditandai oleh adanya kerjasama ekonomi, dan mempunyai fungsi untuk berkembangbiak, mensosialisasikan atau mendidik anak dan menolong serta melindungi yang lemah khususnya merawat orang-orangtua mereka yang telah jompo.[6]
Definisi lainnya tentang keluarga yaitu “Sekumpulan orang yang diikat oleh tali perkawinan, hubungan darah dan pengangkatan anak dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain sesuai dengan peran masing-masing, seperti suami, isteri, ayah dan ibu, saudara atau anak laki-laki dan perempuan yang saling memelihara hubungan budaya yang sama.[7]
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah suatu satuan social terkecil atau kekerabatan yang diikat oleh tali perkawinan, hubungan darah dan pengangkatan anak dalam satu rumah tangga, seperti suami, isteri, ayah, ibu, saudara anak anak.
Sedangkan kata sakinah menurut bahasa berarti tenang atau tenteram.[8] Pengertian sakinah secara istilah oleh beberapa ahli:
1.    Menurut Rasyid Ridla, sakinah adalah sikap jiwa yang timbul dari suasana ketenangan dan merupakan lawan dari goncangan batin dan kekalutan.
2.    l-Isfahan (ahli fiqh) mengartikan sakinah dengan tidak adanya gentar dalam menghadapi sesuatu.
3.    Menurut al-Jurjani (ahli bahasa), sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya sesuatu yang tidak diduga dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati yang memberi ketenangan dan ketentraman pada yang menyaksikannya, dan merupakan keyakinan berdasarkan penglihatan (ain al-yaqin).[9]
Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa keluarga sakinah adalah suatu bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, dan mengharapkan  ridha dari  yang maha pencipta yaitu Allah SWT, dan mampu menumbuhkan rasa aman, tentram, damai, dan bahagia.

B.     Tujuan Berkeluarga
Tujuan terbentuknya sebuah keluarga muslim adalah menciptakan keluarga yang sakinah (tentram), mawaddah (cinta dan gairah) dan rahmah (kasih sayang). Sebagaimana dalam surah ar-Rum ayat 21. Rumah keluarga muslim merupakan benteng utama tempat anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada pembentukan keluarga yang sesuai dengan syariat Islam.
Menurut Abdurrahman An Nahlawi, ia mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga adalah hal-hal berikut:
1.         Mendirikan syariat Allah dalam segela permasalahan rumah tangga. Artinya, tujuan berkeluarga adalah mendirikan rumah tangga muslim yang mendasarkan kehidupannya pada perwujudan penghambaan kepada Allah.
2.         Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis, jika suami istri bersatu di atas landasan kasih sayang dan ketentraman psikologis yang interaktif, anak-anak akan tumbuh dalam suasana bahagia, percaya diri, tentram, kasih sayang, serta jauh dari kekacauan, kesulitan, dan penyakit batin yang melemahkan kepribadian anak.
3.         Mewujudkan Sunnah Rasulullah dengan melahirkan anak-anak yang sholeh.
4.         Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak, naluri menyayangi anak erupakan potensi yang diciptakan rasa dengan penciptaan manusia dan binatang. Allah menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan kehidupan alamiah, psikologis, dan sosial mayoritas makhluk hidup.
5.         Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan.[10]
Menurut Nadhirah Mudjab, yang dikutip oleh Prof. Dr.H. Wahyu, menyatakan bahwa tujuan terbentuknya suatu keluarga muslim adalah:
1.       Mengatur potensi kelamin/kebutuhan sek yang sehat dan bersih
2.      Melahirkan keturunan yang mulia
3.      Merasakan kasih sayang dan penderitaan hidup
4.      Mendidik generasi baru
5.      Menjaga nasab
6.      Menjaga harta pusaka.[11]
Menurut Tihami, diantara tujuan berkeluarga adalah sebagai berikut:
1.      Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
2.      Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya
3.      Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusuhan
4.      Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggungjawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal.
5.      Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.[12]
Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas mengatakan tentang tujuan berkeluarga, yaitu:
1.        Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi
Pernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2.        Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
3.        Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan. Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pembentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.
Rasulullah SAW bersabda:
ياَ مَعْشِرَ الشّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ اْلبأءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ, فَإِ نَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَ أَحْصَنُ لِلْفَرْجِ, وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإنَّهُ لَهُ وِجَاءً
Artinya: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya”.[13]
Sebuah keluarga Muslim merupakan landasan utama bagi terbentuknya masyarakat Islami. Di dalam keluarga Muslim terkandung sebuah konsep religius (al-mafhum al-dini), yaitu bahwa para anggota keluarga diikat oleh sebuah ikatan agama untuk mewujudkan kepribadian yang luhur. Konsep ini menekankan bahwa sebuah keluarga Muslim harus dapat  membentuk para anggotanya agar memiliki kepribadian yang luhur ini. Memiliki sifat kasih dan sayang, cinta sesama, menghormati orang lain, jujur, sabar, qana’ah dan pemaaf merupakan di antara indikator bagi sebuah kepribadian yang luhur.

C.    Pembinaan Keluarga Sakinah dalam Al Qur’an
Dalam Islam terdapat konsep keluarga sakinnah, mawaddah, dan warrahmah yang terkandung dalam Qur’an surat ar rum ayat 21:
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ  
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.[14]
Pada surat ar rum ayat 21 ini, menjelaskan tentang tujuan terbentuknya sebuah keluarga muslim yaitu menciptakan keluarga yang sakinah (tentram), mawaddah (cinta dan gairah) dan rahmah (kasih sayang). Dalam bahasa Arab, kata sakinah di dalamnya terkandung arti tenang, terhormat, aman, merasa dilindungi, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh pembelaan. Namun, penggunaan nama sakinah itu diambil dari penggalan al Qur’an surat 30:21 “ لِتَسْكُنُوْا اِلَيْها” yang artinya bahwa Allah SWT telah menciptakan perjodohan bagi manusia agar yang satu merasa tenteram terhadap yang lain. Jadi keluarga sakinah itu adalah keluarga yang semua anggota keluarganya merasakan cinta kasih, keamanan, ketentraman, perlindungan, bahagia, keberkahan, terhormat, dihargai, dipercaya dan dirahmati oleh Allah SWT.
Di dalam keluarga sakinah itu pasti akan muncul mawaddah dan rahmah (QS/30:21). Mawaddah adalah jenis cinta membara, yang menggebu-gebu kasih sayang pada lawan jenisnya (bisa dikatakan mawaddah ini adalah cinta yang didorong oleh kekuatan nafsu seseorang pada lawan jenisnya). Karena itu, Setiap mahluk Allah kiranya diberikan sifat ini, mulai dari hewan sampai manusia. Mawaddah cinta yang lebih condong pada material seperti cinta karena kecantikan, ketampanan, bodi yang menggoda, cinta pada harta benda, dan lain sebagainya.
Mawaddah itu sinonimnya adalah mahabbah yang artinya cinta dan kasih sayang, Sebagaimana yang terdapat dalam Q.S an Nisa’ ayat 73:
÷ûÈõs9ur öNä3t7»|¹r& ×@ôÒsù z`ÏiB «!$# £`s9qà)us9 br'x. öN©9 .`ä3s? öNä3oY÷t/ ¼çmoY÷t/ur ×o¨ŠuqtB ÓÍ_tGøŠn=»tƒ àMYä. öNßgyètB yqèùr'sù #·öqsù $VJŠÏàtã ÇÐÌÈ    
Artinya: “Dan sungguh jika kamu beroleh karunia (kemenangan) dari Allah, tentulah Dia mengatakan seolah-oleh belum pernah ada hubungan kasih sayang antara kamu dengan dia: "Wahai kiranya saya ada bersama-sama mereka, tentu saya mendapat kemenangan yang besar (pula)".[15]
Sedangkan Rahmah (dari Allah SWT) yang berarti ampunan, anugerah, karunia, rahmat, belas kasih, rejeki. (lihat : Kamus Arab, kitab ta’riifat, Hisnul Muslim (Perisai Muslim). Jadi, Rahmah adalah jenis cinta kasih sayang yang lembut, siap berkorban untuk menafkahi dan melayani dan siap melindungi kepada yang dicintai. Rahmah lebih condong pada sifat qolbiyah atau suasana batin yang terimplementasikan pada wujud kasih sayang, seperti cinta tulus, kasih sayang, rasa memiliki, membantu, menghargai, rasa rela berkorban, yang terpancar dari cahaya iman. Sifat rahmah ini akan muncul manakala niatan pertama saat melangsungkan pernikahan adalah karena mengikuti perintah Allah dan sunnah Rasulullah serta bertujuan hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT.[16]

Dalam membina kebahagiaan dan ketentraman keluarga ada syarat yang perlu diketahui, sebagaimana yang dinyatakan oleh Zakiah Darajat yang dikutip oleh Prof.Dr.H. Wahyu, sebagai berikut :
1.    Saling mengerti antara suami isteri
2.    Saling menerima
a.       Terimalah dia sebagaimana adanya
b.      Terimalah hobbynya dan kesenangannya
c.       Terimalah keluarganya
3.    Saling menghargai
a.       Menghargai perkataan dan perasaan
b.      Menghargai bakat dan keinginannya
4.    Saling mempercayai
a.       Percaya akan pribadinya
b.      Percaya akan kemampuannya
5.    Saling mencintai
a.       Lemah lembut dalam berbicara
b.      Tunjukkan perhatian kepadanya
c.       Bijaksana dalam pergaulan
d.      Jauhi sikap egoistis
e.       Jangan mudah tersinggung tentramkan batin sendiri tunjukkan rasa cinta.[17]
Menurut ajaran Islam membentuk keluarga Islami merupakan kebahagiaan dunia akherat. Kepuasan dan ketenangan jiwa akan tercermin dalam kondisi keluarga yang damai, tenteram, tidak penuh gejolak. Bentuk keluarga seperti inilah yang dinamakan keluarga sakinah. Keluarga demikian ini akan dapat tercipta apabila dalam kehidupan sehari-harinya seluruh kegiatan dan perilaku yang terjadi di dalamnya diwarnai dan didasarkan dengan ajaran agama.
Lebih lanjut diperjelas oleh Nabi SAW di dalam hadisnya bahwa di dalam keluarga sakinah terjalin hubungan suami-istri yang serasi dan seimbang, tersalurkan nafsu seksual dengan baik di jalan yang diridhoi Allah SWT, terdidiknya anak-anak yang shaleh dan shalihah, terpenuhi kebutuhan lahir, bathin, terjalin hubungan persaudaraan yang akrab antara keluarga besar dari pihak suami dan dari pihak istri, dapat melaksanakan ajaran agama dengan baik, dapat menjalin hubungan yang mesra dengan tetangga, dan dapat hidup bermasyarakat dan bernegara secara baik pula.[18]
Seperti hadis yang disampaikan oleh Anas ra. Bahwasanya ketika Allah menghendaki suatu keluarga menjadi individu yang mengerti dan memahami agama, yang lebih tua menyayangi yang lebih kecil dan sebaliknya, memberi rezeki yang berkecukupan di dalam hidup mereka, tercapai setiap keinginannya, dan menghindarkan mereka dari segala cobaan, maka terciptalah sebuah keluarga yang dinamakan sakinah, mawaddah, warahmah.
Itulah antara lain komponen-komponen dari bangunan keluarga sakinah. Antara yang satu dengan lainnya saling melengkapi dan menyempurnakan. Jadi apabila tidak terpenuhi salah satunya yang terjadi adalah ketidakharmonisan dan ketimpangan di dalam kehidupan rumah tangga. Contoh kasus, sebuah rumah tangga yang oleh Allah diberikan kecukupan materinya akan tetapi hubungan antar anggota keluarganya tidak terbina dengan baik, artinya tidak ada rasa saling menghormati dan pengertian antara yang satu dengan yang lainnya, yang tua tidak menyayangi yang lebih muda dan yang muda tidak mau menghormati yang lebih tua, maka yang terjadi adalah diskomunikasi dan ketidakharmonisan rumah tangga.keluarga yang seperti ini tidak bisa disebut keluarga sakinah.
Begitupun sebaliknya, sebuah keluarga yang kekurangan materi atau finansialnya maka yang terjadi adalah percekcokan dan perselisihan yang mengakibatkan tidak tenteramnya kehidupan keluarga. Meskipun tidak semua keluarga yang kekurangan materi akan mengalami hal tersebut, namun itu hanya sedikit sekali terjadi di kehidupan sekarang ini. Sebab manusia tidak akan mampu bertahan hidup tanpa adanya materi.
Namun dari semua itu perlu diingat bahwa ada sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan dan merupakan penentu baik tidaknya kehidupan keluarga, yaitu tiada lain adalah suami dan istri itu sendiri. Karena merekalah pelaku utama di dalam rumah tangga. Seperti disebutkan di atas bahwa salah satu komponen keluarga sakinah adalah keseimbangan hubungan suami-istri.
Memang sebenarnya kewajiban berbuat baik tidak hanya antar suami dan istri saja. Di dalam al-Qur’ān kewajiban itu untuk siapa saja. Oleh karenanya, sebagai umat Islam yang baik kita dianjurkan untuk nasehat-menasehati dimulai dari orang yang paling dekat hubungannya dengan kita sampai kepada siapa saja yang perlu untuk itu.
Untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah wa rahmah perlu melalui proses yang panjang dan pengorbanan yang besar, di antaranya:
1.        Pilih pasangan yang shaleh atau shalehah yang taat menjalankan perintah Allah dan sunnah Rasulullah SWT.
2.        Pilihlah pasangan dengan mengutamakan keimanan dan ketaqwaannya dari pada kecantikan, kekayaan, dan kedudukannya.
3.        Pilihlah pasangan keturunan keluarga yang terjaga kehormatan dan nasabnya.
4.        Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk menghidari hubungan yang dilaran Allah SWT
5.        Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dengan dorongan iman, cinta, dan ibadah. Seperti memberi nafkah, memberi keamanan, memberikan didikan islami pada anak istrinya, memberikan sandang pangan, papan yang halal, menjadi pemimpin keluarga yang mampu mengajak anggota keluaganya menuju ridha Allah dan surgaNya serta dapat menyelamatkan anggota keluarganya dari siksa api neraka.
6.        Istri berusaha menjalankan kewajibannya sebagai istri dengan dorongan ibadah dan berharap ridha Allah semata. Seperti melayani suami, mendidik putra-putrinya tentan agama islam dan ilmu pengetahuan, mendidik mereka dengan akhlak yang mulia, menjaga kehormatan keluarga, memelihara harta suaminya, dan membahagiakan suaminya.
7.        Suami istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya, saling menghargai, merasa saling membutuhkan dan melengkapi, menghormati, mencintai, saling mempercai kesetiaan masing-masing, saling keterbukaan dengan merajut komunikasi yang intens.
8.        Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu bersama dalam mengarungi badai dan gelombang kehidupan.
9.        Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah bersama-sama, seperti suami mengajak anak istrinya bersedekah pada fakir miskin, dengan tujuan suami mendidik anaknya agar gemar bersedekah, mendidik istrinya agar lebih banyak bersukur kepada Allah SWT, berzikir bersama-sama, mengajak anak istri membaca al-qur’an, berziarah qubur, menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk melihat keagungan ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.
10.    Suami istri selalu memohon kepada Allah agar diberikan keluarga yang sakinah mawaddah wa rohmah.
11.    Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan instropeksi diri untuk melakukan perbaikan dimasa yang akan datang. Misalkan, suami istri, dan anak-anaknya saling meminta maaf pada anggota keluarga itu pada setiap hari kamis malam jum’at. Tujuannya hubungan masing-masing keluarga menjadi harmonis, terbuka, plong, tanpa beban kesalahan pada pasangannnya, dan untuk menjaga kesetiaan masing-masing anggota keluarga.
12.    Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan musyawarah keluarga. Dan ketika terjadi perselisihan, maka anggota keluarga cepat-cepat memohon perlindungan kepada Allah dari keburukan nafsu amarahnya.[19]

IV.   KESIMPULAN
A.    Keluarga sakinah adalah suatu bangunan keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, dan mengharapkan  ridha dari  yang maha pencipta yaitu Allah SWT, dan mampu menumbuhkan rasa aman, tentram, damai, dan bahagia.
B.     Menurut Abdurrahman An Nahlawi, ia mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga adalah mendirikan syariat Allah dalam segela permasalahan rumah tangga,m ewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis,  mewujudkan Sunnah Rasulullah dengan melahirkan anak-anak yang sholeh, memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak, naluri menyayangi anak erupakan potensi yang diciptakan rasa dengan penciptaan manusia dan binatang, dan menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-penyimpangan. Menurut Nadhirah Mudjab, yang dikutip oleh Prof. Dr.H. Wahyu, tujuan terbentuknya suatu keluarga muslim adalah: mengatur potensi kelamin/kebutuhan sek yang sehat dan bersih, melahirkan keturunan yang mulia, merasakan kasih sayang dan penderitaan hidup, mendidik generasi baru, menjaga nasab dan menjaga harta pusaka. Sedang menurut Tihami, diantara tujuan berkeluarga adalah mendapatkan dan melangsungkan keturunan, memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya, memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusuhan, menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggungjawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang halal, dan membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang. Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas mengatakan tentang tujuan berkeluarga, yaitu: Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi, untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami dan untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.
C.     Dalam al Qur’an surah ar-Rum ayat 21 tujuan terbentuknya sebuah keluarga muslim adalah menciptakan keluarga yang sakinah (tentram), mawaddah (cinta dan gairah) dan rahmah (kasih sayang).

V.      PENUTUP
Demikan makalah yang dapat kami susun, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami harapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca, supaya pada penyusunan makalah berikutnya bisa lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi berbagai pihak. Amin










DAFTAR PUSTAKA
al-Bantani, Nawawi, Hak dan Kewajiban Suami Istri, Pedoman Membina Keluarga Sakinah, terj. Masrokhan Ahmad, cet II, Yogyakarta: Ash-Shaff, 2000.
An Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 2004.
Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemah Indonesia, Kudus: Menara Kudus, 1427 H.
Hasan, Maimunah, Rumah Tangga Muslim, Yogyakarta: Bintang Cemerlang, 2001.
Katsir, Al Hafizh Abu al Fida Ismail Ibnu Tafsir al Qur’an al ‘Azim, Kairo: Dar al Qur’an, 1993.
Kauma, Fuad dan Nipan, Membimbing Istri Mendampingi Suami, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003.
Masyhur, Mustafa, Qudwah di jalan Dakwah, Jakarta: Citra Islami Press, 1999.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Soelaeman, Munandar,  Ilmu Sosial Dasar Teori dan Konsep Ilmu Sosial, Bandung : PT Eresco, 1992.
Takriyanti,  Rizki, Konseling Keluarga Sakinah, Jambi : IAIN STS Jambi, 2009.
Tihami, Fikih Munakahat, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Wahyu, Ilmu Sosial Dasar, Surabaya: Usaha Nasional, 1986.
, Pokok-pokok Materi Kuliah Sosiologi Pendidikan Islam, Banjarmasin, 2010.
Yazid bin Abdul Qadir Jawas/TujuanPernikahanDalamIslam-almanhaj.or.id.htm. 20 Nopember 2014.
http//NilaMuyassaroh/Membangunkeluargasakinahmawadahwarohmah.htm. 20 Nopember 2014
http:// PengertianKeluargaSakinah_KeluargaSakina.htm. 22 Nopember 2014



No comments:

Post a Comment